Sunday, May 11, 2014

TKK 2014 #Tentang Batu 2



Hidup merupakan ujian. Bahkan dari sebelum lahir, calon manusia (read: sperma) sudah harus bersaing dengan ribuan calon manusia lainnya. Hanya satu yang lolos yang akhirnya masuk ke rahim ibunya. Hidup penuh tantangan. Tak pelak, banyak sekali manusia yang tidak lulus pada ujian-ujian selanjutnya ketika masuk dalam dunia nyata. Ada yang depresi, bahkan sampai bunuh diri. Tulisan ini akan bercerita tentang ujian dan tantangan hidupku selama kurang lebih satu tahun ini, 2014, meski tidak semua aku ceritakan. Namun, ini sudah cukup untuk sekadar pelampiasan dan strategi dalam menghadapi ujian dan tantangan (dalam bahasa psikologi disebut sebagai katarsis dan strategi coping). Dalam pembahasannyapun pastinya terkait dengan tahun sebelum dan sesudahnya, 2013 dan 2015. Selain sebagai katarsis dan strategi coping, banyak sekali hikmah dan pelajaran yang aku dapatkan yang semoga juga bermanfaat bagi para pembaca. J
Aku akan menggunakan dua analogi; batu dan kertas (bukan suit batu gunting kertas :D). Secara garis besar batu dan kertas ini ada tiga, sesuai dengan judul tulisan ini; sebut saja T, K1, dan K2. Apa arti dari analogi batu dan kertas itu? Oke, bayangkan saja aku adalah seorang pemahat batu atau pelukis. Sehingga batu dan kertas itu adalah bahan utama untuk memahat dan melukis.
Oktober 2013. Baru saja aku selesai membuat satu pahatan batu atau lukisan, sedang juga membantu memahat dan melukis K1, aku mendapat order untuk memahat dan melukis T, sebuah pahatan atau lukisan yang merepresentasikan sebuah taman yang nyaman dengan anak-anak yang bahagia di dalamnya. Buruknya, aku tidak mendapat warisan apapun untuk menjaga dan memperindah batu dan lukisan yang belum jadi itu. Bahkan aku harus memulainya dari nol. Termasuk mencari dan membeli alat, mencari bantuan, dan sebagainya. Jatahku untuk menjaga dan memperindah batu dan lukisan T ini tidak jelas, bisa jadi satu, dua, atau bahkan tiga tahun. Sementara orang-orang sudah terus melihat perkembangan dan membicarakan proses pembuatan pahatan batu dan lukisan T ini.
Januari 2014. Masa membantuku untuk memahat dan melukis K1 telah usai. Aku sedikit lega. Tetapi ternyata sebaliknya. Justru setelah itu aku ditunjuk sebagai penanggung jawab selanjutnya; menjaga dan memperindah pahatan batu dan lukisan itu. Baiknya, aku sudah memiliki alat-alat dan bahan-bahannya. Aku juga sudah tahu konsep pahatan batu dan lukisan itu akan dibuat menjadi apa. Tidak seperti pada batu dan lukisan T. Tantangannya adalah membuat orang-orang yang membantuku memahami cara menggunakan alat dan bahan itu, serta memahamkan konsep akhir batu dan lukisan itu. K1 ini merupakan pahatan dan lukisan yang menggambarkan sebuah keluarga yang disinari oleh cahaya matahari, yang berdiri diatas bumi pada tingkatan tertinggi.
Februari 2014. Aku melakukan kewajibanku sendiri untuk membantu membuat pahatan dan lukisan K2. Sebuah rancangan karya yang fenomenal. Karya ini akan dikirim ke luar pulau, di sebuah kabupaten paling ujung, di sebuah kampung yang mungkin bisa dikatakan terpencil. Sebuah karya yang diharapkan mampu menjadi motivasi bagi penduduk di sana, untuk menjadi masyarakat yang lebih baik, yang mampu berkembang dan bersaing seiring berkembangnya zaman. Karya ini harus dikirim bulan Juli depan. Namun, di tengah perjalanan, April 2014, pemimpin proyek karya