Sunday, December 22, 2013

Tak Ada yang Mustahil, Apalagi Sekedar Mengubah Dunia



Berawal ketika pembukaan suatu acara di sebuah organisasi. Setelah sesi pembukaan, dimulailah sesi perkenalan. Masing-masing orang memperkenalkan diri, meskipun sebenarnya sudah saling kenal. Namun, biar lebih akrab, katanya. Aturannya, kami menyebutkan nama, tempat tanggal lahir, hobi, dan cita-cita.
“Cita-citaku ingin masuk surga” ini sudah orang ketiga dari empat orang yang menyatakan bahwa cita-citanya ingin masuk surga. “Hah, cita-cita macam apa itu?” batinku. Semua orang pasti mau masuk surga. Hey, siapa pula yang tidak mau ketika semua keinginanmu dikabulkan, apapun yang kau minta dipenuhi, buah-buahan, makanan, air minum yang menyegarkan, sungai susu, pohon yang indah, tempat yang nyaman, dan segala penggambaran surga lainnya? Dan siapa juga yang mau dibakar tubuhnya, makan duri, minum darah dan nanah yang panas, dan segala siksaan  neraka lainnya? Tentu semua orang memilih surga, bukan? Tapi, apakah itu disebut cita-cita? Dan kalaupun memang itu cita-cita, ternyata lebih banyak orang yang masih menikmati dunia padahal mereka tahu siksa neraka. Lebih banyak yang meninggalkan perintah-Nya, padahal bisa jadi setelah ini nyawa mereka melayang begitu saja. Ah, sudahlah. Terserah dengan cita-cita mereka. Toh mereka sendiri yang merasakan hidupnya. Biarlah mereka nanti mempertanggungjawabkan cita-citanya.
“Sekarang giliran Fuzta!”
“Eh, aku?” ya, aku baru sadar bahwa yang hadir hanya lima orang. Mereka semua sudah memperkenalkan diri masing-masing. Berarti memang sekarang giliranku. Lalu, aku memperkenalkan diri, nama lengkap, tanggal lahir, asal, dan berhenti.
“Hobi?” celetuk salah satu diantara mereka. Hmmm, aku selalu berubah-ubah dengan hobi. Waktu kecil, tiap sore aku main bola di kampung bersama anak-anak lain, dan setiap malamnya kami main petak umpet atau bermain kasti di sekolah. Tak hanya itu, banyak juga permainan-permainan lain, seperti kelereng dengan variasi permainannya, mbat-mbatan, maling dan polisi, gambaran dengan variasinya, kejar-kejaran, hingga pernah kami membuat permainan sendiri: badal atau basket sandal. Haha, serunya mengingat masa kanak-kanak. Tapi yang manakah yang menjadi hobiku? Atau ketika bermain sendiri dengan kakak-kakak dan adik-adik-adikku, seperti catur, monopoli, cublak-cublak suweng, jotang alang-alang, teka-teki, atau mendengarkan dongeng dari ibu, yang dari dulu ceritanya tidak pernah ganti, antara cerita surga dan neraka atau ande-ande lumut. Tak ada yang istimewa, yang penting aku suka melakukannya. Aku menikmatinya. Itulah inti permainan. Menang kalah sudah biasa. Kalah tak menjadi masalah ketika kau menikmatinya. Itulah prinsipku sejak kecil ketika bermain. Ternyata itu menjadi kunci ‘keberhasilanku’ dalam semua permainan itu. Jarang sekali aku ditemukan ketika petak umpet, sering kali mereka menyerah mencariku. Dan seingatku, hanya sekali aku menjadi orang yang mencari teman-temanku. Mungkin aku juga akan banyak memborong kelereng atau gambaran kalau aku diizinkan main (dengan sistem yang kalah membayar dengan kelereng/gambaran) oleh orangtuaku. Sedang dalam permainan bola, aku dijuluki bek terbaik di kampungku. Sampai-sampai, mereka menguji siapapun yang ingin menjadi penyerang untuk menggiring bola melewatiku. Dalam permainan pun, mereka akan bangga sekali ketika berhasil melewatiku, mereka juga memarahi orang yang karena meremehkanku dia gagal mencetak gol. Haha. Masa kanak-kanak.
