Friday, September 19, 2014

(ORANG) LURUS

“Benarkah garis lurus itu ada di dunia?” tebakan dari kakakku ketika aku masih SD.
Aku menjawab, “Ada lah, semua juga bisa membuat garis lurus (sambil mempraktekkan menggaris lurus dengan tangan)”.
“Coba jawab, apakah kamu yakin meja ini lurus?” tantang kakakku.
Dengan lantang aku menjawab”yakin!”
“Sekarang coba kamu bayangkan. Meja ini kamu susun teruus menerus sampai nanti pada akhirnya ketemu di meja pertama. Bukankah bumi itu bulat? Jadi ketika kamu terus menjejerkan meja ini sampai di titik semula, berarti meja ini tidak lurus, tetapi bulat, atau ada sekian persen yang bengkok. Meski hanya 0,00000 sekian persen” jelasnya.
Aku hanya terdiam. Mendengarkan penjelasan yang cukup masuk akal. Ada satu argumentasi lagi sebenarnya. Tapi tidak aku sampaikan. Aku menyimpan argumen itu, hingga sampai masa SMA ketika perdebatan tentang garis lurus itu terulang antara kedua temanku. Dan aku hanya mendengarkan, bahkan sedikit mendukung temanku yang “menjebak” bahwa tidak ada garis lurus di dunia ini. Aku sudah lupa dengan argumentasiku dulu yang belum aku ungkapkan.
Akupun merasakan asyiknya suasana membuat orang berpikir ulang. Mengotak-atik logika yang entah benar atau salah. Beberapa kali aku menanyakan dan menjelaskan tentang garis lurus pada teman-temanku. Hingga terakhir sekitar sebulan yang lalu aku menanyakannya pada temanku. Ada yang berpikir ulang, ada yang manggut-manggut mendengarkan logika bumi bulat sehingga tidak ada garis lurus. Tapi ada satu orang yang membantah yang akhirnya membuat kesimpulan bahwa garis lurus itu memang lurus. Dia berkata, “Logikamu itu salah, garis lurus itu tidak mengikuti bumi yang bulat, tapi harus berada di ketinggian yang sama”. Beberapa teman ada juga yang mengangguk dan mengiyakan. Tetapi itu sebuah tamparan bagiku. Hey, bukankah itu argumen yang dulu tidak pernah aku sampaikan? Bukankah itu penjelasan yang benar-benar menyatakan bahwa garis lurus itu lurus? Ya, jadi dapat kita simpulkan bahwa garis lurus itu memang lurus. Dia harus pada ketinggian yang sama, bukan diukur dari bumi, melainkan satu ketinggian yang konsisten. Pokoknya sepeti itulah, aku yakin kalian paham. J
So what? Apakah pencarian penjelasan garis lurus itu berhenti? Tidak. Tidak bagiku. Banyak fenomena yang bisa dijelaskan dari dua konsep tentang garis lurus tadi. Aku menghubungkannya dengan orang-orang yang menilai bahwa aku adalah orang yang lurus. Sungguh, ada gejolak ketika ada orang yang mengatakan bahwa aku adalah orang yang lurus. Dan banyak orag yang mengiyakannya. Selurus apakah diriku? Akupun tak tahu, bagaimana penilaian mereka, aspek apa yang mereka gunakan sampai pada akhirnya membuat kesimpulan bahwa aku adalah orang yang lurus. Karena aku sendiri menilai bahwa aku bukanlah orang yang lurus, banyak sekali bengkokan-bengkokan dalam hidupku. Ya, selalu begitu. Penilaian orang lain hanya melihat pada hal yang tampak. Karena apa yang dilihat orang lain dengan apa yang dilihat diri sendiri pastilah berbeda.
Ok. Pemahaman tentang dua konsep garis lurus di awal tadi bisa menjelaskannya. Kita asumsikan bahwa hidup manusia ini bagai menorehkan garis. Sehingga bisa dinilai apakah garis yang ditorehkan itu lurus atau tidak. Sayangnya tak ada manusia yang sempurna, tak ada manusia yang tidak menapakkan kakinya di bumi. Jadi, mau selurus apapun garis yang dia torehkan, dia akan terus mengikuti arah lingkar bumi. Manusia tak akan pernah bisa membuat garis lurus yang sempurna. Hanya malaikat yang mampu melakukannya. Karena memang malaikat diciptakan untuk mematuhi perintah-Nya. Kalaupun manusia bisa, dia harus memakai perlengkapan dan peralatan yang bisa digunakan di luar angkasa, bahkan mungkin mencapai luarnya luar angkasa.
Lalu, mengapa orang lain masih menilai sebagian orang itu lurus? Ya, karena mereka juga manusia. Sudut pandang mereka terbatas pada apa yang mereka lihat. Bukankah meja yang disusun terus-menerus sampai ketemu lagi pada ujungnya berarti memiliki kebengkokan sekian derajat? Butuh sudut pandang yang lebih luas dan lebih jauh untuk melihat kebengkokan tersebut.
Secara religius, ketika berdiskusi dengan salah seorang teman, dia menjawab, “Hanya ada dua kemungkinan; Allah menutupi aibnya atau Allah menunggu saat yang tepat untuk membalasnya”. Begitulah kiranya, karena tentu dalam melaksanakan sebuah tugas (membuat garis lurus), jika melakukan kesalahan pasti ada konsekuensinya. Dan karena manusia selalu salah, tak pernah bisa membuat garis lurus secara utuh, banyak sekali kemungkinan sebenarnya. Bisa jadi Tuhan menutup kesalahanya, menunda membalasnya, atau memaafkannya. Atau bisa jadi salah dua diantaranya. 
Dalam konsep penciptaan-Nya, Tuhan tak hanya menciptakan manusia. Kaitannya dengan tugas membuat garis lurus tersebut, Tuhan juga menciptakan malaikat dan jin sebagai pembantu atau penghalang bagi manusia. Manusia merupakan makhluk yang diciptakan dari tanah. Malaikat diciptakan dari nur atau cahaya, sedangkan iblis diciptakan dari api. Dari unsur-unsur itu bisa kita lihat, malaikat (cahaya) akan membantu dan memberi petunjuk kepada manusia (tanah) dengan cahayanya sesuai tugasnya masing-masing. Sedangkan iblis (api) akan merusak manusia (tanah), membengkokkan arah manusia agar tidak lurus. Cahaya menimbulkan efek terang sehingga tanah bisa membuat garis yang lurus sesuai petunjuk. Sedangkan api juga bisa memberikan cahaya, namun api juga menimbulkan efek panas yang membakar tanah menjadi kering kerontang.
Maka, hai manusia, fokuslah pada tujuanmu untuk membuat garis lurus, sadarlah bahwa manusia selalu diawasi oleh malaikat dan iblis di manapun manusia berada. Manusialah yang memilih untuk mengikuti malaikat atau iblis.
Ruang kecil KMP, Fakultas Psikologi UGM


19 September 2014

No comments:

Post a Comment