Friday, December 25, 2015

Kontemplasi

Segala puji bagi Engkau wahai Tuhan semesta alam. Raja Yang Maha Raja, Yang Maha Mengatur, Yang Maha Pengasih, Yang Maha Penyayang, Yang Maha Segalanya dengan segala sifat-sifat yang tidak ada yang bisa menyetarainya. Begitu kasihnya Engkau bahkan orang yang ingkar dan membelokkan jalan-Mu pun masih Engkau beri nikmat yang tak terhitung pula. Begitu tingginya sayang-Mu sehingga hamba yang masih banyak dosapun masih Engkau beri kesempatan untuk melakukan taubatan nasuhaa. Dan begitu banyak lagi sifat-sifat yang jika dituliskan tak akan pernah selesai aku tuliskan. Meski aku mengerahkan semua bala bantuan.
Tuhan, sungguh hamba sedang kebingungan. Hamba serasa dalam jalan yang remang-remang. Padahal surat cinta-Mu ada dalam genggaman. Surat cinta yang berisi peta tujuan, petunjuk jalan, lentera dalam perjalanan, penawar atas setiap kesakitan, juga pembeda antara jalan yang benar dan menyesatkan. Namun hamba tak mengenal simbol-simbol dalam peta itu, masih belum bisa membaca petunjuk jalan itu, tak mampu mengaplikasikan lentera, tak kuasa meramu obat penawar, dan selalu kebingungan di tengah persimpangan jalan.
Tuhan, sungguh hamba sangat kebingungan. Hamba berada di tengah jalan dengan begitu banyak persimpangan. Ku coba melangkah menurut peta tujuan, tapi kemudian aku disalahkan. Kulihat orang-orang di sekitar juga menentukan jalan, tetapi hatiku kurang cocok dengan jalan yang mereka tentukan. Padahal peta yang kami gunakan adalah sama. Namun cara kami memahami peta itu yang berbeda.
Tuhan, aku mencoba memahami bahwa tujuan itu hanya satu, tetapi bisa jadi diantara banyak persimpangan ini tidak hanya ada satu jalan untuk mencapai tujuan itu. Aku hanya memilih satu yang cocok sesuai hatiku. Tapi aku tetap tak bisa abai kepada orang-orang di sekitar. Memang begitu banyak yang sudah menentukan pilihan, tetapi tak sedikit juga mereka yang kebingungan menentukan jalan. Aku sangat ingin membantu mereka. Setidaknya membantu mereka dalam menentukan pilihan, membantu mereka mebaca peta, memahami simbol-simbol di dalamnya, mengaplikasikan lentera, meramu obat penawar, serta menentukan arah tujuan. Bukan, bukan untuk mengikuti jalan yang aku tentukan, karena bisa jadi arah yang aku pilih justru menyesatkan. Di sisi lain, aku sangat benci terhadap cara beberapa orang yang merasa pilihannyalah yang paling benar. Sungguh, aku tak pernah membantah atau tak sepakat dengan apa yang mereka tentukan. Aku hanya membenci sikap mereka yang merendahkan pilihan orang lain, menyalah-nyalahkan orang lain, sedangkan standar kebenaran yang mereka gunakan bukan pada kebenaran yang murni, tercampur oleh kepentingan golongan atau pribadi. Atau bisa jadi mereka sudah terpengaruh oleh musuh yang sengaja membelokkan arah dan tujuan.
Tuhan, aku merasa sudah begitu banyak orang yang mengaburkan makna-makna simbol atas surat cinta-Mu. Tak sedikit dari mereka yang membelokkan arah dalam peta itu. Ada yang selalu berusaha meredupkan lentera-Mu. Banyak juga yang menawarkan obat penawar lain selain obat dari-Mu. Maka orang yang tersesat makin tersesat. Orang yang butuh cahaya malah menjadi buta, menabrak sana-sini penuh luka. Orang yang sakit semakin parah sakitnya.
Tuhan, sungguh suasana yang kurasakan serba membingungkan dan menakutkan. Kabut gelap menyelimuti alam, sementara lentera menyala tapi kurang terang. Tak ada hitam dan putih, semua serba abu-abu. Obat dan racun mencampur jadi satu, sehingga sudah sulit lagi untuk diramu.
اَللَّهُمَّ اَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ وَاَرِنَا الْبَاطِلَ بَاطِلًا وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ

Tuhan, tunjukkanlah pada kami bahwa yang benar itu benar, dan karuniakanlah pada kami untuk mengikutinya. Tuhan, tunjukkanlah pada kami bahwa yang salah itu salah, dan karuniakanlah pada kami untuk menjauhinya.
25 Desember 2015

Tuesday, December 15, 2015

Meledak #Tentang Batu 3

Akhirnya batu itu memecahkan salah satu bagian sisinya. Akhirnya semua bisa sedikit demi sedikit melihat apa yang disembunyikannya. Akhirnya para ilmuwan geologpun bisa benar-benar mengklasifikasikan batu tersebut termasuk golongan apa.
Dia telah abai pada konsekuensi jika pecahannya mengenai siapapun yang ada di sekelilingnya. Karena bisa jadi itulah yang terbaik baginya. Bisa jadi sebelumnya dia sedang tidak fokus karena kantuk atau lelah sehingga membuat yang terkena lemparan pecahannya itu menjadi sadar. Atau justru sebaliknya, sebelumnya dia terlalu fokus pada sesuatu dan melupakan keadaan sekitar sehingga ketika terkena pencahannya itu dia menjadi sadar akan kondisi di sekitarnya.
Dia sudah tak lagi mempertimbangkan jika pecahannya akan melukai siapapun yang ada di sekelilingnya. Kalaupun pecahannya melukai manusia, binatang, atau makhluk apapun bahkan benda mati apapun yang ada di kelilingnya, dia sudah menyaksikan sendiri bahwa akan ada yang menolong yang terlukai tersebut meskipun dia sendiri tidak bisa menjamin apakah yang terlukai itu benar-benar tersembuhkan.
Dia tak lagi memikirkan bagaimana jika bongkahan yang terlempar akan menghancurkan siapapun yang ada di sekitarnya. Karena kehancuran tak selalu menyimbolkan keburukan. Bisa jadi setelah kehancuran, memunculkan pembangunan-pembangunan baru yang lebih mengesankan.
Akhirnya batu itu pecah meski baru salah satu bagian saja. Akhirnya batu itu melonggarkan pertahanannya atas pukulan dan benturan yang terus menerus menimpanya.

