“langit tinggi bagai
dinding, lembah luas ibarat mangkok, hutan menghijau seperti zamrud, sungai
mengalir ibarat naga, tak terbilang kekayaan kampung ini. Sungguh tak
terbilang. Maka yang manakah harta karun paling berharga?”
Tak
dipungkiri bahwa Indonesia merupakan negara yang memiliki sumber daya alam dan
manusia yang banyak. Tak terhitung barang tambang mulai dari tembaga, besi,
nikel, timah, perak, dan emas, keanekaragaman hayati seperti tumbuh-tumbuhan
dan hewan yang jumlahnya mencapai ratus ribuan. Sama halnya dengan manusia yang
tinggal di Indonesia. Banyak sekali perbedaan di Indonesia, tak terhitung
suku-suku yang ada, budaya, politik, dan agama. Dari semua kekayaan itu,
kira-kira manakah harta karun yang paling berharga bagi Indonesia?
Teka-teki
di awal tulisan ini diambil dari novel Tere Liye yang berjudul Pukat. Dalam
novel tersebut jawaban dari teka-teki ini sangatlah kompleks. Memang secara
tersurat disebutkan bahwa harta karun yang paling berharga adalah anak-anak.
Tapi, apakah benar anak-anak adalah harta karun paling berharga? Menurut
penulis, gaya tulisan Tere Liye tidak sesimpel itu. Pembaca harus pandai
mengkaitkan fakta-fakta yang ada. Dalam tulisan ini penulis mencoba mengartikan
amanat yang ingin disampaikan Tere Liye dalam novel tersebut sesuai dengan
pemahaman dan pengetahuan penulis dalam bidang psikologi.
Secara
logika anak-anak merupakan generasi yang akan melanjutkan kehidupan manusia.
Merekalah yang akan meneruskan perjuangan kita untuk mengatur dan mengelola
Indonesia. Sehingga anak-anak memiliki peran penting untuk mengembangkan
Indonesia menjadi lebih baik, seperti yang diinginkan dan sering
digembor-gemborkan.
Dalam
pencapaian tujuan harus diimbangi dengan usaha keras. Maka tak cukup dengan
mengandalakan anak-anak kita tanpa ada usaha untuk membekali mereka. Orangtua
dapat menyuruh anaknya untuk pergi ke suatu tempat, tetapi dia juga harus
membekali anaknya sesuai dengan kebutuhan. Lalu, apa yang dapat dijadikan bekal
bagi anak-anak untuk mengembangkan Indonesia?
Satu
kata yang dapat mewakili bekal-bekal yang daibutuhkan anak adalah pendidikan.
Karena pendidikanlah yang akan menentukan apa yang dilakukan oleh anak.
Pendidikan yang baik akan menghasilkan pribadi yang baik, begitu juga sebaliknya.
Diakui
atau tidak, kebanyakan permasalahan yang ada di Indonesia diakibatkan oleh
buruknya pendidikan yang ditanamkan pada generasinya. Dasar pendidikan saat ini
adalah kepatuhan, bukan pertukaran pikiran. Ilmu sekolah adalah ilmu hafalan
bukan ilmu latihan menguraikan. Sehingga tak heran jika muncul permasalahan
penyalahgunaan narkoba, pornografi, korupsi, tawuran, kekurangan bahan pokok,
dan sebagainya. Akan berbeda hasilnya jika dasar pendidikan adalah pemahaman,
saling bertukar pikiran, lalu mengamalkan. Sehingga ilmu-ilmu yang dipelajari
di kelas tidak menjadi uap yang menghilang begitu saja, tetapi dapat diterapkan
dalam kehidupan sehari-hari.
Pemahaman
tentang konsep pendidikan tidak cukup untuk mengembangkan Indonesia. Karena
perubahan merupakan proses yang amat panjang. Dalam menjalani proses itupun
terasa menyakitkan. Perlu langkah-langkah yang terorganisir dengan baik,
melibatkan semua pihak, dan dilakukan terus menerus. Bisa menggunakan teori Bronfenbrenner
untuk membentuk sistem yang terorganisir dari pemerintah hingga individu. Pemerintah
dapat membuat aturan yang menghimbau orangtua untuk lebih memperhatikan
perkembangan dan pendidikan anaknya daripada berorientasi kekayaan dan
kekuaaan. Berikan contoh yang baik sebagai modeling (teori Bandura) bagi anak
dalam melakukan sesuatu. Pemerintah juga dapat membatasi media-media dalam
memberikan layanannya; penyajian siaran televisi, komik atau buku bacaan, dan
internet. Gunakan metode belajar dan sistem evaluasi yang terbaik dan cocok
bagi siswa di sekolah (Piaget, Vygotsky, dll). Orangtua dan guru dapat saling
bekerja sama mengontrol perkembangan dan pendidikan anak.
Keanekaragaman
hayati, bahan tambang, sebenarnya juga merupakan harta karun yang berharga.
Namun, mereka tidak ada artinya jika manusia di dalamnya tidak mempunyai
kapasitas untuk mengolah dan mengurusnya.
Manusia pun tak ada artinya jika tidak melakukan apa-apa. Bahkan bisa menjadi
penghambat atau pengrusak harta karun yang paling berharga. Pendidikan pun juga
tak ada apa-apanya jika hanya disepelekan dan tidak dilaksanakan. Maka, untuk
mencapai perubahan yang lebih baik harus melibatkan semuanya dari lingkup
individu, mikrosistem, mesosistem, eksosistem, makrosistem, hingga kronosistem.
Karena perubahan tidak akan pernah
terjadi oleh ide-ide brilian yang terus dikemukakan tetapi perubahan akan
terjadi dengan ide-ide yang secara bersama-sama dan konsisten dilaksanakan.
Dalam misi mengubah Indonesia, penulis bersama
teman-teman sudah memulai melakukan beberapa aksi untuk masa depan. Mulai dari
diri sendiri. Harapannya dapat mempengaruhi sistem-sistem di luarnya. Meski
disadari bahwa mungkin tidak ada artinya, tapi setidaknya sudah diusahakan.
Aksi-aksi tersebut adalah mengurangi sampah plastik dengan cara menggunakan tas
atau tempat makanan ketika berbelanja di pasar, toko, atau supermarket.
Menyebar benih ikan ke sungai-sungai. Mengajar TPA. Tidak mencontek dan
memberikan contekan. Menanam satu pohon, tak usah muluk-muluk seribu pohon. Dan
terakhir selalu mencoba menyebarkan ide-ide yang telah dilakukan; mengajak
siapapun untuk ikut melakukannya atau melakukan ide briliannya masing-masing.
No comments:
Post a Comment