Friday, February 27, 2015

Pahlawan Sejati

Ada sebuah kisah. Tentang seorang yang “pemberani”. Berikut ceritanya;
Dalam sebuah kapal layar yang besar, berjalanlah kapal itu hingga sampai di tengah lautan. Mungkin sudah direncanakan sebelumnya, seseorang yang dari tadi hanya diam di pojokan, entah apa yang sedang dia pikirkan. Tidak ada yang tahu apa yang dia rencanakan, apa yang akan dia lakukan. Namun, tiba-tiba di tengah lautan itu, dia menceburkan dirinya ke lautan. Dia menjatuhkan dirinya, pasrah terhadap embasan ombak laut yang pada saat itu tidak terlalu besar. Sebut saja namanya (Ter)Jun.Penumpang-penumpang lain terkejut dan heran. Beberapa menjerit ketakutan, menutup wajah dan atau mulutnya dengan tangan. Beberapa lainnya berteriak untuk meminta salah satu orang menolongnya, dan beberapa yang lain hanya diam menyaksikan.
Ada petugas yang melempar pelampung, bermaksud membantunya. Tetapi Jun tidak mau menyambut pelampung itu. Sepertinya memang dia sengaja menceburkan diri untuk bunuh diri. Tapi tampaknya Jun juga belum mau mati, karena beberapa kali dia masih berusaha berenang menyelamatkan diri dari tenggelam. Sementara penumpang lain meneriakinya untuk menggunakan pelampung agar bisa ditarik oleh petugas. Kejadian itu terjadi agak lama, ketika sampai pada akhirnya ada salah satu orang, sebut saja Jat(uh), yang ‘menyusul’ jatuh ke lautan yang kemudian ternyata menolong Jun. Jat, dengan kekuatan dan keahlian berenang dengan mudahnya membantu Jun kembali ke kapal. Penumpang lain bersorak gembira, menyambut Jat sebagai pahlawan yang berani menolong sesama. Di tengah sorak sorai gembira para penumpang, setelah Jat berhasil membawa Jun kembali ke kapal, Jat berteriak dengan marah, “Siapa yang tadi mendorong menceburkanku?”
Dalam bisik-bisik penumpang lain berkata, “Oh, ternyata....”
Hahaha. Sebuah kisah klimaks yang biasanya ada di buku-buku atau sesi-sesi motivasi. Aku lupa mendapat cerita itu dari mana. Tapi itu bukan hal yang penting. Yang penting adalah makna atau hikmah dari cerita itu. Biasanya motivator atau dalam buku disebutkan maksud cerita itu. Yang dijadikan sebagai tokoh utama adalah Jat yang menolong Jun. Jat digambarkan sebagai orang yang mempunyai skill dan kemampuan yang lebih untuk melakukan sesuatu. Sering kali manusia merasa ragu terhadap kemampuannya. Mereka harus dalam keadaan terpaksa untuk menggunakan kemampuannya. Apakah teman-teman semua yakin diantara penumpang itu hanya Jat yang bisa berenang? Tentunya tidak, bukan? Pastinya banyak juga yang bisa berenang dan mampu menolong Jun. Tapi kebanyakan bahkan hampir seluruhnya tidak mau menolongnya. Jat saja bahkan harus diceburkan dulu baru mau menolongnya. Apa yang salah? Haruskah manusia dipaksa untuk melakukan sebuah kebaikan, bahkan dalam keadaan darurat sekalipun? Jadi, apakah kita akan membiarkan kemampuan dan keahlian kita, menyembunyikannya?
Kurang lebih begitulah yang disampaikan. Setidaknya yang aku ingat :D. Hmmm, tapi aku tidak terlalu suka dengan hikmah itu. Bukan tidak suka, lebih tepatnya ada hikmah yang lebih daripada sekedar yang disebutkan itu.  Bukan pada manusia yang menyembunyikan kemampuian atau keahliannya. Bukan pada agar manusia menunjukkan semua potensi pada dirinya. Aku lebih suka melihatnya dari lingkup yang lebih luas. Konsep manusia sebagai makhluk hidup yang paling sempurna dibandingkan makhluk hidup lainnya.
Aku merasa sedih ketika diceritakan kebanyakan orang hanya berteriak dan saling tunjuk menunjuk untuk menolong orang lain. Atau hanya sekedar memberikan pelampung dan tidak ada usaha lagi ketika dia tak mau menyambut pelampung itu. Dalam pikirku, sepertinya manusia telah kehilangan insting saling tolong menolongnya. Akal pikiran yang merupakan kelebihan yang tidak dimiliki makhluk lain malah lebih mementingkan ego pribadi daripada kepentingan bersama.
Aku merasa malu ketika diceritakan Jat berteriak dengan marah “Siapa yang tadi mendorong menceburkanku?”. Jangan-jangan kalau aku bisa berenang juga sama dengan dia. Yang harus dalam kondisi terpaksa untuk menolong sesama. sudah terlanjut tercebur, bukan? Masak mau kembali ke kapal sendiri, apa kata penumpang lain nanti? Atau jika aku bukanlah Jat, sebagai penumpang lain yang melihat. Aku merasa lebih malu lagi. Penumpang-penumpang itu lebih rendah daripada semut dalam dunia nyata atau kurcaci dalam dunia dongeng barat. Semut atau kurcaci, ketika salah satunya mengalami keadaan bahaya atau darurat, maka semua akan ikut berkontribusi menolongnya. Mereka membentuk formasi sedemikian rupa untuk menyelematkan temannya yang dalam keadaan bahaya. Gotong royong dan peduli dengan yang lain sungguh tertanam kuat dalam otak mereka. berbeda dengan manusia yang akal pikirannya sudah terkontaminasi dengan ego pribadi, yang terkadang atau bahkan sering kali mementingkan diri sendiri. Lebih parah lagi, akan sangat memalukan lagi jika ternyata aku adalah orang yang menceburkan Jat. Mungkin karena memang tak bisa berenang dan punya keinginan untuk menolong, sehingga mentoknya adalah menceburkan orang lain. Untung saja Jat pandai berenang, bisa dibayangkan bagaimana jika Jat tidak bisa berenang? Hmmm, malah menjadi tambah masalah saja.
Ya, begitulah manusia. Sangat bervariasi tipenya. Ada yang mau menolong ketika dalam keadaan terpaksa, ada yang ingin menolong tapi memang tak bisa melakukannya, ada yang cuma menonton, ada yang abai saja, ada yang melempar pelampung, atau ada yang memprovokasi untuk menunjuk satu orang untuk menolongnya tapi kemudian dia lari atau tak mengurusnya lagi. Dan inilah yang paling banyak kutemui, bersama-sama menceburkan ke kolam atau lautan kemudian menontonnya dalam penderitaan atau berlari meninggalkan atau bahkan mentertawakan. Na’udzu billah.

Semoga kita berada pada peran yang paling baik J

1 comment:

  1. saya juga lupa pernah baca kisah itu di buku apa. seingat saya buku tentang humor sufi. tokohnya entah abu nawas atau nasruddin hoja. benar tidaknya peristiwa memang tidak lebih penting dibandingkan apa yang kita dapat belajar daripadanya. pelajaran yang saya dapatkan dari kisah tersebut adalah totalitas keikhlasan. dengan berkata sambil marah “Siapa yang tadi mendorong/ menceburkanku?" orang-orang jadi menganggap jat menolong jun karena terpaksa. padahal aslinya? hanya tuhan dan jat yang tahu. :)

    ReplyDelete