15-12-2015
di sebuah hutan yang panas 

Saturday, December 12, 2015

Janji Cinta

Telah lama kupendam bibit cinta
Tapi aku menyuburkannya dengan hama
Maka lihat saja batangnya
Tak mampu berdiri tegak bersahaja
Lalu kuikat ia pada kayu dengan paksa
Jangankan buah manis dan segar rasanya
Padahal menopang daun saja tak bisa
Akupun memaksa berbuah juga
Obat-obat dengan berbagai formula
Tapi aku mengurus buah terlalu lama
Sementara lupa pada hama
Maka buah cinta tak seperti seharusnya
Malah mengandung racun yang berbahaya

Duhai aku akan tetap terus berusaha
Untuk mempersembahkan padamu cinta yang sesungguhnya
22:00

12-12-15

Friday, December 11, 2015

Cinta Palsu

Mungkin aku telah berdusta mengaku cinta
Nyatanya aku tak pernah suka saat kita bersama
Mungkin aku hanya bercanda bilang cinta
Buktinya aku tak pernah sadar kita sedang berdua

Tapi tak bisa kupungkiri
Sayangmu padaku sungguh berarti
Akupun tak bisa menghindar dan pergi
Belas kasihmu sungguh kunanti

Mungkinkah aku tak pernah tahu
Bahwa kau sedang cemburu
Ataukah sudah tak punya malu
Terus memanja ini dan itu

Tak hanya kere
Yang tiap hari makannya tahu tempe
Jangan-jangan aku juga matre
Ada maunya ketika bilang oke

Tentu aku tak bisa bilang kau bodo
Justru pasti kau sangat jago
Juga pandai berskenario
Sehingga akulah yang menjadi bego

Semoga rasa sayangmu padaku tak pernah hilang
Semoga belas kasihmu tak akan lekang
Semoga akhirnya aku kembali terpikat padamu
Semoga nantinya aku kembali pada cintamu


bisikan dalam hati,
11-12-15

Perjalanan Bersama

Duhai kawan, bukankah sudah pernah kusampaikan secara terang-terangan padamu, baik lisan maupun tulisan? Bukankah berulang kali secara implisit juga kusampikan?

“Janganlah berjalan di belakangku, karena aku tak mau kau mengikutiku
Jangan pula berjalan di depanku, karena aku tak mau mengikutimu
Tapi berjalanlah di sampingku, kita berjalan bersama, saling mengingatkan dan menguatkan”

Aku tak ingin di depanmu, karena aku takut terlalu fokus di depan sehingga melupakan bahwa ada kamu di belakangku. Aku takut meninggalkanmu atau terpisah darimu sementara ujung perjalanan masih jauh dari pandangan. Aku tak berani di depan, karena bisa jadi dan kemungkinannya sangat tinggi aku salah membaca rambu-rambu jalan, sehingga justru malah menyesatkan.
Aku juga tak mau di belakangmu. Bisa jadi juga kau terlalu cepat di depan dan melupakanku. Sementara aku tertinggal jauh di belakang dan tak bisa lagi melihatmu. Selain itu akupun tak bisa menjamin kau benar-benar tahu dan memahami peta itu.  
Memang pemimpin harus tetap ada. Namun, kita bisa berbagi tugas bukan? dan tentu pemimpin di sini tak bisa diartikan harfiah harus di depan bukan? dan ketika pemimpin salah, bukankah yang dipimpin juga punya kewajiban untuk mengingatkan dan mengarahkan pemimpin?
Akan tiba masanya ketika salah satu dari kita tertutup pandangannya, terbelokkan arahnya, keluar dari jalurnya, maka salah satu diantara kita yang melihat dan memahami peta-lah yang akan meluruskannya kembali.
Akan ada saatnya ketika mungkin salah satu diantara kita tesandung dan jatuh terjerembab. Maka salah satu diantara kita yang tidak terjatuhlah yang akan menolong dan membantu untuk kembali bangkit.
Lebih banyak lagi, dan selalu akan selalu bertambah lebih lagi, situasi kondisi dan keadaan yang di luar dugaan kita. bisa jadi kita akan berpisah di tengah jalan sebelum sampai di tujuan. Entah karena persimpangan yang berbeda jalan, atau salah satu diantara kita harus kembali, atau justru salah satu diantara kita harus berhenti.
Kawan, mari kita eratkan genggaman. Mari kita kuatkan dengan bergandengan. Mari bersama meniti jalan, menghadapi rintangan, menyelesaikan permasalahan, dan mari songsong tujuan dengan keberhasilan yang gemilang.
Yogyakarta, 2012-2015

Wednesday, December 9, 2015

Sebuah Pandangan

Jikalau tujuan seolah tak dapat diraih, mengapa masih di sini?
Sebuah pertanyaan yang menggigit atau sebuah keadaan yang sulit. Ketika seolah langkah kaki sudah gontai, ketika tangan seolah tak sampai lagi untuk menggapai, ketika seluruh anggota tubuh sudah lunglai, lalu untuk apa hidup ini? Ke arah mana lagi perjalanan ini?
Mengapa masih di sini? Karena keyakinan harus dikuatkan bahwa seberat apapun permasalahan pasti selalu ada solusi yang ditawarkan. Sebanyak apapun ujian pasti memiliki penyelesaian. Setinggi apapun gunung yang menghadang pasti ada jalan setapak untuk menaklukkan.
Mengapa masih di sini? Karena pasti bukan sebuah kebetulan suatu keadaan masih di sini. Selalu ada makna dalam setiap peristiwa. Selalu ada arti mengapa suatu hal bisa terjadi. Masih di sini, berarti menunjukkan bahwa masih ada peran di sini. Siapa bilang tujuan itu tidak dapat dicapai? Mungkin bisa jadi iya. Tapi, kalaupun toh tidak bisa mencapainya, masih di sini menunjukkan bahwa ada peran dalam pencapaian. Perjuangan harus tetap dilakukan, meski tujuan itu pada nantinya tercapai bukan dengan tangan si pejuang. Namun keyakinan harus tetap kuat bahwa apapun yang dilakukan pasti memiliki pengaruh terhadap tercapainya tujuan. Keyakinan menjadi landasan atas setiap hal yang dilakukan. Meski harus berjuang dengan sendirian.

Ketika kebencian, kedengkian dan kekecewaan meracuni hati dan tak bisa lagi diobati, modal apalagi yang bisa diandalkan?
Ketika banyak hal yang membuat sakit hati dan benci, ketika seolah ketidakadilan dan kecemburuan menumbuhkan tanaman iri dan dengki, ketika banyak orang di sekitar yang tak dapat lagi digantungi harapan, hanya satu hal yang mampu diandalkan.
Modal apa lagi yang dapat diandalkan?
Cinta. Karena cinta mampu merobohkan sekokoh apapun bangunan kebencian. Cinta mampu menggugurkan tumpukan batu kedengkian. Dan cinta mampu menghapuskan sekelam apapun kekecewaan.