Ketika SMP, tak banyak permainan seperti saat SD. Masa-masa ini, aku lebih sering jalan-jalan di sawah, main bola tiap senin dan atau kamis sore, mandi di sungai (meski sampai sekarang belum bisa renang), tiap malam naik ke genteng dan menikmati indahnya bulan, suara angin, kicauan burung, dan lambaian daun pisang, mulai mencoba bermain piano, recorder, rebana, bersepeda, sampai jarak terjauhku saat itu bersama dua temanku dari Demak ke Semarang dan esoknya kembali lagi dari Semarang ke Demak.
Di SMA, tak hanya bulan, aku mulai berkenalan dengan bintang, menikmati indahnya di tengah lapangan, di depan asrama, sampai ditegur satpam ketika ketahuan atau disindir teman-teman atau wali asramaku ketika berbincang-bincang. Aku juga mulai berkecimpung dengan organisasi, tapi juga masih ikut futsal atau bermain bola bersama, masih juga bermain recorder, pianika, rebana, dan yang paling menonjol aku sering menjadi tukang pijat teman-temanku, bahkan sampai pernah memijat kepalanya kepala sekolah, dan beliaupun bergantian memijatku. :D
“Hobi tuh ya yang sering dilakukan” kata temanku mulai memancing. Hey aku hampir lupa dengan pertanyaan itu. Lama juga aku berpikir hanya untuk menjawab apa hobiku.
“Ya hobiku bisa main recorder ini” karena saat itu aku sedang memegang recorder.
“Cita-cita?” sepertinya temanku sudah tidak sabar. Aku berpikir cepat. Berusaha memberikan jawaban terbaik yang memuaskan. Mulai menghubungkan mengapa aku masuk psikologi, pilihan minorku yang ingin fokus sosial atau pendidikan, hingga obrolan teman-temanku tadi siang tentang mengubah dunia. Lalu dengan lantang aku menjawab “Mengubah dunia!!”
“Wussshh”
“Waw”
“Halah.. Ganti! Ganti!, rak isa, rak entuk nganggo kata-kataku” kata temanku. Sepertinya dia tidak ikhlas obrolan tentang mengubah dunia dengan temannya tadi siang aku gunakan sebagai cita-citaku.
“Terserah akulah, cita-citaku kok”
Sepertinya memang itu omong kosong. Mustahil. Muluk-muluk. Ya, begitulah, tapi tidak bagiku. Ketika perubahan memang dibutuhkan, maka itulah jalannya, harus diubah. Asal, perubahan itu memang membawa ke arah yang lebih baik. Lalu, apa yang harus diubah?
Sering kali aku mendengar komentar “Halah, baru jam 9.15, paling ntar mulainya jam berapa” padahal seharusnya dimulai jam 9.00. Simpel. Tapi lihat akibatnya, semakin sering dan semakin menjadi kebiasaan menunda-nunda. Sedangkan yang merasakan akibatnya adalah semua pihak. sebenarnya mereka juga bosan dan ingin mengubahnya. Namun bagaimana mau berubah jika hanya mengeluh dan terus tetap melakukan hal yang sama? Bahkan sengaja memperlambat diri hingga satu jam. Omong kosong jika mereka berkata nanti dulu untuk mengubahnya, nanti kalo sudah jadi presiden, nanti kalo sudah jadi ketua, kalo sudah menduduki posisi penting. Bah! Itu hanya bualan belaka. Tak lebih dari janji palsu. Kalaupun mereka benar-benar mencapainya, pasti mereka lupa akan impiannya mengubah kebiasaan. Kalaupun ingat, aku tak yakin mereka dapat membawa arus mengubah kebiasaan lama menjadi seperti yang diinginkan. Begitupun dengan korupsi. Huh, betapa bedebahnya negeri ini!
Banyak juga kebiasaan-kebiasaan buruk lainnya yang ditanamkan sejak kecil. Kencing di pinggir jalan, membuang sampah sembarangan/di sungai, mencontek, curang dalam permainan, mau membantu jika diberi upah. Seperti tak punya adab. Atau jangan-jangan memang kebaikan sudah tak pantas ditegakkan di bumi ini?
