Monday, October 31, 2016

MENGENANGMU

Mengenangmu merundukkan padiku
Mengokohkan akar dengan pupuk nomor satu
Mengenangmu mencipta cita yang semu
Menjelma badai yang enggan berlalu
Memupus asa yang menggebu
Mengenangmu adalah bahasa rindu
Tapi merindumu melukaiku
Mendobrak paksa kotak pandora biru
01.00

01-11-16

Thursday, October 13, 2016

..

Ada masanya ketika malam begitu sendu
Langit yang gemerlap menjadi kelabu
Membuat tiap langkah jadi tak tentu

Angin semilir membawa dingin
Menyusup, menelisik, menjadikan kult merinding
Adakah kau mendengar tangisku?

Duhai cantik
Ada cinta yang masih tersimpan di hati tapi telah kau bawa pergi
Ada rindu yang dulu kau tanam dan kini telah mengembang
Hingga kini belum kutemui pohon rindang yang teduh menenangkan
Tempat berlindung dibalik batangnya dari kejaran lawan

Kini kutelusuri jalan yang membelah hatimu
Kudengar harmoni cinta diiringi alunan duka
Lalu kucermati rambu-rambu yang menerangi sanubarimu
Tapi tak kutemui noktah penyesalan dan keputusasaan

Ah, layakkah aku di sisimu?
Kau bilang aku bodoh
Lalu kau pergi enam setengah bulan kemudian
Tiba-tiba
Tanpa kutahu tanda-tandanya

Daun-daunmu habis sudah berguguran
Terurai oleh bakteri dalam tanah
Kini batangmu pun sudah lapuk dimakan rayap
Sedang air dan pupuk yang cocok untuk akarmu tak dapat lagi kutemukan
18 Agustus 2016

Marah

Aku selalu marah
Ketika melihat sesuatu yang salah
Berteriak-teriak atau mendengung bak lebah
Padahal salah tak selalu tepat dihadapi dengan marah
Aku tak bisa menyembunyikan marah
Meski diam seperti batu bertuah
Aku juga merasa bersalah
Karena sudah marah-marah
Membuat orang lain jadi serba salah
Ah sudahlah
Ternyata memang aku pemarah
22 Maret 2016

Wednesday, October 12, 2016

Kado, Hadiah Terindah

Berikan goreskan terindahmu”. Begitu tulismu dalam binder, kado pertama yang kau berikan padaku tahun 2013 lalu. Binder buatanmu sendiri, hand-made, dengan hiasan dari barang-barang bekas seperti nilai yang kita anut; memanfaatkan barang bekas untuk menjadikannya lebih berharga, salah satu bentuk mencintai lingkungan. Begitulah cara kita bertiga saling menguatkan dan mengingatkan. Ya, bertiga, aku, kau dan dia. Setelah satu tahun lamanya pada tahun 2012 kita bertiga dalam satu departemen di sebuah organisasi. Jika saat kepengurusan berlangsung cara yang kita gunakan adalah kita bergantian mentraktir makan saat reuni (kata yang kita gunakan untuk mengganti kata ‘rapat’ saat itu. Karena katanya, dan benar nyatanya, nama organisasi kita adalah keluarga), maka setelah kepengurusan berakhir seolah ada perjanjian tanpa harus diucap; kita saling mengkado pada hari ulang tahun kita. Padahal kau dan aku sama-sama menyembunyikan tanggal lahir kita. Tapi kita bertiga sudah sama-sama tahu dan mengingat kapan hari spesial kita masing-masing itu. Dan kalo sempat kita juga mengagendakan makan bersama juga, melanjutkan reuni yang tanpa rapat. Atau kata-kata ‘motivasi’ atau mungkin kata sindiran yang sering kita ungkapkan untuk menguatkan diri kita saat itu, “Kita itu salah satu jantungnya organisasi ini, kalo kita berhenti, organisasi ini juga ikut berhenti, ga ada gaungnya sama sekali”.
cover terbuat dari kardus bekas dan dihias dengan daun kering, kemudian bagian tepinya dilekatkan dengan lakban hitam