Keyakinan dan cinta. Dua kombinasi yang saling mengikat dan menguatkan. Ikatan yang menghasilkan kesungguhan dalam berusaha tapi juga melibatkan perasaan hati dan emosi di dalamnya. Namun, keyakinan dan cinta tak selayaknya diumbar begitu saja. Tak sedikit orang yang mengatakan keyakinan atas cintanya tapi tak memahami dan mendalami apa yang dikatakannya. Maka butuh satu hal lagi untuk membungkusnya, untuk menghiasnya agar tampak elegan dan justru meyakinkan.
Sebuah bungkus/cover harus tampak menarik, membuat orang penasaran apa yang sebenarnya disembunyikan. Sebuah bungkus yang tampak menarik bagiku adalah kacamata hitam. Bukan kacamata orang buta, bukan pula kacamata kuda, apalagi kacamata bajak laut yang hanya sebelah saja. Kacamata hitam terlihat elegan. Cukup untuk menyembunyikan pandangan keyakinan dan cinta yang mendalam. Terlebih lagi, kacamata hitam menimbulkan banyak sekali penilaian. Ada yang mengira orang buta, seolah tak melihat apa-apa di depannya. Ada yang mengira kacamata kuda, hanya terfokus pada apa yang ada di depannya, tak bisa melihat di kanan-kirinya. Ada juga yang mengira kacamata bajak laut, pandangan yang sombong dan congkak, beringas dan kejam. Namun, kacamata hitam justru adalah kebalikan semuanya. Dia justru melihat banyak hal yang ada di depannya, di kanan kirinya, tanpa sepengetahuan orang-orang yang dilihatnya. Dia justru melihat dengan tatapan kasih sayang namun juga tetap tegas dan tegar.
Kekuatan yang tersamarkan dengan kecacatan. Kepedulian yang terbelokkan dengan mengalihkan pandangan. Ketulusan yang terbayangi oleh keterpaksaan.

Hmmm, sebuah tulisan tak jelas dan membingungkan.

9 Desember 2015

Tuesday, December 8, 2015

Hidup Adalah Pilihan II

apakah hidupmu benar-benar bermakna?
apakah kau benar-benar sadar , jauh-jauh pergi dari rumah, memilih untuk belajar?
apakah benar tujuanmu sekolah-kuliah adalah belajar?
ataukah hanya demi ijazah yang hanya selembar?
lalu, akankah mengikuti kebanyakan orang, lulus, kerja, cari pasangan?
seperti itu kah?
kalau begitu, apa bedanya kau dengan binatang, mereka hanya sekedar mencari makan, mencari pasangan, melampiaskan kebutuhan, dan seterusnya?
apakah kau benar-benar hidup kawan?

Berawal dari status di facebook, sebuah pertanyaan mendasar yang mungkin sering atau beberapa kali mampir dalam benak (beberapa) orang. tak jarang pertanyaan-pertanyaan itu pun mampir dan mengganggu aktifitasku. Hingga akhirnya aku tuliskan dalam status facebook-ku.

Sehari kemudian, aku buka kembali facebook itu dan kudapati tiga komentar dari temanku:

1.           bekerja: Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
دِينَارٌ أَنْفَقْتَهُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ وَدِينَارٌ أَنْفَقْتَهُ فِى رَقَبَةٍ وَدِينَارٌ تَصَدَّقْتَ بِهِ عَلَى مِسْكِينٍ وَدِينَارٌ أَنْفَقْتَهُ عَلَى أَهْلِكَ أَعْظَمُهَا أَجْرًا الَّذِى أَنْفَقْتَهُ عَلَى أَهْلِكَ
“Satu dinar yang engkau keluarkan di jalan Allah, lalu satu dinar yang engkau keluarkan untuk memerdekakan seorang budak, lalu satu dinar yang engkau yang engkau keluarkan untuk satu orang miskin, dibandingkan dengan satu dinar yang engkau nafkahkan untuk keluargamu maka pahalanya lebih besar (dari amalan kebaikan yang disebutkan tadi, pen)” (HR. Muslim no. 995).
2.           melampiaskan hubungan: Dari Abi Dzar radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
( وفي بُضع أحدكم صدقة ) – أي في جماعه لأهله – فقالوا : يا رسول الله أيأتي أحدنا شهوته ويكون له فيها أجر ؟ قال عليه الصلاة والسلام : ( أرأيتم لو وضعها في الحرام ، أكان عليه وزر ؟ فكذلك إذا وضعها في الحلال كان له أجر ) رواه مسلم
”Dan di dalam kemaluan salah seorang di antara kalian adalah sedekah.” -Maksudnya dalam jima’nya (hubungan intim) terhadap istrinya- Maka mereka (Sahabat) berkata:”Wahai Rasulullah! Apakah salah seorang di antara kami mendatangi keluarganya (menunaikan syahwatnya/jima’) dan dia mendapatkan pahala?” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berabda:”Bukankah apabila dia menunaikannya (jima’) di tempat yang haram dia akan mendapatkan dosa?” Maka demikian juga seandainya dia menunaikannya di tempat yang halal (istrinya) maka dia akan mendapatkan pahala.”(HR. Muslim)
3.           hidup memang seperti itu tongue emoticon setiap orang sudah ditakdirkan dg amaalnya, jangan mempersulit hidup fuz XD:
 عَنْ عَلِىٍّ - رضى الله عنه - قَالَ كَانَ النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم - فِى جَنَازَةٍ فَأَخَذَ شَيْئًا فَجَعَلَ يَنْكُتُ بِهِ الأَرْضَ فَقَالَ « مَا مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ إِلاَّ وَقَدْ كُتِبَ مَقْعَدُهُ مِنَ النَّارِ وَمَقْعَدُهُ مِنَ الْجَنَّةِ » . قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ أَفَلاَ نَتَّكِلُ عَلَى كِتَابِنَا وَنَدَعُ الْعَمَلَ قَالَ « اعْمَلُوا فَكُلٌّ مُيَسَّرٌ لِمَا خُلِقَ لَهُ ، أَمَّا مَنْ كَانَ مِنْ أَهْلِ السَّعَادَةِ فَيُيَسَّرُ لِعَمَلِ أَهْلِ السَّعَادَةِ ، وَأَمَّا مَنْ كَانَ مِنْ أَهْلِ الشَّقَاءِ فَيُيَسَّرُ لِعَمَلِ أَهْلِ الشَّقَاوَةِ » . ثُمَّ قَرَأَ ( فَأَمَّا مَنْ أَعْطَى وَاتَّقَى * وَصَدَّقَ بِالْحُسْنَى ) الآيَةَ
Artinya: “Ali radhiyallahu ‘anhu berkata: “Pernah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasalllam pada sebuah jenazah, lalu beliau berdiam sejenak, kemudian beliau menusuk-nusuk tanah, lalu bersabda:“Tidak ada seorangpun dari kalian melainkan telah dituliskan tempatnya dari neraka dan tempatnya dari surga”. Para shahabat bertanya: “Wahai Rasulullah, kenapa kita tidak bersandar atas takdir kita dan meninggalkan amal?”, beliau menajwab: “Beramallah kalian, karena setiap sesuatu dimudahkan atas apa yang telah diciptakan untuknya, siapa yang termasuk orang yang ditakdirkan bahagia, maka akan dimudahkan untuk mengamalkan amalan penghuni surga, adapun siapa yang ditakdirkan termasuk dari dari orang yang ditkadirkan sengsara, maka ia akan dimudahkan untuk mengamalkan amalan penghuni neraka”. Kemudian beliau membaca ayat:
{فَأَمَّا مَنْ أَعْطَى وَاتَّقَى (5) وَصَدَّقَ بِالْحُسْنَى (6) فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْيُسْرَى (7)} [الليل: 5 - 7]
Artinya: “Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa”. “Dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (surga)”. “Maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah”. QS. Al Lail: 5-7.

