Sunday, May 22, 2016

Engkau

Kau adalah bunga
Dengan kelopak yg mempesona
Membuat semua orang memuja

Sedang aku kumbang
Yang mengangkasa terbang
Mencarimu di tengah siang
Menanti sebuah keberuntungan
Bertemu denganmu seorang

Adakah kau di taman lama
Tempat kita dulu bersua
Menikmati madu bersama
Sering juga kita berlomba
Dan kau selalu juara

Kaulah bunga
Aromamu membuatku gila
Terbang melayang mengangkasa
Ingin mengambil madu yang kau jaga

Aku tak tahu
Semekar apa dirimu
Karena waktu terus berlalu
Kuharap lebah belum menemukanmu

Melukismu

Kau mewarna hijau dan biru
Pelangi tak akan pernah hadir tanpamu
Aku selalu menanti senyummu yang biru
Berharap selalu hijau di sampingmu

Tiap hari aku suka mengeja gradasimu
Mengiming-imingi para pengembara yang kelabu
Mencari keindahan dan kenikmatan surgawimu

Namun aku bernuansa hitam dan merah
Membuat susunan warnamu tak lagi cerah
Lepas, hilang, dan musnah
Para pengembarapun sampai kehilangan arah

Merahku mengusik hijaumu
Hitamku merusak kharismamu yang biru

Mungkinkah kupinta kita terus menari berputar
Ah, tapi pasti kau mengiyakan tanpa komentar
Tunduk mengikuti aromaku yang hambar
Hingga aku berharap kita menjelma putih bersinar

Kehilangan

Anda pernah kehilangan suatu barang atau sejumlah uang? Seberapa banyak kah nilai barang atau uang hilang yang pernah Anda alami? Atau kehilangan yang Anda alami adalah kehilangan seseorang? Seseorang yang sangat Anda cintai. Entah karena benar-benar menghilang karena dicuri, hilang ingatan, menjadi gila, atau karena meninggal dunia. Atau jangan-jangan kehilangan itu hanya perasaan kita saja, bisa jadi karena lupa atau tidak melihatnya. Tak jarang bukan kita merasa kehilangan uang, padahal kita baru ganti baju dan uangnya masih di saku baju yang tertumpuk di ember. Atau ketika jalan-jalan di tempat wisata ketika anak, kakak, atau adik kita ke kamar mandi tapi kita tak menyadarinya, tiba-tiba sadar dan panik karenanya.
Aku hanya merasa yakin saja setiap orang tentu pernah mengalaminya. Kalaupun memang belum, suatu saat nanti pasti akan merasakannya. Karena setiap orang tentu akan mati, dan sebagai orang yang pasti punya teman dekat, keluarga, dan sebagainya pasti akan tiba masanya ketika orang yang kita cintai itu meninggal dunia. Kehilangan barang juga bisa dialami oleh siapapun, entah karena dicuri, dirampok, ditipu, dihipnotis, bencana alam, ketinggalan di tempat umum, jatuh di jalan, dan sebagainya.
Di sini saya akan sedikit berbagi tentang pengalaman kehilangan yang pernah saya alami. Berbagai kejadian kehilangan terus silih berganti. Sudah dua kali hp-ku dicuri; satu milik sendiri (Januari 2014), satu hp pinjaman teman karena belum beli hp baru lagi (pertengahan tahun 2014), dan tentu harus mengganti hp-nya yang dicuri, karena akadnya aku meminjam, bukan membeli. Sepeda minjam teman juga pernah hilang (Agustus 2015), digunting kunci sepedanya lalu dibawa pergi. Pernah juga menjadi korban penipuan atm yang dulu gencar, yang dilakukan by phone yang menghilangkan sejumlah uang hingga mencapai kurang lebih 10,5 juta (oktober 2011), dan lagi itu adalah atm teman, bukan atm sendiri. Haha. Saya tak perlu menceritakan detail kejadian, intinya tiga kali kecurian (2 hp dan 1 sepeda) dan penipuan (uang 10,5 juta). Oh iya, satu lagi, duluuu sekali saat masih kelas 5 SD (sekitar tahun 2005), kehilangan uiang 10 ribu yang seharusnya buat bayar uang SPP, dan ternyata malah dicuri oleh sahabat sendiri. Dan berbagai kehilangan seperti jam tangan yang jatuh di perjalanan, ada juga jam tangan yang dicuri, juga sejumlah nominal uang lain yang aku tak sadar kehilangannya serta kehilangan-kehilangan lain yang sudah lupa dan tidak kuceritakan satu persatu di sini.
Kehilangan orang-orang yang dicintai. Beberapa kali aku merasakannya. ‘dikucilkan’/didiamkan kakak kandung sendiri (Juli 2004-2012); berpaling ketika diajak bicara, mengabaikan ketika meminta maaf (padahal ga tahu salah apa), didiamkan sahabat-sahabat (yang dulunya ‘cinta’ menjadi benci), meninggalnya ibu (Januari 2009), dan terakhir meninggalnya salah satu kakak kandung (Februari 2016). Kawan, tahukah kau bagaimana rasanya memiliki kehilangan?