Kawan, kalau memang ingin mengubahnya, mari kita mulai dari diri sendiri. Mari kita mulai dengan hadir tepat waktu, biasakan jujur, membuan sampah pada tempatnya, membantu tanpa menunggu, budaya mengantri, dan sebagainya. Tak perlu menunggu nanti, besok, lusa, atau kapanpun, menjadi apapun engkau nanti, mulailah dari sendiri. Mulailah dari sekarang. Tak usah menunggu adanya peraturan yang jelas. Tak perlu menunggu orang lain menyuruhmu. Lakukanlah, nikmatilah, maka kau akan mendapat balasannya.
Kalau kau sudah terbiasa, mulailah ajak teman-temanmu. Tahukah kau betapa kompleksnya pesan nabi berikut?
بَلِّغُوا عَنِّى وَلَوْ آيَة
Sampaikanlah walau satu ayat.
Sangat simpel tapi juga kompleks. Walau satu ayat. Tetapi kata ballighuu adalah perintah yang ditujukan untuk kata ganti kedua jamak. Jadi bisa dibayangkan meski hanya satu ayat kebaikan dan semua orang menyebarkannya, sungguh kebaikan demi kebaikan akan terlahir dan insyaAllah dengan izin-Nya dapat menutupi keburukan-keburukan yang ada. Pernahkah kau nonton film “Pay It Forward”? Begitu jugalah gambarannya. Ketika semua orang dapat mempraktekkan dan menyampaikan kebaikan, seluruh dunia akan merasakannya. Tak perlu harus memegang posisi tertentu terlebih dahulu.
Aku punya banyak teman yang sudah mulai melakukan ide-idenya untuk mengubah dunia. Beberapa ide itu adalah menggunakan wadah makan/minum dan tas untuk membeli/berbelanja. Ini dilakukan untuk mengurangi sampah, terutama plastik. Menyebar benih ikan di sungai sebulan sekali, menanam satu pohon (tak usah muluk-muluk seribu pohon). Ini untuk melertarikan alam kita. Menyebar kata-kata kebaikan atau yang bernuansa positif melalui sms dan media sosial lainnya.
Aku juga melihat banyak orang di luar sana yang juga memulai ide-idenya. Seperti membuat tulisan di blog, shodaqoh rombongan, desa binaan, Indonesia mengajar, menyebar buku ke anak yatim, dan masih banyak kegiatan-kegiatan lain yang bisa dilakukan. Bayangkan jika semua orang mau melakukannya. Bukankah dapat membantu menyelesaikan masalah?
Kau dapat memulai dengan mengikuti salah satu ide di atas. Atau kau coba dengan flash back masa lalumu, nilai-nilai apa yang telah tertanam dalam hatimu? Kebaikan apa yang kau dapatkan? Mana yang bisa kau lakukan?
Daan, tahukah kau mengapa aku katakan cita-citaku ingin mengubah dunia? Apa yang akan aku lakukan? Ya, apa yang akan aku lakukan tak jauh dari masa laluku, masa bermainku. Dulu aku belum paham ada pesan tersirat dibalik kata-kata orangtuaku. “Kau boleh main ini, tapi tak boleh main itu”, “Kau boleh melakukan ini, tapi tak boleh melakukan itu”. Tapi, berbeda dengan sekarang. Saat ini aku seolah mendengar, orangtuaku berkata, “Kau sudah menguasai ‘permainan-permainan’ itu, nak! Tapi, kau perlu tahu batasan-batasanya. Bermain itu boleh, tetapi akan lebih baik lagi jika bermanfaat. Lakukanlah sesukamu, nikmatilah permainanmu, tapi jangan sampai merugikan orang lain”. Inilah yang ingin aku sampaikan. Kepada anak-anak didikku, anakku kelak, kepada semuanya. jangan sampai ketika mereka menjadi pemimpin, mereka menjadi seperti pemimpin saat ini yang tidak tahu batas. Seenaknya ‘bermain’ tapi melupakan aturannya. Sehingga menang menjadi satu-satunya tujuan tanpa peduli dengan cara apapun mereka meraihnya.
Ingatlah kawan, perubahan tak akan terjadi jika ide-ide brilianmu yang tetap terpendam dalam pikiran, tapi perubahan terjadi jika semua ide-ide itu dapat dengan konsisten dilakukan. Mulailah dari diri sendiri. Tak usah muluk-muluk, kekuatan tidak bisa membuka pintu besi yang besar, hanya dibutuhkan kunci yang kecil untuk membukanya. Ingat 3M Aa’ Gym; Mulai dari diri sendiri, Mulai dari hal kecil, dan Mulai dari sekarang!

