Ada
masa ketika seolah dunia seisinya mendukung kita. Apapun yang kita lakukan
terasa sangat mudah dan gampang. Lancar terus tanpa ada hambatan. Masa depan
menjadi tampak cerah bercahaya dan bersinar. Masa depan gemilang, mungkin
seperti itu orang mengatakan. Namun, di sisi lain, terkadang kita merasakan
bahwa ada masa ketika seolah dunia seisinya menjatuhkan kita, merendahkan kita
serendah-rendahnya. Langkah ke depan tampak gelap nan kelam. Selalu ada
hambatan dan rintangan ketika kita mencoba melakukan tindakan. Masa depan
seuram, begitulah orang menyebutnya.
Benarkah
kehidupan itu demikian? Ada juga yang mengatakan bahwa kehidupan itu layaknya
roda yang berputar. Ada kalanya kita di atas, ada pula saatnya kita di bawah. Masa-masa
di atas digambarkan dengan kebahagiaan atau kesuksesan seperti mendapat banyak
harta, prestasi, pekerjaan yang layak, dan sejenisnya. Sedangkan kondisi di
bawah adalah masa-masa penuh kesulitan seperti banyak hutang, pengangguran,
susah makan, sedikit harta dan uang, prestasi menurun, dan semacamnya.
Analogi
di atas menggambarkan bahwa masa kegemilangan dan kesuraman, sesuai definisi
masing-masing berdasar penjelasan tadi, itu berada di atas dan di bawah. Sebagai
umat islam yang memahami memahami keimanan dan bahwa Yang Maha Kaya dan
Mengatur Rezeki adalah Allah SWT., tentu seharusnya memiliki pandangan yang
berbeda mengenai hal ini. Kegemilangan dan dan kesuraman di atas bisa
dibahasakan sebagai kegemilangan atau kesuksesan duniawi serta sebaliknya;
kesuraman atau ketidaksuksesan duniawi.
Tulisan
ini ditulis dan ditujukan bagi yang merasa memiliki iman di hatinya, untuk
mereka yang mengaku islam. Mereka yang meyakini Allah adalah Tuhannya, Muhammad
adalah Rasul-Nya, dan Al-Quran adalah kitab-Nya sebagai pedoman hidup manusia. Benarkah
bahwa kehidupan atas dan bawah ini bagaikan roda yang berputar seperti
penjelasan sebelumnya? Kemudian bahwa atas dan bawah itu ditentukan oleh
seberapa sukses kita meraih kebahagiaan berdasar banyaknya kekayaan, harta,
prestasi, dan sejenisnya yang kita peroleh dan miliki? Jika iya, maka selesai.
Namun jika tidak, lalu seperti apakah yang benar itu?
Bagi
saya sendiri, penganalogian itu tidak seluruhnya salah, tetapi juga tidak
seluruhnya benar. Yang jelas kebenaran adalah milik Allah, bukan? Satu hal yang
perlu saya tekankan bahwa tulisan ini hanyalah pendapat pribadi, bukan
golongan, karena yang menulis adalah saya sendiri. Bukan pula hasil
mewawancarai seperti yang biasanya saya lakukan, tetap murni karena perenungan
pribadi di dunia antah berantah yang hanya saya sendiri yang bisa memasukinya.
Pembahasan
dalam tulisan ini akan dibagi menjadi dua bagian yang saling berkaitan. Bagian
pertama adalah tentang keterang-benderangan atau bersinar dan kegelapan atau
kesuraman dan bagian kedua adalah tentang roda kehidupan.
Kehidupan
bisa jadi masih dianggap misteri bagi beberapa orang. Apalagi ketika kita
membicarakan adanya berbagai macam keadaan dan peristiwa yang jauh dari
prediksi manusia. Ada juga berbagai peristiwa yang mungkin belum bisa
dijelaskan dengan logika dan nalar biasa pada umumnya. Maka muncullah
kesimpulan seperti di atas bahwa hidup itu seperti roda yang berputar, ada
kalanya di atas, ada saatnya di bawah. Sama halnya dengan kondisi yang
diceritakan di awal tadi. Ada masa ketika seolah gelap nan kelam tetapi ada
juga masa yang terang benderang.