Memiliki Kehilangan
by Letto
Tak mampu melepasnya walau sudah tak ada
Hatimu tetap merasa masih memilikinya
Rasa kehilangan hanya akan ada
Jika kau pernah merasa memilikinya
Pernahkah kau mengira kalau dia tlah sirna
Walau kau tak percaya dengan sepenuh jiwa
Rasa kehilangan hanya akan ada
Jika kau pernah merasa memilikinya
Pernahkah kau mengira kalau dia kan sirna
Walau kau tak percaya dengan sepenuh jiwa
Rasa kehilangan hanya akan ada
Jika kau pernah merasa memilikinya


Tak mampu benar-benar melepas, padahal dia benar-benar sudah tiada. Kita merasa ada sesuatu yang hilang, ada yang kurang, tapi kita tak benar-benar mampu melepasnya. Kita masih berharap dia di samping kita atau kita berada di sisinya. Hati kita masih tetap merasa memilikinya. Layaknya jam tangan yang selalu menempel di tangan, tapi tiba-tiba tak ada jam tangan lagi. Kadang kita masih terbiasa mengangkat tangan untuk menengok jam berapa sekarang, tapi ternyata tak kita temui jam tangan di sana. Mengapa demikian? karena kita masih merasa memilikinya. Rasa kehilangan akan ada jika kita pernah merasa memilikinya. Berbeda jika kita tidak pernah merasa memiliki jam tangan. Kita tak akan merasa memiliki jam tangan dan tak akan pernah mengangkat tangan untuk mengetahui jam berapa sekarang.
Kita tak pernah mengira bahwa waktu berputar seperti roda yang tak ada hentinya. Sehingga kita tak bisa percaya dengan sepenuh jiwa bahwa dia telah sirna. Tak akan ada lagi yang mencandai kita, yang mengingatkan, yang memarahi, yang menegur, yang menyapa. Karena dia telah pergi dari kehidupan kita. Mungkin masih terngiang jelas suaranya, bahkan hingga terbawa saat tidur dalam mimpi kita. Saat itulah kita baru merasa bahwa kita merindu canda tawanya, senyumnya, bahkan juga rindu akan maki-makiannya dan kenakalannya. Kita tak pernah mengira bahwa dia akan pergi meninggalkan kita semua, padahal baru saja kemarin duduk bersama, ngobrol, makan, dan photo bersama. Tapi, siapa sangka bahwa ternyata itu adalah waktu terakhir kita bersua?
Ah, mungkin karena selama ini kita selalu merasa bahwa sesuatu, dia atau mereka yang hilang dan pergi adalah milik kita. Kita lupa akan hakikat bahwa semua itu hanyalah titipan belaka. Bahwa suatu saat nanti titipan itu akan diminta atau diambil lagi oleh pemiliknya. Sehingga ketika mereka pergi, kita sangat merasa kehilangan padanya. Karena sekali lagi, rasa kehilangan hanya akan ada jika kita pernah merasa memilikinya.
