Anda
pernah kehilangan suatu barang atau sejumlah uang? Seberapa banyak kah nilai
barang atau uang hilang yang pernah Anda alami? Atau kehilangan yang Anda alami
adalah kehilangan seseorang? Seseorang yang sangat Anda cintai. Entah karena
benar-benar menghilang karena dicuri, hilang ingatan, menjadi gila, atau karena
meninggal dunia. Atau jangan-jangan kehilangan itu hanya perasaan kita saja,
bisa jadi karena lupa atau tidak melihatnya. Tak jarang bukan kita merasa
kehilangan uang, padahal kita baru ganti baju dan uangnya masih di saku baju
yang tertumpuk di ember. Atau ketika jalan-jalan di tempat wisata ketika anak,
kakak, atau adik kita ke kamar mandi tapi kita tak menyadarinya, tiba-tiba
sadar dan panik karenanya.
Aku
hanya merasa yakin saja setiap orang tentu pernah mengalaminya. Kalaupun memang
belum, suatu saat nanti pasti akan merasakannya. Karena setiap orang tentu akan
mati, dan sebagai orang yang pasti punya teman dekat, keluarga, dan sebagainya
pasti akan tiba masanya ketika orang yang kita cintai itu meninggal dunia. Kehilangan
barang juga bisa dialami oleh siapapun, entah karena dicuri, dirampok, ditipu,
dihipnotis, bencana alam, ketinggalan di tempat umum, jatuh di jalan, dan
sebagainya.
Di
sini saya akan sedikit berbagi tentang pengalaman kehilangan yang pernah saya
alami. Berbagai kejadian kehilangan terus silih berganti. Sudah dua kali hp-ku
dicuri; satu milik sendiri (Januari 2014), satu hp pinjaman teman karena belum beli
hp baru lagi (pertengahan tahun 2014), dan tentu harus mengganti hp-nya yang
dicuri, karena akadnya aku meminjam, bukan membeli. Sepeda minjam teman juga
pernah hilang (Agustus 2015), digunting kunci sepedanya lalu dibawa pergi. Pernah
juga menjadi korban penipuan atm yang dulu gencar, yang dilakukan by phone
yang menghilangkan sejumlah uang hingga mencapai kurang lebih 10,5 juta
(oktober 2011), dan lagi itu adalah atm teman, bukan atm sendiri. Haha. Saya
tak perlu menceritakan detail kejadian, intinya tiga kali kecurian (2 hp dan 1
sepeda) dan penipuan (uang 10,5 juta). Oh iya, satu lagi, duluuu sekali saat
masih kelas 5 SD (sekitar tahun 2005), kehilangan uiang 10 ribu yang seharusnya
buat bayar uang SPP, dan ternyata malah dicuri oleh sahabat sendiri. Dan
berbagai kehilangan seperti jam tangan yang jatuh di perjalanan, ada juga jam
tangan yang dicuri, juga sejumlah nominal uang lain yang aku tak sadar
kehilangannya serta kehilangan-kehilangan lain yang sudah lupa dan tidak
kuceritakan satu persatu di sini.
Kehilangan
orang-orang yang dicintai. Beberapa kali aku merasakannya.
‘dikucilkan’/didiamkan kakak kandung sendiri (Juli 2004-2012); berpaling ketika
diajak bicara, mengabaikan ketika meminta maaf (padahal ga tahu salah apa), didiamkan
sahabat-sahabat (yang dulunya ‘cinta’ menjadi benci), meninggalnya ibu (Januari
2009), dan terakhir meninggalnya salah satu kakak kandung (Februari 2016). Kawan,
tahukah kau bagaimana rasanya memiliki kehilangan?
Memiliki
Kehilangan
by
Letto
Tak
mampu melepasnya walau sudah tak ada
Hatimu
tetap merasa masih memilikinya
Rasa
kehilangan hanya akan ada
Jika
kau pernah merasa memilikinya
Pernahkah
kau mengira kalau dia tlah sirna
Walau
kau tak percaya dengan sepenuh jiwa
Rasa
kehilangan hanya akan ada
Jika
kau pernah merasa memilikinya
Pernahkah
kau mengira kalau dia kan sirna
Walau
kau tak percaya dengan sepenuh jiwa
Rasa
kehilangan hanya akan ada
Jika
kau pernah merasa memilikinya
Tak
mampu benar-benar melepas, padahal dia benar-benar sudah tiada. Kita merasa ada
sesuatu yang hilang, ada yang kurang, tapi kita tak benar-benar mampu
melepasnya. Kita masih berharap dia di samping kita atau kita berada di
sisinya. Hati kita masih tetap merasa memilikinya. Layaknya jam tangan yang
selalu menempel di tangan, tapi tiba-tiba tak ada jam tangan lagi. Kadang kita
masih terbiasa mengangkat tangan untuk menengok jam berapa sekarang, tapi
ternyata tak kita temui jam tangan di sana. Mengapa demikian? karena kita masih
merasa memilikinya. Rasa kehilangan akan ada jika kita pernah merasa
memilikinya. Berbeda jika kita tidak pernah merasa memiliki jam tangan. Kita
tak akan merasa memiliki jam tangan dan tak akan pernah mengangkat tangan untuk
mengetahui jam berapa sekarang.
