Membaca.
Sejak kecil memang aku suka membaca. Namun, karena sedikit sumber bacaan yang (kusukai
yang) ada di rumah, maka tak banyak buku yang kubaca. Aku mulai sering membaca
ketika di SMA. Minat membacaku bertambah signifikan ketika berdiskusi denganmu.
Begitu banyak pendapat dan argumentasi yang kau sampaikan yang menunjukkan
bahwa sumber bacaanmu begtu banyak. Lagi-lagi sumber bacaankupun masih
terbatas, hanya meminjam buku-buku teman di saat waktu luang. Terlebih bacaan
yang kusuka adalah bentuk tulisan narasi seperti cerpen, novel, dan sejenisnya.
Menulis.
Awal aku menulis adalah bersama dirimu. Ketika saat itu kita bersama-sama
mengenal internet dan memiliki komputer sendiri di rumah. Saat itu kita sering
bergadang hingga malam bahkan dini hari hanya untuk bermain media sosial.
Kemudian kita mencoba membuat blog untuk media menulis ide-ide kita.
mengabadikan yang tidak bisa abadi pikiran-pikiran kita. Terkadang kau yang
mengajariku. Kadang pula aku yang mengajarimu.
Membaca
dan menulis merupakan dua kombinasi aktifitas yang secara tidak langsung kau
wariskan. Termasuk belajar nahwu shorof untuk membaca
literatur-literatur berbahasa Arab. Membaca dan menulis tentang perkembangan
ilmu pengetahuan dan islam. Juga termasuk ‘membaca’ negeri kita yang kian lucu
ini. Ah, sayang sekali momen diskusi kita dulu sungguh sangat singkat. Terlebih
impianku untuk kita bersama berjuang di masyarakat kita. ah, tentu mengutuki
takdir tak akan menyelesaikan masalah, bukan?
Katanya
kepergian selalu bernilai positif jika dilihat dari sudut pandang yang pergi,
bukan yang ditinggalkan. Biarlah... biarlah.. mungkin memang aku ditakdirkan
untuk berjuang sendiri. Karena yang dibutuhkan saat ini adalah arus yang deras.
Bukan arus yang tenang, apalagi menggenang. Aku harus menjadi arus yang mampu
menggerus setiap keburukan dan mengubah segala yang kurang tepat menjadi lebih
baik. Meskipun saat akhir bersamamu ada sedikit kekecewaan yang menggangguku.
Masih kuingat janjimu. “kalo kamu pulang, aku juga akan pulang”. Saat itu
adalah untuk berjuang di rumah. Baru satu bulan aku pulang, kau benar-benar
pulang untuk selamanya. Jika boleh kutitipkan salam, tolong tanyakan, bisakah
aku teteap dapat ridho di dalam neraka? Karena bukankah tak layak seorang
seperti aku ini mengharap surga?
No comments:
Post a Comment