halaman pertama

Tentu kau juga ingat ketika pada tahun itu, kau mengkado dia sebilah pisau lipat yang diam-diam kau letakkan di tasnya? Sebuah kado misterius yang menakutkan bagi dia dan membuatnya histeris, sampai-sampai dia nangis-nangis ketakutan menelopon ibunya, sedang bagi kita itu menjadi bahan tertawaan se-sekre. Hahaha. Ah, hari spesial? Belum tentu juga. Karena sebenarnya umur kita berkurang, bukan? detik demi detik, hari berganti hari hingga bulan dan tahun terus bergulir hingga akhirnya suatu saat nanti kau benar-benar meninggalkan kami.
Waktu berlanjut hingga akhirnya saling mengkado itu tidak harus tepat pada hari ulang tahun kita. Tahun 2014, setelah kita pulang dari KKN, kau memberikan kepada kami masing-masing sebuah kompas. “Setidaknya kalo bepergian kalian bisa tahu arah kiblat” katamu pada kami di tengah-tengah obrolan setelah makan di Waroeng Steak saat itu. Tempat traktiran yang kita pilih di hari ulang tahunnya. Dan tentu, kau selalu memilih menu yang paling mahal ketika ditraktir seperti itu. Bahwa tidak ada hal yang perlu dikhawatirkan dan dipikirkan saat kita bersama ‘keluarga’. Karena kita sudah saling memahami satu sama lain baik karakter maupun kebiasaan kita masing-masing.


Tahun 2015 adalah masa-masa ketika angkatan kita sudah seolah saling memikirkan diri sendiri. Sudah tidak tergabung lagi dalam sebuah wadah organisasi. Sudah tak sering lagi berkumpul dan berdinamika bersama. Sudah jarang pertemuan diantara kita meski hanya untuk saling menyapa. Namun bukan berarti kita tidak bertemu sama sekali. Sempat dalam pertemuan itu kau masih memberiku lagi. masa-masa ini adalah masa-masa kita saling bertanya dan menanyakan “gimana skripsi? Udah dapaet judul? Siapa DPS-mu?” dan pertanyaan-pertanyaan lain yang senada. Saat itu aku tak sedang memiliki HP untuk berkomunikasi. HP yang sebelumnya aku dipinjami sudah diminta pemiliknya. Mengetahi hal itu kau membeli hp baru dan meminjamkan hp lamamu padaku. “pakai aja dulu, aku udah beli yang baru, aku ga cocok pake hp ‘merk’ itu” katamu waktu itu. Hingga akhirnya ketika kusampaikan kalo adikku ingin membelinya, kau malah berkata “sudah pakai aja, gak usah dibeli”.


Tahun 2016 adalah masa perjuangan bagi kita yang masih memperjuangkan S.Psi. dan kau berhasil meraihnya, kado terakhir yang kau suguhkan untuk orangtuamu juga keluarga besarmu. Lalu, dua hari kemudian, dua hari sebelum hari ulang tahunku, kau menyiapkan kado spesial terakhirmu; memori bersamamu. Entah kenapa, semua memori tentangmu dan bersamamu mengalir begitu saja di hari ulang tahunku. Seolah memang itu sudah kau siapkan dengan rapi. Sama rapinya seperti binder hand-made buatanmu dari barang bekas itu. Penuh berisikan cerita tentang kita dulu. Seperti kompas yang selalu menunjukkan arah bagiku untuk masa depan dan mengevaluasi masa lalu. Layaknya HP yang dimanfaatkan untuk menjalin silaturrahim bagi kami yang masih hidup mengenangmu. Sebagai pengingat kami untuk selalu mengingat waktu.


Kutunggu ketika kau mau menuangkan air surga padaku...

Warisan

Membaca. Sejak kecil memang aku suka membaca. Namun, karena sedikit sumber bacaan yang (kusukai yang) ada di rumah, maka tak banyak buku yang kubaca. Aku mulai sering membaca ketika di SMA. Minat membacaku bertambah signifikan ketika berdiskusi denganmu. Begitu banyak pendapat dan argumentasi yang kau sampaikan yang menunjukkan bahwa sumber bacaanmu begtu banyak. Lagi-lagi sumber bacaankupun masih terbatas, hanya meminjam buku-buku teman di saat waktu luang. Terlebih bacaan yang kusuka adalah bentuk tulisan narasi seperti cerpen, novel, dan sejenisnya.
Menulis. Awal aku menulis adalah bersama dirimu. Ketika saat itu kita bersama-sama mengenal internet dan memiliki komputer sendiri di rumah. Saat itu kita sering bergadang hingga malam bahkan dini hari hanya untuk bermain media sosial. Kemudian kita mencoba membuat blog untuk media menulis ide-ide kita. mengabadikan yang tidak bisa abadi pikiran-pikiran kita. Terkadang kau yang mengajariku. Kadang pula aku yang mengajarimu.
Membaca dan menulis merupakan dua kombinasi aktifitas yang secara tidak langsung kau wariskan. Termasuk belajar nahwu shorof untuk membaca literatur-literatur berbahasa Arab. Membaca dan menulis tentang perkembangan ilmu pengetahuan dan islam. Juga termasuk ‘membaca’ negeri kita yang kian lucu ini. Ah, sayang sekali momen diskusi kita dulu sungguh sangat singkat. Terlebih impianku untuk kita bersama berjuang di masyarakat kita. ah, tentu mengutuki takdir tak akan menyelesaikan masalah, bukan?

