Sebelum
waktumu terasa terburu
Sebelum
lelahmu menutup mata
Adakah
langkahmu terisi ambisi
Apakah
kalbumu terasa sunyi
Sebelum waktu (hidup)mu
terasa terburu. Ketika hari tidak bisa diulang lagi. Ketika malaikat maut sudah
hampir menjemput ajal. Ketika tiba saatnya bumi digoncangkan, gunung
dihambur-hamburkan seperti kapas yang beterbangan. Sebelum tubuhmu terasa lelah
tak berdaya. Sebelum ragamu terbaring dengan enaknya.
Adakah langkahmu terisi
ambisi. Adakah langkah-langkahmu hanya untuk ambisi dunia? Harta, tahta,
wanita, atau ambisi apa yang menjadi jejak langkahmu? Sudahkah ambisi-ambisimu
itu tercapai? Sudahkah cita-citamu kau dapatkan? Dan setelah semua cita-citamu
tercapai, setelah ambisi-ambisimu sudah berada di tanganmu, apakah hatimu merasa
bahagia? Apakah kau merasa senang? Atau, justru hatimu terasa sunyi. Sepi.
Senyap. Seolah apa yang telah kau dapatkan itu masih kurang. Masih belum cukup
untuk mengobati kehausan ambisimu? Lalu, apa yang sebenarnya kau cari di dunia
ini? Atau untuk siapa ambisi-ambisimu itu kau persembahkan?
Luangkanlah sejenak detik dalam
hidupmu
Berikanlah rindumu pada denting
waktu
Luangkanlah sejenak detik dalam
sibukmu
Dan lihatlah warna kemesraan dan
cinta
Ya,
sebelum semua itu terjadi. Sebelum hari akhir tiba. Sebelum kesuksesanmu
tercapai. Luangkanlah! Luangkanlah sejenak detik dalam hidupmu. Rinduilah
denting waktu yang terus bergulir disisimu. Nikmatilah setiap denting waktu.
Jangan pernah menyesal, karena waktu tak akan pernah terulang. Luangkanlah
sejenak detik dalam sibukmu. Di tengah kesibukanmu mengejar cita-cita;
akademik, pekerjaan, organisasi, dan hal-hal lain dalam kesibukanmu,
luangkanlah! Lihatlah sejenak warna kemesraan dan cinta. Lihatlah sendiri
betapa proses itu menyenangkan. Nikmatilah prosesmu mencapai cita-citamu. Rasakanlah
setiap rasa dalam menjalani hidupmu. Suka duka, canda tawa, dan setiap rasa
yang mengiringi dan mewarnai jalan hidupmu. Rasakanlah cinta pada setiap orang
yang berada di sekelilingmu. Orang-orang yang menyayangimu dan yang kau
sayangi. Orang-orang yang mencintai dan kau cintai. Ya, sebelum hari akhir
tiba. Sebelum masa kesuksesanmu ada. Sebelum semua terasa sunyi. Karena warna
dan cinta itulah yang akan menemani ketika kesunyian menghampiri. Karena warna
dan cinta itulah yang akan mengisi kalbu yang sunyi.
Sebelum
hidungmu terhalang nafasmu
Sesudah
nafsumu tak terbelenggu
Indahnya
membisu tandai yang berlalu
Bahasa
tubuhmu mengartikan rindu
Sebelum hidungmu tak
lagi bernafas. Sebelum kau benar-benar tak lagi bernafas. Sesudah kau memenuni
nafsumu, karena nafsumu tak terbelenggu. Membisu menjadi hal yang sangat akrab.
Merenungkan atas segala pelampiasan nafsu yang tak terkendali. membisu dan
merenung menjadi hal yang indah untuk dilakukan. Melihat kembali masa lalu
saat-saat nafsu bergejolak. Tak disadari bahasa tubuh menggambarkan kerinduan.
Rindu untuk kembali ke masa lalu. Masa-masa memenuhi nafsu. Atau rindu pada
sesuatu yang dapat memberikan efek lebih dari sekedar memenuhi nafsu.
Luangkanlah sejenak detik dalam
hidupmu
Berikanlah rindumu pada denting
waktu
Luangkanlah sejenak detik dalam
sibukmu
Dan lihatlah warna kemesraan dan
cinta
Luangkanlah!
Luangkanlah sejenak detik dalam hidupmu. Rinduilah denting waktu yang terus
bergulir disisimu. Nikmatilah setiap denting waktu. Jangan pernah menyesal,
karena waktu tak akan pernah terulang. Luangkanlah sejenak detik dalam sibukmu.
Di tengah kesibukanmu, luangkanlah! Lihatlah kemesraan dan cinta. Tak hanya
dari orang-orang di sekitarmu. Rasakanlah kemesraan dan cinta dari Tuhan yang setiap
langkah mengiringimu. Karena dimanapun Tuhan selalu mendampingimu, memberikan
kasih sayang-Nya, memberikan cinta-Nya, yang sering kali dilupakan oleh hamba.
Yang tlah semu
Yang tak semu
Dan tak semudah itu
Lihatlah!
Rasakanlah! Kebahagiaan manakah yang telah semu? Kebahagiaan manakah yang tak
semu? Apakah kebahagiaan mengejar ambisimu? Apakah kebahagiaan menjalani
kesibukanmu? Apakah kebahagiaan memenuhi nafsu? Atau cinta dari orang-orang
yang mencintai dan kau cintai? Ataukah kemesraan dan cinta dari Sang Pemilik
Cinta? Manakah yang semu? Manakah yang tak semu? Mana yang menjadi kebahagiaan
sejati? Mana yang menjadi cinta yang hakiki? Dan tentu, untuk merasakannya tak
semudah kau mengatakannya. Tak semudah kau membalik telapak tangan. Sungguh,
tak semudah itu.
Masjid
A-Taqwa Swakarya, 2014
No comments:
Post a Comment