Begitu banyak
permasalahan yang menimpa diri. Seolah memaklumi aku untuk berhenti. dan pantas
bagiku menjadikannya alasan untuk tidak beraksi. Sungguh begitu berat dan
selalu membuat penat. Tanggung jawab, peran, serta amanat. Keluarga,
pendidikan, pekerjaan, jabatan, teman, juga peran dalam masyarakat. Perbedaan
keinginan dengan orangtua, tuntutan akademik, tugas-tugas kerjaan, berselisih
dengan teman, dan kondisi dalam masyarakat. Bertubi-tubi menghujani dan tak mau
berhenti, membuat rasa gelisah di hati. Berputar-putar mengaduk-aduk pikiran,
terus menusuk dan menghunjam.
Inferior. Sungguh tak
pantas diri ini menyandang tanggung jawab yang begitu berat. Sungguh tak layak
diri ini memegang amanat. Sungguh amat jauh dari syarat. Tak sedikit yang
meremehkan, seolah mempertanyakan “kau ini siapa?” “masak orang ini kayak
gitu?”. Entah apakah itu benar-benar merendahkan atau justru kalimat motivasi
yang tersamarkan, atau pengingat diri agar terjaga dalam kebenaran. Ada juga
yang berlebihan “kau ini punya banyak potensi” “kau sangat dibutuhkan di sini”.
Entah apakah itu menyindir yang merendahkan atau benar-benar memuji dan
menanamkan harapan.
Merasa sendiri. Seolah
semua tanggung jawab, peran, dan amanat itu harus aku selesaikan sendiri.
Sementara orang yang harusnya membantu malah justru tidak peduli dan pergi.
Kewajiban-kewajiban silih berganti. Tak jarang double job dan banyak
peran dalam satu waktu harus aku lakukan sendiri.
Bermuka dua. Tak jarang
diri ini tampak senang dan bahagia padahal hati menderita. Sering kali
mengumbar senyuman padahal dalam hati menyimpan sesak tangis yang mendalam.
Ikut dengan teman tertawa bersama-sama. Namun ketika sendiri diam seketika,
diam seribu bahasa. Meratapi nasib yang entah ke mana ujungnya.
Sakit. Salah satu akibat
yang muncul dari setiap hal yang terjadi. Pikiran terkuras. Fokus pada
pencarian solusi dari setiap permasalahan. Dan sudah menjadi hukum alam, ketika
satu anggora tubuh lelah yang lain pun akan merasakannya. Ketika pikiran
terkuras habis untuk berpikir terus menerus kelelahan otak juga akan
menimbulkan kelelahan pada seluruh tubuh. Fisik menjadi mudah lelah dan
terserang penyakit. Dan ketika fisik sudah sakit, pikiranpun juga akan
terpengaruh, menjadi mudah menyimpulkan dan mudah berprasangka. Sebab-akibat
yang terus menerus berputar berkelindan, saling berpengaruh dan terpengaruh. Untuk
apa aku hidup? Peran apa yang sebenarnya aku mainkan? Apa yang sebenarnya aku
perjuangkan? Maka pertanyaan-pertanyaan dasar itu menguak. Menunggu jawaban
dengan cepat dan tepat. Menuntut tindakan yang sigap dan tanggap.
Dulu, dengan yakin dan
mantap aku niatkan hanya untuk melakukan hal yang benar. Memperjuangkan mimpi
dan harapan. Namun kali ini seolah tak bisa lagi kubedakan mana yang benar dan
mana yang bukan. Saat ini semua menjadi samar. Yang benar tampak tak benar,
sebaliknya yang tak benarpun seolah tampak benar. Sedang harapan hanya tampak
seperti mimpi yang jauh dari dunia nyata. Sedang tak sedikit pula mimpi justru
menjadi nyata.
Seringkali
kau terkungkung oleh pikiranmu sendiri. Tak jarang kau terjebak dalam
permasalahan-permasalahan yang kau buat sendiri. Hingga kau lupa bahwa begitu
banyak nikmat dan fasilitas yang tersedia. Hingga kau abai pada
kesempatan-kesempatan yang terbuka lebar di depan mata.
Ingatlah
bahwa kau bukan siapa-siapa. Kau bukan ulama dengan segudang ilmu dan jawaban
atas setiap permasalahan. Terlebih kau bukan Tuhan yang bisa menentukan apa
yang diinginkan. Kau hanya murid dengan ilmu yang sedikit tapi sudah merasa
siap menghadapi setiap tantangan yang membuat hati sempit. Kau tak lebih hanya
manusia biasa yang tak memiliki apa-apa. Kau hanya hamba yang mengandalkan
harap dan doa, yang mengandalkan amalan yang bahkan tak pernah konsisten kau
laksanakan, yang justru masih terkungkung dengan maksiat dan dosa yang rutin
saban hari kau lakukan.
Begitu
banyak jalan keluar yang sudah ditawarkan dan kau tahu tentang kebenarannya,
tapi justru kau malah menjauh darinya. Begitu banyak kesempatan untuk
memperbaiki diri tapi kau mengabaikannya.
Dengan
sombong kau memperingatkan orang. Berlagak congkak kau merasa benar. Bolehlah
kau mengingatkan orang, tapi jangan lupakan untuk melihat cermin siapa dirimu?
Benarkah kau yang benar? Jangan-jangan kau tak lebih baik dari orang yang kau
peringatkan.
Dunia
sudah sama sekali berubah. Usaha yang terbaiklah yang bisa dilakukan. Terkadang
hal terbaik yang bisa dilakukan adalah dengan memulai dari awal. Meski dari hal
yang terkecil sekalipun. Usah pedulikan omongan orang lain tentang diri ini,
tapi fokus pada apa yang bisa memperbaiki, abaikan yang malah merusak diri.
Dunia
tak seperti yang kita perkirakan. Kejahatan bisa terjadi di mana saja, kapan
saja, dan dalam keadaan bagaimana saja. Bisa jadi para pelaku adalah
orang-orang yang berada di sekeliling kita. kalaupun kau tahu, kejahatan dan
keburukan itu tak hanya berhenti sanpai di situ. Semua akan terus menerus
terjadi hingga pada akhirnya kehancuran benar-benar terjadi. Kecuali jika kau
benar-benar mau menghentikannya. Mungkin memang permintaan ini berat. Tapi
harga sebuah kebenaran memang mahal. Selalu mahal. Dan harga itu pantas untuk
ditebus. Walaupun hanya kau yang berjuang sendirian, maka tak masalah. Tapi
semoga kau tak benar-benar sendirian.
Evaluasi
diri. Perbaiki diri. Gerakkan diri sendiri. Nasihat-nasihat baik tak akan ada
arti jika diri tak mau mengakui. Terkadang kau harus menggenggam tanganmu
sendiri untuk meyakinkan bahwa dirimu itu kuat. Terkadang kau harus rela
melepas orang lain agar bisa kembali bangkit. Terkadang benar-benar sendiri
justru membuatmu terbebas untuk terus beraksi daripada merasa sendiri di tengah
keramaian. Tapi kau tak akan pernah bisa melepaskan-Nya bahwa untuk membuktikan
bahwa kau mampu. Ada jalan yang tidak pernah kau pikirkan dan ada kekuatan yang
tak pernah kau bayangkan.
No comments:
Post a Comment