Komentar itu cukup bagiku untuk menjadi tamparan dan menjadi bahan renungan. Apakah selama ini aku benar-benar mempersulit hidupku sendiri? Hingga akhirnya hadits-hadits yang dipaparkan temanku itu menerbangkanku pada ayat-ayat ini dan terus menjadi renunganku:
1.      Bekerja

وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الآخِرَةَ وَلا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا وَأَحْسِنْ كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ وَلا تَبْغِ الْفَسَادَ فِي الأرْضِ إِنَّ اللَّهَ لا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (Al-Qoshosh: 77)
Allahpun juga mem-firmankan untuk kita agar tidak melupakan kebahagiaan dunia, tapi sebelum itu, Allah menekankan pada kebahagiaan di akherat
2.      Melampiaskan nafsu
زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَاْلأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ذَلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَاللهُ عِندَهُ حُسْنُ الْمَئَابِ 
Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak[186] dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga)” (Ali Imran:14)
karena memang sudah ditentukan mana-mana saja yang akan menjadi kebutuhan manusia, melampiaskan nafsu manusia...
أُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ إِلَى نِسَائِكُمْ هُنَّ لِبَاسُُ لَّكُمْ وَأَنتُمْ لِبَاسُُ لَّهُنَّ عَلِمَ اللهُ أَنَّكُمْ كُنتُمْ تَخْتَانُونَ أَنفُسَكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ وَعَفَا عَنكُمْ فَالْئَانَ بَاشِرُوهُنَّ وَابْتَغُوا مَاكَتَبَ اللهُ لَكُمْ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ اْلأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ اْلأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى الَّيْلِ وَلاَ تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ تِلْكَ حُدُودُ اللهِ فَلاَ تَقْرَبُوهَا كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللهُ ءَايَاتِهِ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ 
“Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan istri-istri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi maaf kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri’tikaf dalam masjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayatNya kepada manusia, supaya mereka bertakwa.” (Al-Baqarah: 187).
bahkan tata caranyapun juga telah diatur, ada batasan-batasannya
3.      tidak, tidak
tidak sekedar ditakdirkan, Allah sendiri mengulang firmannya dua kali untuk manusia agar mereka beramal, karena amalnya akan dilihat dan akan dipertanggung jawabkan...
..... وَسَيَرَى اللَّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُ ثُمَّ تُرَدُّونَ إِلَى عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ - 
“.........Dan Allah serta Rasul-Nya akan melihat pekerjaanmu, kemudian kamu dikembalikan kepada Yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu Dia memberitahukan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” (At-Taubah:94)
وَقُلِ اعْمَلُوا فَسَيَرَى اللَّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُ وَالْمُؤْمِنُونَ ۖ وَسَتُرَدُّونَ إِلَىٰ عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
“Dan Katakanlah: "Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan” (At-Taubah:105)
terlebih lagi, 5 kali Allah berfirman menyuruh utusannya berkata kaumnya untuk beramal sesuai kehendak dan kemampuannya yang nantinya akan dibedakan mana yang beruntung mendapat balasan dan satu lagi mendapat adzab/siksa yang menghinakan...
“Dan katakanlah kepada orang-orang yang tidak beriman: "Berbuatlah menurut kemampuanmu; sesungguhnya Kami-pun berbuat (pula)." Dan tunggulah (akibat perbuatanmu); sesungguhnya kamipun menunggu (pula)." (Hud: 121-122)
“Sesungguhnya orang-orang yang mengingkari ayat-ayat Kami, mereka tidak tersembunyi dari Kami. Maka apakah orang-orang yang dilemparkan ke dalam neraka lebih baik, ataukah orang-orang yang datang dengan aman sentosa pada hari Kiamat? Perbuatlah apa yang kamu kehendaki; Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan” (Fushshilat: 40)
“Katakanlah: "Hai kaumku, berbuatlah sepenuh kemampuanmu, sesungguhnya akupun berbuat (pula). Kelak kamu akan mengetahui, siapakah (di antara kita) yang akan memperoleh hasil yang baik di dunia ini. Sesungguhnya orang-orang yang zalim itu tidak akan mendapatkan keberuntungan” (Al-An'am: 135)
“Dan (dia berkata): "Hai kaumku, berbuatlah menurut kemampuanmu, sesungguhnya akupun berbuat (pula). Kelak kamu akan mengetahui siapa yang akan ditimpa azab yang menghinakannya dan siapa yang berdusta. Dan tunggulah azab (Tuhan), sesungguhnya akupun menunggu bersama kamu." (Hud: 93)
“Katakanlah: "Hai kaumku, bekerjalah sesuai dengan keadaanmu, sesungguhnya aku akan bekerja (pula), maka kelak kamu akan mengetahui siapa yang akan mendapat siksa yang menghinakannya dan lagi ditimpa oleh azab yang kekal." (Az-Zumar: 39-40)
mempersulit hidup hanyalah interpretas belaka atas apa yang aku tuliskan. tapi, bagaimanakah sikap kita menghadapi sindiran atau peringatan atas ayat ini?
وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِنَ الْجِنِّ وَالْإِنْسِ ۖ لَهُمْ قُلُوبٌ لَا يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لَا يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ آذَانٌ لَا يَسْمَعُونَ بِهَا ۚ أُولَٰئِكَ كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ ۚ أُولَٰئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ
“Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.” (Al-A'raf: 179)

berapa kali juga dalam Al-Quran kita disindir dan dipancing "maka apakah kalian tidak berpikir?"
dan pertanyaan-pertanyaanku diatas bagiku patut untuk dipikirkan, hmmmm, tak sekedar dipikirkan sebenarnya, malinkan menuntut jawaban dalam sikap bagaimana menjalani kehidupan ini

apakah aku mempersulit hidup?
terserah bagaimana interpretasi itu, tapi yang jelas aku menikmati permainan dan senda gurau ini.... 
Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka[468]. Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertaqwa. Maka tidakkah kamu memahaminya? (Al-An'am: 32)
Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui (Al-Ankabut: 64)
Sesungguhnya kehidupan dunia hanyalah permainan dan senda gurau. Dan jika kamu beriman dan bertakwa, Allah akan memberikan pahala kepadamu dan Dia tidak akan meminta harta-hartamu (Muhammad: 36)

Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah- megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu(Al-Hadid: 20)

Friday, December 4, 2015

Masalah???