Kawan, aku tahu, aku juga paham, bahwa rasa kehilangan begitu menyesakkan. Namun dari berbagai rasa kehilangan itu, pada akhirnya memberikan yang terbaik bagi kita jika kita mau memahaminya lebih dalam.
Satu pelajaran dari sebuh film ‘Big 6 Hero’ tentang kehilangan; langkah balas dendam atau meratapi kesedihan tak akan pernah bisa mengubah apapun yang sudah ditetapkan. Yang sudah pergi akan tetap pergi dan memang tak akan pernah kembali lagi. Kita terima atau tidak terima akan kepergiannya, mereka sudah terlanjur pergi. Orang-orang yang kita cintai sudah tiada. Kalaupun ada mekanisme kembali, itu sungguh diluar kuasa kita. Dan kita tak bisa terlalu berharap akan hal itu. Namun, kita masih merasakan kehadirannya jika kita mau. Karena mereka selalu bersemayam dalam hati kita. Kenangan masih tersimpan dalam memori. Nasehat, bimbingan, arahan, omelan, makian, masih terekam dan akan berputar saat kita menghadapi peristiwa yang sama saat semua itu muncul. Hal ini akan memberikan arahan kita untuk menentukan dan melakukan tindakan.
Kalaupun kita bisa berusaha untuk mencari barang yang hilang, bertanya ke orang-orang di sekitar, melapor pada polisi, melihat rekaman CCTV, dan sebagainya itu hanya usaha kita. Belum tentu kita bisa mengetahui apalagi menangkap pencuri tersebut, kalaupun pada akhirnya berhasil, belum tentu barang yang sudah hilang benar-benar bisa kembali. Bisa jadi sudah dijual kepada orang lain atau sudah dimanfaatkan. 
Kemudian tentang hakikat bahwa semua yang kita miliki saat ini hanyalah titipan. Pengalaman kehilangan dan ‘menghilangkan’ barang pinjaman/milik orang lain membuatku belajar dan memahami banyak hal. Suatu saat nanti, Sang Pemilik akan mengambil milikmya. Sama seperti dengan diri kita, kematian hanyalah giliran. Kita hanya menanti dalam antrian panjang. Bisa jadi nanti, esok, atau lusa. Kita tak pernah mengetahui kapan jatah antrian kita. ‘Menghilangkan’ barang orang lain membuatku belajar tentang arti tanggung jawab. Di dunia aku hanya mempertanggungjawabkan uang yang hilang sekitar 10,5 juta dan hp yang harganya kutaksir sekitar 1 juta.
Kawan, bisakah kau membayangkan ketika esok Sang Pemilik jiwa raga kita ini meminta pertanggungjawaban atas jiwa raga yang dititipkan pada kita? Apa saja yang sudah kita lakukan dengan tangan ini? Ke mana sajakah kita melangkahkan kedua kaki? Apa saja yang diucapkan mulut kita? dan seterusnya, dan seterusnya.

When you see my corpse is being carried
Don’t cry for my leaving
I’m not leaving
I’m arriving at eternal love

Ketika kau melihat jenazahku dibawa
Jangan menangis akan kepergianku
Aku tidak pergi