ini kehilangan arahnya. Yang pada akhirnya menuntutku untuk menggantikan posisinya sebagai pemimpin, pemahat dan pelukis utama. Tak hanya itu, bahkan pahatan batu dan lukisan yang dalam proses pembuatan ini hampir dihancurkan, pahatan dan lukisan yang semi jadi itu diabaikan, bahkan dibanting dan diinjak-injak. Sungguh betapa menyakitkan. Perjuangan dan pengorbanan, tetes demi tetes keringat yang berjatuhan, tidak dihargai sama sekali. Untung saja, tim pemahat dan lukisan ini mempunyai semangat dan komitmen yang luar biasa. Tim ini berhasil menyusun, memahat dan melukis lagi menjadi baik dan akhirnya mulai dibicarakan positifnya, mulai dipuji, dan dihargai. Namun, perjuangan memang belum usai. Kami harus memperindah lagi setelah pahatan dan lukisan ini hancur berantakan.
Dalam analogi batu dan kertas ini, menggambarkan bahwa posisiku saat ini berada di tengah tiga batu dan lukisan yang harus dijaga dan diperindah. Aku harus melaksanakannya secara bersamaan. Namun sebenarnya tidak hanya tiga batu dan lukisan itu. Tentunya ada juga pahatan batu dan lukisan khusus yang ingin aku buat sendiri, untuk keluargaku, untukku sendiri, atau untuk orang-orang di sekitarku. Pasti ada orang-orang yang meminta bantuan untuk membuatkan pernak pernik kecil, atau lukisan sederhana untuk mereka (ingat bahwa aku sebagai pemahat dan atau pelukis).
Cerita-cerita itu, awalnya aku menganalogikan diriku sebagai tukang angkut dan kolektor batu. Sehingga menunjukkan bahwa aku diminta tolong orang untuk mengangkut tiga batu besar itu dalam waktu yang “bersamaan”. Bayangkan, betapa beratnya jika seorang kolektor batu, yang selalu memunguti batu kerikil yang disukainya, atau ditawarkan orang lain padanya, kemudian meletakkan di karung yang dipikulnya. Kemudian sebagai tukang angkut batu, dia juga diminta tolong oleh tiga pihak untuk mengangkat batu-batunya yang besar. Padahal batu-batu di karung yang dipikulnya tak hanya kerikil yang dia kumpulkan, tetapi juga koleksinya dari dahulu yang pastinya juga beraneka ukuran; beberapa besar, sedang dan kecil. Sungguh betapa berat pundak ini harus memikulnya.
Pada akhirnya aku sadar, aku bukanlah kolektor atau tukang angkut batu. Tetapi aku adalah pemahat batu. Sehingga aku tak harus mengangkut batu itu kemana-mana agar orang lain melihat keindahannya. Tugasku adalah menjaga dan memperindah batu yang ada. Aku dapat meletakkan batu itu, lalu memperindahnya, sehingga orang lainlah yang akan datang menyaksikan keindahannya. Batu-batu kerikil lain yang aku kumpulkan, itu dapat menjadi hiasan pada batu besar itu. Dapat juga menjadi karya sendiri yang memiliki keindahan yang khas. Kemudian, dalam menjaga dan memperindah batu itu, aku sadar bahwa aku tidak sendirian. Aku dapat mengatur shift kerja, membagi peran, dan mengatur komunikasi untuk menjaga dan memperindahnya.
Banyak sekali cerita ketika proses pemahatan batu itu. Ada kalanya terkikis air hujan, terkikis angin yang kencang, salah memahat karena mengantuk, diejek dan diremehkan orang lain, bahkan dirusak dan diinjak-injak. Namun, itu merupakan proses. Justru dengan adanya semua itu, hasil yang didapatkan justru lebih indah, ya, lebih indah daripada yang terbayangkan. :)
Jika kau juga seorang pemahat batu, baik sebagai pemahat utama atau sekedar pemahat batu, bagaimana dengan batu yang kau pahat? Samakah cerita dan prosesnya? :)

No comments:

Post a Comment