Begitu banyak permasalahan yang menimpa diri. Seolah memaklumi aku untuk berhenti. dan pantas bagiku menjadikannya alasan untuk tidak beraksi. Sungguh begitu berat dan selalu membuat penat. Tanggung jawab, peran, serta amanat. Keluarga, pendidikan, pekerjaan, jabatan, teman, juga peran dalam masyarakat. Perbedaan keinginan dengan orangtua, tuntutan akademik, tugas-tugas kerjaan, berselisih dengan teman, dan kondisi dalam masyarakat. Bertubi-tubi menghujani dan tak mau berhenti, membuat rasa gelisah di hati. Berputar-putar mengaduk-aduk pikiran, terus menusuk dan menghunjam.
Inferior. Sungguh tak pantas diri ini menyandang tanggung jawab yang begitu berat. Sungguh tak layak diri ini memegang amanat. Sungguh amat jauh dari syarat. Tak sedikit yang meremehkan, seolah mempertanyakan “kau ini siapa?” “masak orang ini kayak gitu?”. Entah apakah itu benar-benar merendahkan atau justru kalimat motivasi yang tersamarkan, atau pengingat diri agar terjaga dalam kebenaran. Ada juga yang berlebihan “kau ini punya banyak potensi” “kau sangat dibutuhkan di sini”. Entah apakah itu menyindir yang merendahkan atau benar-benar memuji dan menanamkan harapan.
Merasa sendiri. Seolah semua tanggung jawab, peran, dan amanat itu harus aku selesaikan sendiri. Sementara orang yang harusnya membantu malah justru tidak peduli dan pergi. Kewajiban-kewajiban silih berganti. Tak jarang double job dan banyak peran dalam satu waktu harus aku lakukan sendiri.
Bermuka dua. Tak jarang diri ini tampak senang dan bahagia padahal hati menderita. Sering kali mengumbar senyuman padahal dalam hati menyimpan sesak tangis yang mendalam. Ikut dengan teman tertawa bersama-sama. Namun ketika sendiri diam seketika, diam seribu bahasa. Meratapi nasib yang entah ke mana ujungnya.
Sakit. Salah satu akibat yang muncul dari setiap hal yang terjadi. Pikiran terkuras. Fokus pada pencarian solusi dari setiap permasalahan. Dan sudah menjadi hukum alam, ketika satu anggora tubuh lelah yang lain pun akan merasakannya. Ketika pikiran terkuras habis untuk berpikir terus menerus kelelahan otak juga akan menimbulkan kelelahan pada seluruh tubuh. Fisik menjadi mudah lelah dan terserang penyakit. Dan ketika fisik sudah sakit, pikiranpun juga akan terpengaruh, menjadi mudah menyimpulkan dan mudah berprasangka. Sebab-akibat yang terus menerus berputar berkelindan, saling berpengaruh dan terpengaruh. Untuk apa aku hidup? Peran apa yang sebenarnya aku mainkan? Apa yang sebenarnya aku perjuangkan? Maka pertanyaan-pertanyaan dasar itu menguak. Menunggu jawaban dengan cepat dan tepat. Menuntut tindakan yang sigap dan tanggap.
Dulu, dengan yakin dan mantap aku niatkan hanya untuk melakukan hal yang benar. Memperjuangkan mimpi dan harapan. Namun kali ini seolah tak bisa lagi kubedakan mana yang benar dan mana yang bukan. Saat ini semua menjadi samar. Yang benar tampak tak benar, sebaliknya yang tak benarpun seolah tampak benar. Sedang harapan hanya tampak seperti mimpi yang jauh dari dunia nyata. Sedang tak sedikit pula mimpi justru menjadi nyata.
Seringkali kau terkungkung oleh pikiranmu sendiri. Tak jarang kau terjebak dalam permasalahan-permasalahan yang kau buat sendiri. Hingga kau lupa bahwa begitu banyak nikmat dan fasilitas yang tersedia. Hingga kau abai pada kesempatan-kesempatan yang terbuka lebar di depan mata.
Ingatlah bahwa kau bukan siapa-siapa. Kau bukan ulama dengan segudang ilmu dan jawaban atas setiap permasalahan. Terlebih kau bukan Tuhan yang bisa menentukan apa yang diinginkan. Kau hanya murid dengan ilmu yang sedikit tapi sudah merasa siap menghadapi setiap tantangan yang membuat hati sempit. Kau tak lebih hanya manusia biasa yang tak memiliki apa-apa. Kau hanya hamba yang mengandalkan harap dan doa, yang mengandalkan amalan yang bahkan tak pernah konsisten kau laksanakan, yang justru masih terkungkung dengan maksiat dan dosa yang rutin saban hari kau lakukan.
Begitu banyak jalan keluar yang sudah ditawarkan dan kau tahu tentang kebenarannya, tapi justru kau malah menjauh darinya. Begitu banyak kesempatan untuk memperbaiki diri tapi kau mengabaikannya.
Dengan sombong kau memperingatkan orang. Berlagak congkak kau merasa benar. Bolehlah kau mengingatkan orang, tapi jangan lupakan untuk melihat cermin siapa dirimu? Benarkah kau yang benar? Jangan-jangan kau tak lebih baik dari orang yang kau peringatkan.
Dunia sudah sama sekali berubah. Usaha yang terbaiklah yang bisa dilakukan. Terkadang hal terbaik yang bisa dilakukan adalah dengan memulai dari awal. Meski dari hal yang terkecil sekalipun. Usah pedulikan omongan orang lain tentang diri ini, tapi fokus pada apa yang bisa memperbaiki, abaikan yang malah merusak diri.
Dunia tak seperti yang kita perkirakan. Kejahatan bisa terjadi di mana saja, kapan saja, dan dalam keadaan bagaimana saja. Bisa jadi para pelaku adalah orang-orang yang berada di sekeliling kita. kalaupun kau tahu, kejahatan dan keburukan itu tak hanya berhenti sanpai di situ. Semua akan terus menerus terjadi hingga pada akhirnya kehancuran benar-benar terjadi. Kecuali jika kau benar-benar mau menghentikannya. Mungkin memang permintaan ini berat. Tapi harga sebuah kebenaran memang mahal. Selalu mahal. Dan harga itu pantas untuk ditebus. Walaupun hanya kau yang berjuang sendirian, maka tak masalah. Tapi semoga kau tak benar-benar sendirian.

Evaluasi diri. Perbaiki diri. Gerakkan diri sendiri. Nasihat-nasihat baik tak akan ada arti jika diri tak mau mengakui. Terkadang kau harus menggenggam tanganmu sendiri untuk meyakinkan bahwa dirimu itu kuat. Terkadang kau harus rela melepas orang lain agar bisa kembali bangkit. Terkadang benar-benar sendiri justru membuatmu terbebas untuk terus beraksi daripada merasa sendiri di tengah keramaian. Tapi kau tak akan pernah bisa melepaskan-Nya bahwa untuk membuktikan bahwa kau mampu. Ada jalan yang tidak pernah kau pikirkan dan ada kekuatan yang tak pernah kau bayangkan.

