Wednesday, April 19, 2017

Aspal Jogja-Klaten 2

Juni, 2013 M/Ramadhan 1434 H
Mentari mulai merangkak ke atas kepala. Jauh di bawahnya awan-awan berbaris atau berkumpul mengikuti angin yang membawanya. Sehingga terik mentari tak begitu membuat bumi terlalu panas menggelora. Nanti, ketika semburat jingga mulai muncul di cakrawala. Maka akan kau dapati suasana hari yang berbeda dari biasanya. Kenapa? Ya, karena Ramadhan telah tiba. Menjelang berbuka menjadi momen pembeda dari hari-hari biasanya. Sejak setelah ashar, para penjual sudah mulai menyiapkan dan membuka jualannya. Menanti orang-orang yang siap menghabiskan dagangannya. Para pembeli beraneka macam warnanya. Ada yang sendiri, bergerombol bersama kawan atau keluarga. Ngabuburit, begitu mereka menyebutnya.
Berada di lingkungan mahasiswa memberikan banyak sekali opsi untuk menentukan aktivitas sehari-hari. Jika masa SD Ramadhan hanya di rumah, ketika SMP hanya di pesantren, dan ketika SMA hanya di asrama, maka saat kuliah yang menentukan adalah diri sendiri. Tak sedikit dari mahasiswa yang merencanakan jauh-jauh hari. Seperti mendaftar kepanitiaan menyambut mahasiswa baru yang akan jadi adik angkatan nanti, mendaftar kepanitian Ramadhan di kampus, memesan tiket untuk kembali, atau i’tikaf di masjid untuk berdzikir mengingat ilahi.
Pengalaman manakah yang akan aku ambil? Saat itu, aku tak bisa memilih. Karena jauh sebelum Ramadhan tiba, sekitar tiga bulan sebelumnya aku sudah mendapat amanah menjadi panitia untuk menyambut mahasiswa baru. Seperti pada tahun sebelumnya. Maka dua kali Ramadhan di awal perantauan aku berada di lingkungan kampus saja. Tak mengapa. Seringkali manusia baru menyadari makna setelah peristiwa berlalu di belakangnya.
Pada tahun inilah pengalaman luar biasa kulalui bersama kawan yang kukategorikan sahabat sejati. Sebuah pengalaman yang benar-benar tak akan pernah kulakukan lagi. Setidaknya begitulah kesimpulan setelah usai dengan ulah kami. Mau tahu ulah apa yang kami lakukan? Kami melakukan perjalanan dari Jogja ke Klaten dengan jalan kaki. Berangkat dari jogja siang hari dan sampai di Klaten dini hari.
Ide iseng di siang bolong itu bukan sebuah kebetulan. Terlebih lagi dilakukan oleh dua orang yang benar-benar tahu apa yang mereka lakukan. Ide itu bukan sekedar tiba-tiba muncul dan kemudian direalisasikan. Ada proses dari latar belakang yang penjelasannya mungkin tak akan mudah dipahami banyak orang.
Dari perjalanan itu kami sama-sama belajar. Belajar untuk lebih mengenal dan memahami sahabat sejati. Belajar untuk menepati janji. Belajar untuk memaknai keteguhan hati. Belajar mempertahankan nilai-nilai hakiki. Capek itu tentu, lelah itu pasti. Tapi bagaimanakah agar capek dan lelah itu benar-benar hanya untuk ilahi?
Perjalanan itu hanya sebagian kecil dari perjalanan panjang menuju suatu tujuan. Adakah kita berada di jalur yang benar? Sudahkah kita memahami rambu-rambu lalu lintas jalan? Ataukah kita hanya sepintas berlalu dan mengabaikan?

Manusia memang bukan unta yang diciptakan dapat menyimpan minuman cadangan untuk perjalanan panjang. Tetapi manusia jauh memiliki kemampuan yang lebih dibandingkan unta jika manusia mau berpikir dan menggunakan kemampuannya. Untuk melakukan perjalanan panjang mencapai sebuah tujuan.  