Pada
dasarnya saya juga meyakini bahwa ada masa terang benderang dan ada pula masa
kegelapan. Namun, ketika berada di jalan yang terang benderang kemudian merasa
seolah jalan ke depan itu jelas dan lancar, tidak ada hambatan, dan sebagainya.
Lalu, sebaliknya ketika berada di jalan yang gelap seolah semua menjadi suram,
tidak ada harapan, selalu menghadapi rintangan dan hambatan, menurut saya itu
hanyalah persepsi manusia belaka. Saya yakin bahwa kapanpun dan di manapun kita
berada saat ini, terlepas dari persepsi kita sedang berada di jalan yang terang
benderang ataupun kegelapan, bagi saya kedua jalan itu saling berdampingan.
Satu hal yang membuat persepsi itu muncul adalah karena kita terlalu fokus pada
salah satu jalan saja, sehingga kita tidak melihat jalan yang lainnya. Misal
saat ini kita merasa kita berada di jalan yang terang benderang yang mana
seolah jalan ke depan terlihat jelas dan tanpa hambatan. Itu semua karena kita
hanya melihat kebaikan-kebaikan dari masa depan. Padahal kalau kita mau
menyadari, sebenarnya ada juga faktor resiko yang bisa menghambat kita di
tengah jalan nanti. Sebaliknya, kalau kita menganggap saat ini berada di jalan
kegelapan yang mana seolah masa depan suram penuh dengan cobaan dan ujian. Hal
ini disebabkan karena kita hanya fokus pada cobaan-cobaan dan ujian yang akan
kita hadapi. Padahal kalau kita mau menyadari banyak juga kesempatan kebaikan
di sekeliling kita. Ada juga orang-orang yang akan mendukung dan membantu kita
untuk menghadapi itu semua; keluarga, guru, sahabat, teman, rekan, dan
sebagainya.
Manakah
yang lebih baik diantara keduanya? Ya, bisa jadi semua orang akan mengatakan
yang memiliki persepsi berada di jalan terang benderanglah yang lebih baik.
Bagi saya, itu benar tetapi ada satu sisi faktor resiko yang perlu diwaspadai.
Ada sisi negatif jika kita merasa selalu berada di jalan terang benderang
sementara itu selalu menumbuhkan harapan-harapan baik akan selalu datang. Sehingga
ketika suatu saat ada kejadian di luar dugaan, kita akan kaget dan terpuruk
jika tidak menyiapkan hal ini. Karena dibalik setiap harapan selalu diikuti
kekecewaan. Masing-masing kondisi harus menyadari adanya jalan lain. Mereka
yang merasa berada di jalan yang terang benderang harus menyadari adanya jalan
kegelapan dan harus menyiapkan jika suatu saat nanti terjerumus ke sana. Pun
demikin dengan orang yang berada di jalan kegelapan. Mereka harus menyadari
adanya jalan terang benderang dan terus berusaha meraihnya, tidak hanya
berharap ada orang yang mau menyeretnya ke jalan tersebut.
Jika
dianalogikan roda yang berputar, bagi saya roda ini bukan berputar dari atas ke
bawah. Roda itu seperti piringan yang berputar secara horizontal.
Orang
yang cerdas adalah orang yang tahu dan paham di mana dia berjalan.
Analogi
yang saya buat adalah roda piringan yang berputar secara horizontal. Karena
kebahagiaan di dunia itu hanya berlaku di dunia. Belum tentu juga berlaku di
akhirat. Untuk roda yang berputar secara vertikal, sebagai umat muslim kita
harus menggunakan standar yang sesuai dengan pedoman hidup kita. Kedudukan
tertinggi manusia di hadapan Allah adalah yang paling bertaqwa. Sehingga,
meskipun dia sedang berada dalam jalan kegelapan, tetapi jika keimanan dan
ketaqwaan tetap ada di hatnya, maka dia bisa berada di tingkat yang lebih
tinggi dibandingkan dengan orang yang berhasil dan sukses di dunia tetapi tidak
ada keimanan dan ketaqwaan di hatinya.
No comments:
Post a Comment