Sunday, November 15, 2015

Detektif Kecil

Kelas enam merupakan tahapan akhir dalam proses pendidikan SD di Indonesia. Tingkat penentuan apakah siswa dapat melanjutkan menuju tingkat SMP atau masih tetap tinggal di SD. Kelas enam merupakan tahapan akhir berproses dan berdinamika bersama teman-teman sekelas dan seangkatan yang sudah lima tahun lamanya bersama. Bersama belajar menuntut ilmu-ilmu dasar sebagai bekal untuk tingkat selanjutnya.
Proses enam tahun selama di SD ternyata bukan waktu yang lama. Justru sungguh sangat singkat jika fokus pada masa yang mendekati perpisahan. Hingga akhirnya masa ujian pun tiba. Ujian demi ujian yang akan menentukan. Ujian sekolah, ujian praktek, dan Ujian Nasional. Namun tulisan ini tidak akan menceritakan tentang proses belajar mengajar dalam masa SD hingga proses kelulusan. Tulisan ini akan menceritakan satu scene istimewa yang terjadi dalam setting kelas enam di tahun 2005.
Angkatan kelulusan SD 2005 ini berbeda, sejak kelas lima sekolah mengeluarkan kebijakan untuk memisah murid laki-laki dan perempuan. Angkatan yang dari dulu terdiri dari dua kelas dan pembagiannya dilakukan secara merata sesuai jumlahnya, saat itu ketika mereka kelas lima mereka dipisah kelas berdasarkan jenis kelaminnya. Satu kelas terdiri dari laki-laki semua yang berjumlah 24 anak dan satu kelas lagi yang terdiri dari perempuan semua yang berjumlah 19 anak.
Fauz adalah salah satu siswa dari kelas yang laki-laki. Dialah siswa terpintar dari golongan laki-laki yang mendapat ranking satu setelah kelas dipisah antara laiki-laki dan perempuan. Dulu saat siswanya masih dicampur antara laki-laki dan perempuan, dia mendapat ranking dua karena ranking satunya pasti diraih temannya yang perempuan, Zahra namanya. Salah satu teman laki-laki yang menjadi saingannya adalah Fahri. Beberapa kali Fahri mengalahkannya dengan meraih ranking dua sehingga Fauz mendapat ranking tiga, atau pernah juga Fauz mendapat rangking empat karena peringkat keduanya diraih oleh Tiwi, teman dekat Zahra. Persaingan empat siswa-siswi ini selalu berubah-ubah, tetapi ranking satu selalu berhasil dimenangkan oleh Zahra. Namun, ketika kelas dipisah antara laki-laki dan perempuan, maka Fauz-lah pemenang di kelas laki-laki selama empat semester semenjak kelas lima hingga kelas enam. Sesuai dengan namanya Fauzi yang berarti kemanangan.
Fauz berasal dari keluarga tidak mampu. Tiap hari dia berangkat dari rumahnya yang berjarak kira-kira 3 km dengan memboncengkan kedua adiknya yang kelas tiga dan kelas satu. Saat kelas lima, Fauz terkenal dengan siswa yang sering terlambat. Namun ketika kelas enam, teman-temannya heran karena Fauz sudah tak lagi terlambat padahal di kelas enam ini dia memboncengkan kedua adiknya. Waktu kelas lima dulu, dia berangkat sekolah naik sepeda sendiri, kakaknya yang kelas enam memboncengkan adiknya yang masih kelas dua. Jika ketika berangkat sekolah Fauz memboncengkan kedua adiknya, ketika pulang Fauz memboncengkan teman sekaligus sahabatnya, teman sekaligus sahabat kakaknya juga, karena sebenarnya dia dulu adalah teman sekelas kakaknya. Namun karena dia tidak naik kelas saat kelas tiga, dia menjadi teman seangkatannya Fauz, dan menjadi teman sekelas ketika kelas dipisah berdasar jenis kelamin, namanya adalah Harto. Adik-adiknya sudah pulang duluan dijemput orangtua atau pulang bersama temannya, karena jadwal pulang kelas satu dan tiga lebih awal dibandingkan kelas enam, apalagi kalau ada kelas tambahan atau les untuk kelas enam.
Harto adalah salah satu siswa yang berasal dari keluarga tidak mampu juga. Rumahnya sebenarnya tidak sejauh rumah Fauz, tetapi medannya yang naik ke atas menjadi tantangan tersendiri. Setiap hari berangkat dan pulang sekolah dengan berjalan kaki. Fauzlah yang menjadi temannya yang mau memboncengkannya sebentar sampai persimpangan yang memisahkan tujuan rumah mereka.
Layaknya dalam kisah-kisah atau cerita-cerita dalam dongeng atau sinetron, mereka mempunyai semacam musuh bebuyutan, siswa paling nakal dan paling jahil, namanya adalah Mustafa. Perawakan Mustafa adalah siswa yang paling besar dan berbadan gemuk. Lagi-lagi seperti dalam kisah-kisah dalam dongeng atau cerita lainnya, perawakan siswa yang nakal selalu dicitrakan dengan yang besar dan gemuk. Sangat jauh jika dibandingkan Fauz dan Harto yang berperawakan kecil. Mustafa sebenarnya juga teman kakaknya Fauz, dulu juga sekelas dengan Harto. Dia tidak naik kelas ketika kelas lima. Kenakalan Mustafa dilakukan dengan sering memukul atau meinta dengan paksa uang temannya. Kemudian uang itu digunakan untuk membeli jajan sendiri. Harto sering menjadi orang yang dirampasnya. Musuh bebuyutan lain selain Mustafa adalah Awaf, salah satu siswa yang kaya raya tetapi memiliki sifat kesombongan. Terkadang Awaf merendahkan teman-temannya yang lain terlebih jika dia tahu sedikit kesalahan atau suatu hal yang memalukan. Maka dengan percaya diri dia akan mengungkap masa-masa itu untuk mengejek dan membuat malu siswa lain. Harto sering diejek rambut keriting. Fauz sering diejek dengan masa kelas satunya yang dulu pernah berak di kelas. Siswa-siswi yang lain juga sering diejek dengan masa kelas satu atau kelas sebelumnya yang menurutnya lucu untuk ditertawakan bersama. Atau ejekan-ejekan nama pacar, nama orantua, dan sebagainya. Awaflah yang selalu menjadi kompor semua ejekan itu. Dinamika dalam kelas itu tidak selalu menjadi Fauz-Harto vs Mustafa atau Fauz-Harto vs Awaf. Pernah juga Fauz-Harto-Awaf-dan semua siswa sekelas vs Mustafa, atau Fauz-Harto-Mustafa-dan beberapa teman sekelas vs Awaf, semua tergantung konteks permasalahan yang ada. Banyak juga siswa lain yang tidak muncul dalam tokoh cerita ini yang juga nakal atau baik sifatnya. Pernah juga Awaf-Mustafa-dan beberapa siswa vs Fauz, karena Fauz tidak mau memberikan contekan ketika mengerjakan tugas dari guru. Tak jarang juga ketika mereka semua bersatu, ketika tidak ada sama sekali permasalahan atau ketika mereka memiliki satu musuh yang sama. Dan kisah ini menceritakan tentang itu, cerita singkat ketika mereka menghadapi musuh yang sama.