Kita
tak pernah mengira bahwa waktu berputar seperti roda yang tak ada hentinya.
Sehingga kita tak bisa percaya dengan sepenuh jiwa bahwa dia telah sirna. Tak
akan ada lagi yang mencandai kita, yang mengingatkan, yang memarahi, yang
menegur, yang menyapa. Karena dia telah pergi dari kehidupan kita. Mungkin
masih terngiang jelas suaranya, bahkan hingga terbawa saat tidur dalam mimpi
kita. Saat itulah kita baru merasa bahwa kita merindu canda tawanya, senyumnya,
bahkan juga rindu akan maki-makiannya dan kenakalannya. Kita tak pernah mengira
bahwa dia akan pergi meninggalkan kita semua, padahal baru saja kemarin duduk
bersama, ngobrol, makan, dan photo bersama. Tapi, siapa sangka bahwa ternyata
itu adalah waktu terakhir kita bersua?
Ah,
mungkin karena selama ini kita selalu merasa bahwa sesuatu, dia atau mereka
yang hilang dan pergi adalah milik kita. Kita lupa akan hakikat bahwa semua itu
hanyalah titipan belaka. Bahwa suatu saat nanti titipan itu akan diminta atau
diambil lagi oleh pemiliknya. Sehingga ketika mereka pergi, kita sangat merasa
kehilangan padanya. Karena sekali lagi, rasa kehilangan hanya akan ada jika
kita pernah merasa memilikinya.
Kawan,
aku tahu, aku juga paham, bahwa rasa kehilangan begitu menyesakkan. Namun dari
berbagai rasa kehilangan itu, pada akhirnya memberikan yang terbaik bagi kita
jika kita mau memahaminya lebih dalam.
Satu
pelajaran dari sebuh film ‘Big 6 Hero’ tentang kehilangan; langkah balas dendam
atau meratapi kesedihan tak akan pernah bisa mengubah apapun yang sudah
ditetapkan. Yang sudah pergi akan tetap pergi dan memang tak akan pernah
kembali lagi. Kita terima atau tidak terima akan kepergiannya, mereka sudah
terlanjur pergi. Orang-orang yang kita cintai sudah tiada. Kalaupun ada
mekanisme kembali, itu sungguh diluar kuasa kita. Dan kita tak bisa terlalu
berharap akan hal itu. Namun, kita masih merasakan kehadirannya jika kita mau.
Karena mereka selalu bersemayam dalam hati kita. Kenangan masih tersimpan dalam
memori. Nasehat, bimbingan, arahan, omelan, makian, masih terekam dan akan
berputar saat kita menghadapi peristiwa yang sama saat semua itu muncul. Hal
ini akan memberikan arahan kita untuk menentukan dan melakukan tindakan.
Kalaupun
kita bisa berusaha untuk mencari barang yang hilang, bertanya ke orang-orang di
sekitar, melapor pada polisi, melihat rekaman CCTV, dan sebagainya itu hanya
usaha kita. Belum tentu kita bisa mengetahui apalagi menangkap pencuri
tersebut, kalaupun pada akhirnya berhasil, belum tentu barang yang sudah hilang
benar-benar bisa kembali. Bisa jadi sudah dijual kepada orang lain atau sudah
dimanfaatkan.
Kemudian
tentang hakikat bahwa semua yang kita miliki saat ini hanyalah titipan.
Pengalaman kehilangan dan ‘menghilangkan’ barang pinjaman/milik orang lain
membuatku belajar dan memahami banyak hal. Suatu saat nanti, Sang Pemilik akan
mengambil milikmya. Sama seperti dengan diri kita, kematian hanyalah giliran. Kita
hanya menanti dalam antrian panjang. Bisa jadi nanti, esok, atau lusa. Kita tak
pernah mengetahui kapan jatah antrian kita. ‘Menghilangkan’ barang orang lain
membuatku belajar tentang arti tanggung jawab. Di dunia aku hanya
mempertanggungjawabkan uang yang hilang sekitar 10,5 juta dan hp yang harganya
kutaksir sekitar 1 juta.
Kawan,
bisakah kau membayangkan ketika esok Sang Pemilik jiwa raga kita ini meminta
pertanggungjawaban atas jiwa raga yang dititipkan pada kita? Apa saja yang
sudah kita lakukan dengan tangan ini? Ke mana sajakah kita melangkahkan kedua
kaki? Apa saja yang diucapkan mulut kita? dan seterusnya, dan seterusnya.
When
you see my corpse is being carried
Don’t
cry for my leaving
I’m
not leaving
I’m
arriving at eternal love
Ketika
kau melihat jenazahku dibawa
Jangan
menangis akan kepergianku
Aku
tidak pergi
Aku
bertemu dengan kekasih abadi