Monday, March 14, 2016

Kontemplasi II

Ketika banyak hal yang dianggap sebagai masalah. Mau tak mau pikiran dan otak menjadi lelah. Sehingga jalan ke depan seolah tampak tak bisa dipapah. Kakipun menjadi berat untuk melangkah.
Lalu, apakah berhenti menjadi sebuah solusi? Ataukah aku harus terus berlari?
Aku sering termenung sendiri. Memikirkan berbagai macam opsi. Tak jarang aku berpikir untuk berhenti. Tak perlu menyelesaikan apa yang telah lama aku mulai. Tapi ketika tekad berhenti sudah membulat di hati, ada begitu banyak sesi yang menunjukkan bahwa aku tak diridhoi.
Aku tidak dizinkan untuk berhenti. Dia mengirimkan teman-teman yang peduli dan terus memberi motivasi. Dia mempertemukan aku dengan berbagai macam orang yang menunjukkan simpati dan empati. Ada yang mengingatkan akan masa depan dengan mimpi, harapan yang tinggi, mengenal jati diri, tanggung jawab abadi. Ada yang mau menjamin dan menanggung masa depan dengan janji-janji; membiayai sekolah sampai tinggi, membelikan tanah dan rumah untuk ditinggali. Atau dari obrolan dan diskusi. Meski berbeda topik, pendapat dan pola pikirku sendiri menjadi bumerang atas permasalahan yang kuhadapi. Yah, meskipun ini hanyalah persepsi, namun aku tak bisa menganggapnya hanya sekedar kebetulan yang terjadi. Atau lewat lagu yang tak sengaja kudendangkan atau kudengarkan. Liriknya menyindirku dalam-dalam.
Sementara itu, kaki ini sudah terlajur berat untuk diangkat, kesendirian malah menjadi senjata makan tuan, dan harapan kubiarkan hancur berantakan. Aku harus meringankan kakiku sendiri atau mencari alat bantu untuk tegak berdiri. Aku juga harus menyibukkan hati dan meramaikan kesunyian yang terlanjur mencekam. Serta aku harus menyusun kembali harapan yang sudah tercerai berai berserakan.
Ah tidak, tidak. Bukan semua itu sepertinya. Ternyata aku masih terlalu banyak menyalahkan pihak luar. Aku lupa dan tak sadar bahwa sebenarnya masalah itu ada dalam diriku sendiri. Benarkah setiap peristiwa yang terjadi menjadi masalah itu adalah akar dari semua permasalahan? Tentu bukan. Pasti bukan. Masalahnya adalah diriku sendiri yang masih kurang kuat berdiri. Ternyata aku yang tak mau bangkit kembali. Ah, tapi terlalu lama menyalahkan diri sendiri juga tidak menyelesaikan masalah bukan? sudah saatnya aku bangkit dari kejatuhan, sudah tiba masanya aku berjalan atau kalo perlu berlari, berlari sekencang-kencangnya sampai tujuan.

No comments:

Post a Comment