Aku bertemu dengan kekasih abadi

Roda Gelap yang Bersinar

Ada masa ketika seolah dunia seisinya mendukung kita. Apapun yang kita lakukan terasa sangat mudah dan gampang. Lancar terus tanpa ada hambatan. Masa depan menjadi tampak cerah bercahaya dan bersinar. Masa depan gemilang, mungkin seperti itu orang mengatakan. Namun, di sisi lain, terkadang kita merasakan bahwa ada masa ketika seolah dunia seisinya menjatuhkan kita, merendahkan kita serendah-rendahnya. Langkah ke depan tampak gelap nan kelam. Selalu ada hambatan dan rintangan ketika kita mencoba melakukan tindakan. Masa depan seuram, begitulah orang menyebutnya.
Benarkah kehidupan itu demikian? Ada juga yang mengatakan bahwa kehidupan itu layaknya roda yang berputar. Ada kalanya kita di atas, ada pula saatnya kita di bawah. Masa-masa di atas digambarkan dengan kebahagiaan atau kesuksesan seperti mendapat banyak harta, prestasi, pekerjaan yang layak, dan sejenisnya. Sedangkan kondisi di bawah adalah masa-masa penuh kesulitan seperti banyak hutang, pengangguran, susah makan, sedikit harta dan uang, prestasi menurun, dan semacamnya.
Analogi di atas menggambarkan bahwa masa kegemilangan dan kesuraman, sesuai definisi masing-masing berdasar penjelasan tadi, itu berada di atas dan di bawah. Sebagai umat islam yang memahami memahami keimanan dan bahwa Yang Maha Kaya dan Mengatur Rezeki adalah Allah SWT., tentu seharusnya memiliki pandangan yang berbeda mengenai hal ini. Kegemilangan dan dan kesuraman di atas bisa dibahasakan sebagai kegemilangan atau kesuksesan duniawi serta sebaliknya; kesuraman atau ketidaksuksesan duniawi.
Tulisan ini ditulis dan ditujukan bagi yang merasa memiliki iman di hatinya, untuk mereka yang mengaku islam. Mereka yang meyakini Allah adalah Tuhannya, Muhammad adalah Rasul-Nya, dan Al-Quran adalah kitab-Nya sebagai pedoman hidup manusia. Benarkah bahwa kehidupan atas dan bawah ini bagaikan roda yang berputar seperti penjelasan sebelumnya? Kemudian bahwa atas dan bawah itu ditentukan oleh seberapa sukses kita meraih kebahagiaan berdasar banyaknya kekayaan, harta, prestasi, dan sejenisnya yang kita peroleh dan miliki? Jika iya, maka selesai. Namun jika tidak, lalu seperti apakah yang benar itu?
Bagi saya sendiri, penganalogian itu tidak seluruhnya salah, tetapi juga tidak seluruhnya benar. Yang jelas kebenaran adalah milik Allah, bukan? Satu hal yang perlu saya tekankan bahwa tulisan ini hanyalah pendapat pribadi, bukan golongan, karena yang menulis adalah saya sendiri. Bukan pula hasil mewawancarai seperti yang biasanya saya lakukan, tetap murni karena perenungan pribadi di dunia antah berantah yang hanya saya sendiri yang bisa memasukinya.
Pembahasan dalam tulisan ini akan dibagi menjadi dua bagian yang saling berkaitan. Bagian pertama adalah tentang keterang-benderangan atau bersinar dan kegelapan atau kesuraman dan bagian kedua adalah tentang roda kehidupan.