Sunday, March 19, 2017

Negeriku Yang Penuh Abu-Abu

Tahukah kau apa yang terjadi di negeri kita tercinta, Indonesia, ini? Apakah benar seperti isu-isu yang berkembang bahwa ada penghinaan agama islam? Atau tentang munculnya kembali kaum komunis untuk menguasai kembali? Tentang uji coba ‘penjajahan’ kembali oleh China untuk menguasai kekayaan Indonesia? Atau justru malah Arabisasi, apalagi saat Raja Saudi sana sedang ke sini saat ini? bagaimana dengan sisa-sisa bekas kolonialisme penjajah sebelumnya dulu? Tentang sumber daya alam negeri kita yang sumber daya manusianya belum bisa mengelolanya, yang justru dikuasai oleh luar. Tentang dampak karakter yang belum siap dengan kemerdekaan. Tentang pendidikan. Tentang karakter bangsa.
Atau masalah-masalah puber para remaja kita. Tentang cinta yang diobral dengan pasangan-pasangan. Tentang style gaya mode pakaian, make-up, merk hp yang enak untuk bersosmed ria, mencari mall atau cafe untuk nongkrong bersama, dilanjutkan dengan selfi bersama kemudian diupload di sosmed dan seterusnya, dan lainnya. atau itu sebenarnya hanya sebab dari pemerintah yang fokus membangun ‘pariwisata’ dengan banyak membangun hotel dan apartemen serta ‘mentertibkan’ segala yang berhubungan dengannya? Sehingga tanpa terasa hal itu juga berdampak pada mereka yang tidak tahu apa-apa tentang hal itu semua? Yang mereka tahu adalah bagaimana cara mereka untuk menghadapi dan bertahan hidup untuk hari esok jika hari itu masih ada. Karena dalam lubuk hati mereka, mungkin mereka akan lebih bersyukur jika esok tidak perlu ada lagi.
Manakah yang menjadi sebab dan manakah yang menjadi akibat? Aku mohon, bisakah kau menjelaskan padaku dengan jelas dan runtut? Bagaimana semua hal ini bisa terjadi? Apakah semuanya benar-benar berhubungan? Atau ini hanya serba kebetulan? Sehingga otakku yang terbatas ini tak bisa memahami seperti kalian yang mungkin dari dulu sudah menyerap informasi tentang itu semua sehingga bisa memberikan komentar dan kritik sana sini.
Sungguh, bagiku semua itu abu-abu. Aku tidak mengatakan bahwa itu semua bukan sesuatu hal yang penting. Justru itu sangat penting. Aku hanya sedikit tidak mengerti, mengapa kita harus mendiskreditkan kelompok lain? Mengapa kita harus lebih memilih mengkritik sana sini berkomentar dan menyebarluaskan kebencian di sosial media? Bagaimana kita harus memilah dan memilih isu dan berita yang dengan mudahnya tersebar? Benarkah informasi yang kita terima itu valid dan bisa dipercaya? Informasi manakah yang bisa kita terima dan bisa dijadikan landasan untuk bertindak? Atau jangan-jangan selama ini tanpa sadar kita termasuk orang yang terkontaminasi dengan berita-berita palsu yang sudah disusupi kepentingan sebagian golongan? Jangan-jangan tanpa sadar justru kita malah menjadikan Indonesia dalam kondisi semakin terpuruk?
Ah, aku hanya sedikit membayangkan. Meski sebenarnya kita dilarang untuk kebanyakan menganda-andai. Duhai bayangkan saja jika masing-masing dari kita terus berkarya dalam hal apapun. Bayangkan saja jika semua siswa-siswi baik dari SD hingga SMA sungguh-sungguh dalam belajarnya, ikut aktif dalam kegiatan kemasyarakatannya yang tentu didukung dengan agenda-agenda masyarakat yang bersifat edukatif sebagai lahan praktek para siswa menerapkan ilmu yang dipelajarinya di sekolah. Bayangkan saja jika setiap mahasiswa melakukan apa yang dia bisa dan mengajarkannya kepada masyarakat di sekitarnya. Tidak hanya sibuk dengan dunianya sendiri. mungkin bisa dilakukan dengan mengajari anak-anak di sekitarnya, entah mengajari skil-skil tertentu atau sekedar membantu dan mengajarkan kepada mereka tentang pelajaran atau kesulitan mereka dalam akademik. 
Duhai bayangkan jika sosial media ktia ini dipenuhi dengan kebaikan-kebaikan, bukan kata-kata penuh cela dan menghina. Banyak yang melakukan program-program kebaikan dan menghasilkan sesuatu yang membanggakan, bukan aksi-aksi penuh kekerasan dan kesombongan. Bayangkan andai kita semua saling mendukung dalam melakukan setiap tindakan kebaikan, melakukan dengan penuh kasih sayang. Bukan saling iri dan menyalahkan, tanpa ada rasa saling merugikan atau meremehkan.
Ah, sayang seribu sayang. kebanyakan dari kita memilih untuk menebar bibit-bibit kebencian. Sayang seribu sayang kebanyakan dari kita mugnkin sudah terbawa arus dengan golonga-golongan di luar golongan yang ada. Saling membenci antar satu sama lain, dan seterusnya. 
Kalau kita mau menyadari, sungguh di luar sana masih banyak yang berjuang melakukan kebaikan. Konsisten dengan program-program individu dengan nilai segunung kebaikan, seluas samudera kasih sayang. saya hanya bisa berharap dan yakin bahwa suatu saat nanti kebaikan ini akan muncul. Akan ada masanya ketika semua kebaikan yang ada, yang saat ini masih terkubur dengan berbagai kebencian di permukaan, akan muncul dan mendominasi, mengalahkan keburukan-keburukan yang sudah terlanjur menjamur.
Kawan, maukah kau bergabung dengan mereka yang terus berjuang dalam kebaikannya? Atau maukah kau memunculkan kebaikan yang ada pada dirimu? Sehingga kebaikan-kebaikan akan terus bermunculan di negeri. Ya, akupun juga akan berusaha. Akan selalu mencoba untuk melakukan kebaikan yang aku bisa.

Ada begitu banyak hal yang bisa kita lakukan namun kita malah mengabaikan. Ada banyak hal yang seharusnya kita abaikan tetapi justru malah sering kita poikirkan da lakukan. Sehingga semua menjadi abu-abu. Kita tak bisa lagi memilih dan memilah mana yang sebenarnya harus ktia lakukan atau kita abaikan. Mari, mari kita ubah mulai dari diri kita sendiri, dari hal yang terkecil sekalipun.