Katanya kepergian selalu bernilai positif jika dilihat dari sudut pandang yang pergi, bukan yang ditinggalkan. Biarlah... biarlah.. mungkin memang aku ditakdirkan untuk berjuang sendiri. Karena yang dibutuhkan saat ini adalah arus yang deras. Bukan arus yang tenang, apalagi menggenang. Aku harus menjadi arus yang mampu menggerus setiap keburukan dan mengubah segala yang kurang tepat menjadi lebih baik. Meskipun saat akhir bersamamu ada sedikit kekecewaan yang menggangguku. Masih kuingat janjimu. “kalo kamu pulang, aku juga akan pulang”. Saat itu adalah untuk berjuang di rumah. Baru satu bulan aku pulang, kau benar-benar pulang untuk selamanya. Jika boleh kutitipkan salam, tolong tanyakan, bisakah aku teteap dapat ridho di dalam neraka? Karena bukankah tak layak seorang seperti aku ini mengharap surga?

Wednesday, October 5, 2016

Pene(ng)gak


Ada yang menegakkan hukum, bersamaan dengan itu pula ia menenggak hukum 
Ada yang terkenal sebagai penegak keadilan tetapi ternyata menenggak keadilan
Ada yang mengaku penegak HAM tetapi malah menenggak HAM
Ada yang katanya paling menegakkan peraturan tapi ternyata juga penenggak peraturan

TANPAMU

Tanpamu kami merana
Tanpamu kami kebingungan
Sesal kami tak indahkan peringatan
Nasehat dan larangan yang selalu kau ingatkan
Tanpamu kami kerepotan
Tanpamu kami berantakan
Sesal kami karena terus melawan
Hingga kini penuh penyesalan
Tanpamu susah melakukan perubahan
Tanpamu malah jadi tak karuan
Sikap dan perilaku kebablasan
Mengingatmu pun tak memunculkan kesadaran
Tanpamu kami kelimpungan
Tanpamu kami belepotan
Tanpamu tak ada lagi pijakan
Tapamu kaburlah pandangan
Tanpamu tiada tempat sandaran
Tanpamu terpendam pengaduan
Tanpamu dunia penuh kegelapan
Tanpamu sirnalah kebahagiaan
Sungguh..
Tanpamu
Kami bukan apa-apa
Tanpamu
Kami bukan siapa-siapa
Tanpamu
Tanpamu
Tanpamu
Karena tanpamu
Kami tiada

.

Tubuhku menegang
Berdiri tegak tapi tak goyang
Menggigil dan bergetaran
Diterpa badai yang panjang
Air mata deras berkucuran
Tersembunyi dibalik air hujan
Berlarian riang hujan-hujanan
Lalu makan sambal sampai kepedesan
Terbahak-bahak tawa pecah
Badan berguncang
Sampai terpingkal-pingkal
Air matapun menitik tak tertahankan
Kau begitu lucu
Atau lugu(?)
Tapi kau selalu begitu
Tahu dan pandai mengaduk-aduk rasa dan emosiku

Kenangan


Ada kekecewaan yang kau tanam
Padahal harapanmu sungguhlah besar
Ada benci yang kau simpan pada seseorang
Meski akhirnya mencintai menjadi pilihan
Ada tangis yang kau sembunyilkan yang masih aku tak paham
Menjadi teka teki yang tak pernah terselesaikan
Bagaimanakah kau bisa bertahan?
Agar aku dapat menirumu dalam menentukan dan mengendalikan
Benci dalam cinta ini semakin membara
Mencabik-cabik dan mengoyak
Menggerogoti hati yang lunak
Bisakah luka dan sakit ini kan terobati?
Aku tak tahu
Sungguh, aku tak tahu
Bah bedebah!!!
Bukankah beban sesuai kekuatan?
Ah, sudahlah
Biarlah
Masih banyak topeng yang bisa digunakan