Kisah ini terjadi ketika waktu mendekati perpisahan, ketika waktu mendekati ujian-ujian yang siap menunggu kelas enam waktu itu. Bukan, musuh mereka bukanlah ujian demi ujian itu. Musuh mereka memang belum tampak, dan bisa jadi musuh mereka adalah teman mereka sendiri. Musuh dalam selimut begitu pepatah menyebutkannya. Siapakah musuh itu? Dia adalah pencuri. Dalam beberapa waktu terakhir, banyak siswa yang mengeluh dan mengadu kepada guru kalau mereka kehilangan uang. Baik siswa laki-laki maupun perempuan. Sebenarnya tidak terlalu sering kehilangan itu terjadi, tetapi sudah cukup banyak untuk dikatakan sebagai sebuah kasus.
Saling tuduh dan curiga menjadi suasana yang tidak mengenakkan. Guru-gurupun juga tidak bisa menuduh sembarang orang. Harus ada bukti atau saksi, atau lebih mudah lagi jika ada yang mengakui. Tetapi, tentu pencuri tak akan mengakui kesalahannya, bukan? maka permasalahan ini menjadi pelik bagi siswa-siswa kelas enam saat itu. Awaf dan Mustafa juga menjadi geram. Tak jarang mereka memberikan ancaman jika sang pencuri ketahuan. Beberapa anak yang dicurigai sudah sering diinterogasi baik oleh teman-teman atau guru. Sederhana pemikiran saat itu, mereka yang jajannya banyak ketika kehilangan itu terjadi pasti dinterogasi. Hanya Fauz yang benar-benar mencoba memahami setiap alasan teman-temannya ketika diinterogasi; “sudah biasa jajan kayak gini”, “emang uang sakunya segitu”. Kesulitan lainnya adalah bahwa kehilangan itu tidak terjadi setiap hari. Seolah dia adalah pencuri yang profesional dan berpengalaman. Ada jeda tertentu, ada momen tertentu kapan pencurian itu dilakukan. Ketika jam istirahat, ketika jam olahraga, ketika jam bebas, dan sebagainya dan tidak berturut-turut.
***********
Suatu hari, orangtua Fauz memberikan uang SPP sekolah untuk dibayarkan. Saat itu kemalasan Fauz sedang kumat, sehingga dia tidak langsung membayarkan uang SPP itu kepada guru. Hari-hari berlalu dan Fauz belum membayarkan juga uang itu. Fauz adalah salah satu diantara teman-temannya yang belum pernah menjadi korban pencurian karena uang sakunya toh sedikit. Siapa pula yang mengira kalau di tasnya ada uang SPP? Pikirnya saat itu. Tapi dia juga sedikit ceroboh. Fauz meletakkan kartu dan uang SPP di dalam tas tempat bagian dia juga meletakkan air minumnya. Sehingga ketika dia mengambil air minum tentu kartu dan uang SPP itu terlihat, apalagi kalau ada teman yang meminta air minumnya.
Salah satu kelebihan Fauz adalah kemampuan mengingatnya, kemampuan mengingat kejadian detail dalam situasi dan kondisi tertentu. Dia juga orang yang pendiam, sehingga seringkali menjadi orang yang mengamati keadaan sekitar. Beberapa hari berlalu setelah orangtua Fauz memberikan uang SPP-nya untuk dibayarkan. Saat itu sedang mata pelajaran kesenian. Seperti biasa kelas menjadi bebas karena ditinggal pergi gurunya. Keramaian dan keributan terjadi. Apalagi sebelumnya adalah jam olahraga, masih ada sisa-sisa semangat atau kelelahan setelah olahraga. Pada jam itu, Harto meminta minumnya dan Fauz mempersilahkan begitu saja untuk mengambil sendiri di dalam tasnya. Fauz mengingat dan melihat teman-temannya yang jajan banyak saat itu; Awaf, Agry, Harto, Mustafa, Hady, Shiddiq, dan Febri. Terkadang dia juga mengira-ngira sendiri dalam pikir dan imajinasinya, mencoba menebak siapa pelaku pencuri sebenarnya. Awaf, Agry, Hady, dan Mustafa tentu bukan. Uang saku mereka memang banyak dibandingkan yang lainnya. apalagi Agry dan Hady. Mereka adalah orang kaya yang baik, suka membantu dan peduli terhadap sesama. Awaf meskipun terkadang tampak sombong tapi juga memiliki banyak kebaikan dari dirinya. Mustafa yang terkenal nakal pun juga dicoret Fauz dari lis kemungkinan pencuri. Karena sejarah kenakalannya tidak pernah melakukan pencurian. Shiddiq yang juga salah satu siswa nakal juga dicoretnya. Dalam sejarah kenakalannya, yang diambil Shiddiq adalah alat tulis atau barang-barang lain yang kemudian disembunyikannya. Harto dan Febri termasuk orang yang lumayan sering jajan banyak, tetapi tidak setiap hari. Ah, pada akhirnya Fauzpun menyerah, toh akhir-akhir ini sudah tidak ada pencurian lagi.
Hari itu Fauz memutuskan untuk pergi ke kantor membayarkan SPP-nya yang sudah sekian lama ia tunda. Pembayaran dilakukan, namun ada sedikit yang membuat Fauz terkejut. Pak Guru mengatakan bahwa uangnya kurang sepuluh ribu dan memintanya untuk menambahkan esok hari. Fauzpun hanya mengiyakan saja. Sesampainya di rumah, Fauz mengadukan kepada ibu perihal pembayaran SPP-nya itu. Ibunya lebih terkejut.
“Bukankah waktu itu kamu juga ikut menghitung uangnya, kan uangnya sudah pas? Kok bisa kurang? Kamu pake buat jajan tidak?” ibunya berkomentar panjang.
“Tidak bu, ga tahu, kata Pak Gurunya gituu..” keluhnya. Dia juga menjadi sadar. Ada yang tidak beres. Ya, dia mengingat bahwa saat itu dia juga ikut menghitung dan memastikan bahwa uangnya sudah pas. Mengapa ketika dibayarkan bisa menjadi kurang sepuluh ribu?
“Kamu sih, makanya lain kali kalau sudah disuruh bayar segera dibayarkan, ga usah ditunda-tunda. Atau coba tanyakan temanmu, mungkin ada yang menemukan.” Nasihat ibunya saat itu.
***********
Esok harinya ayah Fauz memberikan uang tambahan untuk melunasi SPP-nya itu. Fauz menerimanya dan berjanji tidak mengulangi kesalahan yang sama. Namun, bukan hal itu yang membuat dia bertekad dan bersungguh-sungguh. Perbincangan singkat dengan ibunya kemarin memberikan banyak pencerahan. Tidak mungkin uang sepuluh ribu itu menguap begitu saja. Pasti ada orang yang mengambilnya. Dan sekarang dia sudah yakin dan tahu siapa pencuri itu. Bukti dan argumentasi sudah kuat. Dia bertekad untuk membongkar rahasia pencuri itu.
Sesampainya di sekolah, tekad dan kesungguhan Fauz tak sekuat di rumah tadi. Dia menjadi bimbang. Apa yang harus dia lakukan? Mengadu kepada guru? Atau membicarakan dengan teman-temannya? Ada ketidaktegaan bercampur dengan ketakutan jika dia membongkar rahasia sang pencuri itu. Waktu berlalu, hingga sampai pulang sekolahpun tidak ada yang dilakukannya.