Friday, November 22, 2013

Keluh Kesah Alam



Sungai-sungai kian beriak
Bukan dari lumpur atau pasir
Tapi manusia yang kian tamak
Meski beberapa merasa getir

Pepohonan terus menerus tumbang
Sedang udara semakin menghitam
Sementara manusia tetap senang
Tak paham bumi mulai mendendam

Akhirnya binatang memilih mati
Daripada hidup tak dimengerti
Maka jangan salahkan bumi
Yang sudah tak tahan menahan emosi

Sayang..
Tak banyak manusia bisa membaca
Sedikit manusia yang bisa merasa
Hidup tak sekedar berfoya-foya
Swakarya,
Ahad, 17 Nopember 2013

Karena Cinta



Sungguh, aku tahu...
Setiap daun yang gugur dari ranting
Setiap batu yang meluncur dari tebing
Bagimu tampak indah

Tapi, aku selalu lalai
Terkagum pada buah yang ranum
Tertantang tuk memanjat sampai puncak
Tak sadar bahwa kau cemburu

Sungguh, aku mengerti
Setiap kata yang terucap
Setiap tindakan ketika bersikap
Bahkan setiap pertimbangan yang tak tersingkap
Semua terekam dalam ingat

Tapi, aku apati
Tak pernah penuhi semua janji
Tak punya malu bertingkah laku
Terburu-buru memutuskan sesuatu
Tak paham kalau kau menunggu

Ternyata cintamu tak berharap balas
Perhatian dan pengertianmu tetap luas
Tak perlu menunggu aku minta maaf
Bahkan jika aku tetap menculas

Masih layakkah aku kau cinta
Pantaskah padamu aku mencinta

Tanpa Makna



Kuraih buah apel dengan melompat
Namun hanya daun dan ulat yang kudapat
Kuambil ancang-ancang untuk menendang bola
Justru hanya embusan angin yang terkena

Aku memprotes pada awan
Yang selalu datang tanpa diundang
Padahal senyum bulan menenangkan
Apalagi gelak tawa para bintang

Banyak orang memimpikan bersantai di taman
Padahal tidak semua pandai bercocok tanam
Mereka juga takut terpeleset ke jurang
Tetapi selalu berjalan di pinggirnya dengan riang

Tidak sedikit pula yang memuji matahari
Yang selalu menyinari tiap hari
Memberikannya untuk bumi

Andai saja semua mengerti
Bahwa semua itu tak punya arti

Sabtu, 27 Juli 2013
19 Ramadhan 1434