Kehidupan bisa jadi masih dianggap misteri bagi beberapa orang. Apalagi ketika kita membicarakan adanya berbagai macam keadaan dan peristiwa yang jauh dari prediksi manusia. Ada juga berbagai peristiwa yang mungkin belum bisa dijelaskan dengan logika dan nalar biasa pada umumnya. Maka muncullah kesimpulan seperti di atas bahwa hidup itu seperti roda yang berputar, ada kalanya di atas, ada saatnya di bawah. Sama halnya dengan kondisi yang diceritakan di awal tadi. Ada masa ketika seolah gelap nan kelam tetapi ada juga masa yang terang benderang.
Pada dasarnya saya juga meyakini bahwa ada masa terang benderang dan ada pula masa kegelapan. Namun, ketika berada di jalan yang terang benderang kemudian merasa seolah jalan ke depan itu jelas dan lancar, tidak ada hambatan, dan sebagainya. Lalu, sebaliknya ketika berada di jalan yang gelap seolah semua menjadi suram, tidak ada harapan, selalu menghadapi rintangan dan hambatan, menurut saya itu hanyalah persepsi manusia belaka. Saya yakin bahwa kapanpun dan di manapun kita berada saat ini, terlepas dari persepsi kita sedang berada di jalan yang terang benderang ataupun kegelapan, bagi saya kedua jalan itu saling berdampingan. Satu hal yang membuat persepsi itu muncul adalah karena kita terlalu fokus pada salah satu jalan saja, sehingga kita tidak melihat jalan yang lainnya. Misal saat ini kita merasa kita berada di jalan yang terang benderang yang mana seolah jalan ke depan terlihat jelas dan tanpa hambatan. Itu semua karena kita hanya melihat kebaikan-kebaikan dari masa depan. Padahal kalau kita mau menyadari, sebenarnya ada juga faktor resiko yang bisa menghambat kita di tengah jalan nanti. Sebaliknya, kalau kita menganggap saat ini berada di jalan kegelapan yang mana seolah masa depan suram penuh dengan cobaan dan ujian. Hal ini disebabkan karena kita hanya fokus pada cobaan-cobaan dan ujian yang akan kita hadapi. Padahal kalau kita mau menyadari banyak juga kesempatan kebaikan di sekeliling kita. Ada juga orang-orang yang akan mendukung dan membantu kita untuk menghadapi itu semua; keluarga, guru, sahabat, teman, rekan, dan sebagainya.
Manakah yang lebih baik diantara keduanya? Ya, bisa jadi semua orang akan mengatakan yang memiliki persepsi berada di jalan terang benderanglah yang lebih baik. Bagi saya, itu benar tetapi ada satu sisi faktor resiko yang perlu diwaspadai. Ada sisi negatif jika kita merasa selalu berada di jalan terang benderang sementara itu selalu menumbuhkan harapan-harapan baik akan selalu datang. Sehingga ketika suatu saat ada kejadian di luar dugaan, kita akan kaget dan terpuruk jika tidak menyiapkan hal ini. Karena dibalik setiap harapan selalu diikuti kekecewaan. Masing-masing kondisi harus menyadari adanya jalan lain. Mereka yang merasa berada di jalan yang terang benderang harus menyadari adanya jalan kegelapan dan harus menyiapkan jika suatu saat nanti terjerumus ke sana. Pun demikin dengan orang yang berada di jalan kegelapan. Mereka harus menyadari adanya jalan terang benderang dan terus berusaha meraihnya, tidak hanya berharap ada orang yang mau menyeretnya ke jalan tersebut.
Jika dianalogikan roda yang berputar, bagi saya roda ini bukan berputar dari atas ke bawah. Roda itu seperti piringan yang berputar secara horizontal.
Orang yang cerdas adalah orang yang tahu dan paham di mana dia berjalan.