Seperti biasa, Fauz pulang bersama Harto. Suasana hati Fauz masih bimbang dan ragu-ragu. Namun akhirnya dia membualtkan tekad untuk membahasnya, mengapa tidak dia bicarakan berdua saja dengan Harto, kan dia adalah teman dan sahabatnya, pikirnya saat itu. Perbincanganpun dimulai.
“Har, uang SPP-ku kemarin kurang sepuluh ribu, kayaknya ada yang ngambil deh, kamu tahu ga siapa yang ngambil?” tanya Fauz membuka pembicaraan.
“Waah, ya ga tahu” jawab Harto singkat. Fauz menangkap Harto memalingkan pandangan dan seolah ada yang disembunyikan.
“Kamu beneran ga tahu siapa yang ngambil, atau jangan-jangan malah kamu yang ngambil?” desak Fauz.
“Ga lah, ngapaian aku ngambil uang kamu?” jawab Harto lagi singkat dan malah memberikan pertanyaan balik.
“Siapa lagi kalo bukan kamu yang ngambil? Cuma kamu yang tahu aku naruh uang SPP itu dekat air minumku, cuma kamu yang hari itu minta minumku, dan hari itu kamu jajan lebih banyak dari biasanya. Siapa lagi kalo bukan kamu yang ngambil?” bukti dan argumentasi itu keluar semua dari mulut Fauz. Dia sudah tak tahan lagi memendam semuanya.
Harto diam seribu bahasa. Dia tak tahu lagi harus berkomentar apa. Rahasia yang selama ini ia simpan begitu rapat akhirnya terbongkar juga. Dan yang membongkar adalah sahabat dan teman terdekatnya. Apakah dia harus mengaku? Ataukah akan terus mengelak dan terus melakukan kebohongan? Fauz teman yang selalu baik kepadanya, dan tak pernah menyakitinya. Siswa yang terkenal baik dan pintar itu.
Suasana menjadi serba salah. dua orang yang biasanya saling tertawa dan bersenda gurau, kini saling diam mendiamkan. Fauz pun juga merasa bersalah. Bagaimana jika Harto bukan pencurinya? Dia telah menuduh dan menghilangkan kepercayaan selama ini yang sudah terbangun diantara mereka. Bagaimana jika Harto marah dan tak mau lagi menyapanya? Di sisi lain diapun juga tak dapat membayangkan bagaimana jika Harto benar-benar sebagai pencurinya. Akankah dia ikut diam dan membiarkannya terus mencuri? Ataukah akan mengadukan kepada wali kelas atau kepala sekolah? Mungkin ketidaktahuan terasa lebih menenangkan dibandingkan mengetahui hal sebenarnya. Tapi dia sudah terlanjur mengungkap semua tuduhannya. Sepanjang perjalanan menjadi menyuramkan sampai pada akhirnya Harto turun dari boncengan Fauz karena harus berpisah di persimpangan jalan.
************
Keesokan harinya rutinitas berjalan seperti biasanya. Berangkat sekolah, masuk dalam sekolah, pelajaran pertama, kedua, dan seterusnya hingga suatu saat diantara itu Harto mengajak berbicara dengan Fauz berdua. Dalam perbincangan itu Harto mengakui kesalahannya bahwa dialah yang mengambil uang SPP Fauz. Diapun juga mengakui bahwa dialah pelaku atas setiap kehilangan yang terjadi sebelumnya. Sekarang giliran Fauz yang diam seribu bahasa. Dia tak tahu harus berkomentar apa atau harus berbuat apa.
“Tapi, plis, tolong jangan bilangin ke siapapun ya Uz” pinta Harto dengan iba.
Di tengah kebingungan dan kebimgangannya, Fauz pun merasakan iba juga terhadap Harto. Tentu dia juga tak akan tega melaporkan pengakuan sahabatnya itu kepada siapapun apalagi kepada guru. Bukan, bukan karena dia sudah mempertimbangkan hukuman apa yang nantinya akan diberikan oleh guru, disuruh berdiri, meminta maaf pada semua orang yang telah dicurinya, tidak boleh mengikuti pelajaran, atau yang lebih seirus lagi dikeluarkan dari sekolah. Pikiran anak kecil saat itu tidak sedewasa itu memikirkan masa depan temannya. Kalaupun iya hanya sebatas hukuman meminta maaf dan mengganti uang yang dicurinya. Hukuman meminta maaf dan mengganti uang yang dicurinya yang menurut Fauz akan sangat menyulitkan Harto. Itulah perasaan iba yang dia pikirkan. Anak sekecil itu tentu tidak sampai ke pemikiran dikeluarkan sekolah dan masa depan temannya, tidak juga tentang hubungan mereka akan memburuk dan bisa jadi akan saling mendiamkan terus menerus dan selalu ada prasangka dan curiga dalam dirinya.
Tiba-tiba Fauz mendapat ide brilian. Dengan spontan tak lama setelah Harto mengiba, Fauz berkata, “Ok, aku tidak akan mengatakannya pada siapapun, tapi dengan satu syarat”.
“Apa itu syaratnya? Apapun permintaanmu akan aku penuhi deh.” Jawab Harto dengan sedikit berpikir dan mengira-ngira syarat apa yang akan diajukan. Tentu dengan berharap benar bahwa dia bisa memenuhinya, bukan suatu syarat yang menyulitkan.
“Syaratnya kau harus berjanji padaku untuk tidak akan mengulangi hal itu lagi, dan jika itu kau lakukan lagi, aku akan melaporkannya” jawab Fauz tegas.
“Hmmm, oke, aku janji” kata Harto.
Fauz menangkap ada nada keberatan dari kata-kata Harto. Namun dia sangat berharap Harto benar-benar tidak akan mengulanginya lagi. Karena jika Harto melakukan lagi, diapun belum tentu benar-benar akan melaporkannya. Ada rasa ketidaktegaan dan iba kepada Harto. Termasuk pendiam dan ketidakberanian dirinya untuk melaporkan kepada guru atau teman yang lainnya.
***********
Hari demi hari berlalu hingga ujian demi ujian selesai dilaksanakan oleh semua siswa. Sekolah juga menyelenggarakan piknik bersama siswa-siswi kelas enam untuk terakhir kalinya. Perpisahanpun juga diselenggarakan. Tak banyak isak tangis seperti layaknya perpisahan-perpisahan anak SMA, karena mereka masih terlalu kecil untuk bisa memahami arti perpisahan. Hanya beberapa anak yang memang sudah saling menjalin persahabatan dari kelas tiga hingga kelulusan itu. Persahabatan antara dua laki-laki dan dua perempuan yang gosipnya mereka saling menyimpan rasa suka.

Bagi Fauz, ada rasa kebanggan sendiri dalam dirinya. Sejak perjanjiannya dengan Harto saat itu, tidak ada lagi kasus kehilangan uang di kelas enam. Teman-teman dan gurunyapun tanpa sadar tak pernah mengungkit kasus itu lagi. Dan hubungan antara mereka berdua masih seindah seperti sebelum-sebelumnya. Sederhana, selalu saling membela ketika “berperang” dengan Mustafa atau Awaf, dan selalu pulang bersama. Fauz hanya bisa berdoa semoga Harto benar-benar tidak akan mengulangi mencuri lagi sampai dia besar dan dewasa.

sahabat sejati selalu menginginkan dan mengharapkan yang terbaik untuk sahabatnya

memori dalam pintu lorong waktu
15 November 2015