Wednesday, October 12, 2016

Warisan

Membaca. Sejak kecil memang aku suka membaca. Namun, karena sedikit sumber bacaan yang (kusukai yang) ada di rumah, maka tak banyak buku yang kubaca. Aku mulai sering membaca ketika di SMA. Minat membacaku bertambah signifikan ketika berdiskusi denganmu. Begitu banyak pendapat dan argumentasi yang kau sampaikan yang menunjukkan bahwa sumber bacaanmu begtu banyak. Lagi-lagi sumber bacaankupun masih terbatas, hanya meminjam buku-buku teman di saat waktu luang. Terlebih bacaan yang kusuka adalah bentuk tulisan narasi seperti cerpen, novel, dan sejenisnya.
Menulis. Awal aku menulis adalah bersama dirimu. Ketika saat itu kita bersama-sama mengenal internet dan memiliki komputer sendiri di rumah. Saat itu kita sering bergadang hingga malam bahkan dini hari hanya untuk bermain media sosial. Kemudian kita mencoba membuat blog untuk media menulis ide-ide kita. mengabadikan yang tidak bisa abadi pikiran-pikiran kita. Terkadang kau yang mengajariku. Kadang pula aku yang mengajarimu.
Membaca dan menulis merupakan dua kombinasi aktifitas yang secara tidak langsung kau wariskan. Termasuk belajar nahwu shorof untuk membaca literatur-literatur berbahasa Arab. Membaca dan menulis tentang perkembangan ilmu pengetahuan dan islam. Juga termasuk ‘membaca’ negeri kita yang kian lucu ini. Ah, sayang sekali momen diskusi kita dulu sungguh sangat singkat. Terlebih impianku untuk kita bersama berjuang di masyarakat kita. ah, tentu mengutuki takdir tak akan menyelesaikan masalah, bukan?

Katanya kepergian selalu bernilai positif jika dilihat dari sudut pandang yang pergi, bukan yang ditinggalkan. Biarlah... biarlah.. mungkin memang aku ditakdirkan untuk berjuang sendiri. Karena yang dibutuhkan saat ini adalah arus yang deras. Bukan arus yang tenang, apalagi menggenang. Aku harus menjadi arus yang mampu menggerus setiap keburukan dan mengubah segala yang kurang tepat menjadi lebih baik. Meskipun saat akhir bersamamu ada sedikit kekecewaan yang menggangguku. Masih kuingat janjimu. “kalo kamu pulang, aku juga akan pulang”. Saat itu adalah untuk berjuang di rumah. Baru satu bulan aku pulang, kau benar-benar pulang untuk selamanya. Jika boleh kutitipkan salam, tolong tanyakan, bisakah aku teteap dapat ridho di dalam neraka? Karena bukankah tak layak seorang seperti aku ini mengharap surga?

No comments:

Post a Comment