Wednesday, October 12, 2016

Kado, Hadiah Terindah

Berikan goreskan terindahmu”. Begitu tulismu dalam binder, kado pertama yang kau berikan padaku tahun 2013 lalu. Binder buatanmu sendiri, hand-made, dengan hiasan dari barang-barang bekas seperti nilai yang kita anut; memanfaatkan barang bekas untuk menjadikannya lebih berharga, salah satu bentuk mencintai lingkungan. Begitulah cara kita bertiga saling menguatkan dan mengingatkan. Ya, bertiga, aku, kau dan dia. Setelah satu tahun lamanya pada tahun 2012 kita bertiga dalam satu departemen di sebuah organisasi. Jika saat kepengurusan berlangsung cara yang kita gunakan adalah kita bergantian mentraktir makan saat reuni (kata yang kita gunakan untuk mengganti kata ‘rapat’ saat itu. Karena katanya, dan benar nyatanya, nama organisasi kita adalah keluarga), maka setelah kepengurusan berakhir seolah ada perjanjian tanpa harus diucap; kita saling mengkado pada hari ulang tahun kita. Padahal kau dan aku sama-sama menyembunyikan tanggal lahir kita. Tapi kita bertiga sudah sama-sama tahu dan mengingat kapan hari spesial kita masing-masing itu. Dan kalo sempat kita juga mengagendakan makan bersama juga, melanjutkan reuni yang tanpa rapat. Atau kata-kata ‘motivasi’ atau mungkin kata sindiran yang sering kita ungkapkan untuk menguatkan diri kita saat itu, “Kita itu salah satu jantungnya organisasi ini, kalo kita berhenti, organisasi ini juga ikut berhenti, ga ada gaungnya sama sekali”.
cover terbuat dari kardus bekas dan dihias dengan daun kering, kemudian bagian tepinya dilekatkan dengan lakban hitam

halaman pertama

Tentu kau juga ingat ketika pada tahun itu, kau mengkado dia sebilah pisau lipat yang diam-diam kau letakkan di tasnya? Sebuah kado misterius yang menakutkan bagi dia dan membuatnya histeris, sampai-sampai dia nangis-nangis ketakutan menelopon ibunya, sedang bagi kita itu menjadi bahan tertawaan se-sekre. Hahaha. Ah, hari spesial? Belum tentu juga. Karena sebenarnya umur kita berkurang, bukan? detik demi detik, hari berganti hari hingga bulan dan tahun terus bergulir hingga akhirnya suatu saat nanti kau benar-benar meninggalkan kami.
Waktu berlanjut hingga akhirnya saling mengkado itu tidak harus tepat pada hari ulang tahun kita. Tahun 2014, setelah kita pulang dari KKN, kau memberikan kepada kami masing-masing sebuah kompas. “Setidaknya kalo bepergian kalian bisa tahu arah kiblat” katamu pada kami di tengah-tengah obrolan setelah makan di Waroeng Steak saat itu. Tempat traktiran yang kita pilih di hari ulang tahunnya. Dan tentu, kau selalu memilih menu yang paling mahal ketika ditraktir seperti itu. Bahwa tidak ada hal yang perlu dikhawatirkan dan dipikirkan saat kita bersama ‘keluarga’. Karena kita sudah saling memahami satu sama lain baik karakter maupun kebiasaan kita masing-masing.


Tahun 2015 adalah masa-masa ketika angkatan kita sudah seolah saling memikirkan diri sendiri. Sudah tidak tergabung lagi dalam sebuah wadah organisasi. Sudah tak sering lagi berkumpul dan berdinamika bersama. Sudah jarang pertemuan diantara kita meski hanya untuk saling menyapa. Namun bukan berarti kita tidak bertemu sama sekali. Sempat dalam pertemuan itu kau masih memberiku lagi. masa-masa ini adalah masa-masa kita saling bertanya dan menanyakan “gimana skripsi? Udah dapaet judul? Siapa DPS-mu?” dan pertanyaan-pertanyaan lain yang senada. Saat itu aku tak sedang memiliki HP untuk berkomunikasi. HP yang sebelumnya aku dipinjami sudah diminta pemiliknya. Mengetahi hal itu kau membeli hp baru dan meminjamkan hp lamamu padaku. “pakai aja dulu, aku udah beli yang baru, aku ga cocok pake hp ‘merk’ itu” katamu waktu itu. Hingga akhirnya ketika kusampaikan kalo adikku ingin membelinya, kau malah berkata “sudah pakai aja, gak usah dibeli”.


Tahun 2016 adalah masa perjuangan bagi kita yang masih memperjuangkan S.Psi. dan kau berhasil meraihnya, kado terakhir yang kau suguhkan untuk orangtuamu juga keluarga besarmu. Lalu, dua hari kemudian, dua hari sebelum hari ulang tahunku, kau menyiapkan kado spesial terakhirmu; memori bersamamu. Entah kenapa, semua memori tentangmu dan bersamamu mengalir begitu saja di hari ulang tahunku. Seolah memang itu sudah kau siapkan dengan rapi. Sama rapinya seperti binder hand-made buatanmu dari barang bekas itu. Penuh berisikan cerita tentang kita dulu. Seperti kompas yang selalu menunjukkan arah bagiku untuk masa depan dan mengevaluasi masa lalu. Layaknya HP yang dimanfaatkan untuk menjalin silaturrahim bagi kami yang masih hidup mengenangmu. Sebagai pengingat kami untuk selalu mengingat waktu.


Kutunggu ketika kau mau menuangkan air surga padaku...

No comments:

Post a Comment