Analogi yang saya buat adalah roda piringan yang berputar secara horizontal. Karena kebahagiaan di dunia itu hanya berlaku di dunia. Belum tentu juga berlaku di akhirat. Untuk roda yang berputar secara vertikal, sebagai umat muslim kita harus menggunakan standar yang sesuai dengan pedoman hidup kita. Kedudukan tertinggi manusia di hadapan Allah adalah yang paling bertaqwa. Sehingga, meskipun dia sedang berada dalam jalan kegelapan, tetapi jika keimanan dan ketaqwaan tetap ada di hatnya, maka dia bisa berada di tingkat yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang berhasil dan sukses di dunia tetapi tidak ada keimanan dan ketaqwaan di hatinya. 

Orang Baik

Masa-masa perkembangan teknologi seperti ini harus membuat kita lebih selektif dalam melakukan hal apapun. Membaca, menulis, beraktifitas, memilih tempat, dan sebagainya. Karena begitu banyak kebaikan dan juga keburukan yang menyebear ke mana-mana. Kalau kita mau, kita bisa memberikan banyak kebaikan agar duia ini dipenuhi dengan kabaikan-kebaikan. Kita bisa mengabaikan keburukan-keburukan meski hanya dengan tidak berkomentar. Akan lebih baik kalo kita fokus pada kebaikan-kebaikan di sekeliling kita. karena bagi saya, sedikitpun kita berkomentar kepada keburukan, secara tidak langsung ktia sudah sedikit terpengaruh oleh keburukan itu. Dan nantinya akan jauh lebih banyak lagi orang-orang yang ikut berkomentar tentang keburukan itu. Sehingga menurut saya mending mengabaikannya. Jika ada keburukan yang tersebar, maka kita tandingi dengan menebar kebaikan. Semoga dengan banyaknya orang yang menebar kebaikan, akan semakin banyak orang yang menebar kebaikan pula. Sehingga hal-hal tentang keburukan akan tenggelam begitu saja.
Saya pun menyadari, adanya kebaikan tentu juga karena adanya keburukan. Karena kita tidak bisa menilai sesuatu itu baik kalau tidak ada keburukan, bukan? dan karena memang dunia ini diciptakan saling beriringan, seimbang. Ada kanan dan kiri, baik buruk, besar kecil, dan seterusnya. Namun saya lebih cenderung menyukai untuk memfokuskan pada salah satu saja. Kalaupun pada akhirnya terpepet, mau tidak mau kita harus berhadapan dengan keburukan, maka jika memang kita mampu untuk mengubahnya ya ayo kita ubah sesuai kemampuan kita. ada yang lewat tulisan, ada yang langsung bertindak dengna sikap entah melarang atau menghimbau, minimal dalam hati kita mengakui bahwa keburukan itu tidak layak untuk dilakukan. Namun sekali lagi, kalau kita mampu. Dan semoga kita mengetahui standar diri kita. apakah kita mampu menolak keburukan, mengubah keburukan menjadi kebaikan, menebar kebaikan, atau melakukan semuanya (menolak yang buruk, mengubah menjadi baik, dan menebar kebaikan).
Orang yang baik bagi saya bukanlah orang yang selalu memberi materi atau nasehat kepada kita. orang yang baik juga bukan orang yang secara fisik selalu berada di samping kita kapanpun dan di manapun. Orang yang baik adalah mereka yang dikirimkan untuk kebaikan kita. Sehingga sudah tentu orang yang baik bisa jadi lebih dari satu orang. Siapapun itu, kapanpun pertemuannya, se-sebentar apapun perjumpaan dengannya. Mereka memiliki peran masing-masing yang berbeda untuk kebaikan kita.
Sering kali kita tidak sadar ada begitu banyak orang yang peduli demi kebaikan kita. entah di sengaja atau tidak disengaja. Kadang dengan nasehatnya, atau pemberiannya. Ada juga dengan gojekannya, candaannya, sindiran, atau teladan dari sikapnya. Ada yang sangat dekat dengan kita, ada juga yang bahkan kita tidak mengenalnya. Atau bisa juga dari cerita-cerita sejarah dalam dongeng, novel, atau berupa film. Sungguh, kalau saja kita mau menyadari begitu banyak kebaikan di sekeliling kita, maka kita tak akan susah payah menceri sosok teladan atau contoh kebaikan sebagai pedoman hidup kita.
Diantara orang-orang baik itu adalah ibu kita yang dengan perjuangannya melahirkan, menyusui, dan mengasuh kita. ayah kita yang menafkahi hidup kita, saudara kita yang selalu mendukung kita, sahabat dan teman seperjuangan yang juga mendukung kita. Meski terkadang ada dari sikap mereka yang membuat kita jengkel, bahkan menyakitkan hati kita. tapi entah suatu saat nanti kita akan memahaminya atau tidak, apapun yang mereka lakukan adalah benar-benar demi kebaikan kita sendiri.

Terakhir; (semoga) kebaikan selalu mengiringi langkah-langkah kita. J