Wednesday, March 2, 2011

Wilayah Al-Ummah

Khotbah-khotbah yang disampaikan Abdul Jalil di Tajug Agung Lemah Abang sangat digemari oleh para pendengar nya. Ini terlihat saat Abdul Jalil menyampaiakn khotbah lanjutan pada hari berikutnya, jumlah pendengar makin berjejal-jejal memadati Tajug Agung dan tanah lapang yang terhampar di depannya. Warga dari pinggiran Kuta Caruban yang letaknya cukup jauh dari Lemah Abang pun berdatangan. Usai memimpin sembahyang isya, Abdul Jalil memulai khotbahnya.
“Selama berbilang abad telah ditanamkan ke dalam alam pikiran orang-orang beragama Islam bahwa yang disebut berhala adalah batu-batu, kayu-kayu pahatan, pohon keramat, gunung, dan benda-benda alam yang disembah manusia. Selama beratus tahun telah diyakinkan kepada umat Ialam bahwa para penyenbah berhala adalah orang-orang sesat yang akan hidup celaka karena menyekutukan Allah, tuhan sarwa sekalian alam.”
“Tetapi, malam ini aku katakan kepada kalian semua, o saudara-saudaraku, bahwa sesungguhnya berhala yang paling menyesatkan dan berbahaya bagi kehidupan manusia adalah sebentuk makhluk jahat yang dipuja-puja dan disembah-sembah oleh sekalian manusia, termasuk di dalamnya umat beragama Ialam. Dengan suaranya bergemuruh menggetarkan, makhluk jahat itu telah menjadi kiblat sesembahan baru umat manusia. Dengan bayangan dirinya yang kelam dan mengerikan, makhluk jahat itu dipertuhankan oleh manusia. Apakah nama makhluk jahat mengerikan itu? Dari mana makhluk jahat itu berasal? Kejahatan apa yang telkah dilakukannya?”
“Aku katakan kepadamu sekalian, o Saudara-saudaraku. Bahwa yang disebut makhluk jahat yang disembah manusia itu tidak lain dan tidak bukan adalah sebuah tatanan hidup manusia yang dinamakan kerajaan atau negara. Itulah tuhan baru. Itulah berhala baru. Itulah makhluk penyesat yang mengerikan. Ingat-ingatlah selalu ucapanku! Di antara berhala-berhala yang paling mnyesatkan dan paling berbahaya bagi manuisa-manusia beriman adalah makhluk bernama: kerajaan! Kerajaan! Kerajaan! Negara!”
“aku beritahukan kepada kalian bahwa yang disebut kerajaan atau negfara sesungguhnya adalah makhluk berdarah dingin yang sangat haus darah. Dia makhluk pemangsa berjiwa ganas melebihi serigala yang paling buas. Darimanakah makhluk pemangsa itu berasal? Kalian semua harus tahu bahwa makhluk jahat yang mengerikan itu merupakan monster ciptaan para pendusta. Rancangan para pembohong. Rekayasa para penipu. Ya, monster ciptaan para pendusta. Tahukah kalian siapa pendusta itu? Mereka adalah manusia-manusiasetengah binatang yang tubuh dan jiwanya tercipta dari bayangan makhluk paling mengerikan: Iblis.”
“Sesungguhnya para pendusta yang telah mencipta monster bernama kerajaan itu adalah makhluk-makhluk yang lemah dan tak berdaya. Mereka jauh lebih lemah daripada cacing-cacing penghuni tanah. Meski lemah, mereka memiliki akal yang jauh lebih licik dan lebih curang dibandingkan akal busuk serigala. Mereka juga memiliki suara geraman dan gongongan yang lebih kuat dibanding anjing. Mereka memiliki pamrih yang jauh melebihi pamrih udang dibalik batu. Mereka memiliki tubuh yang lebih licin dari belut. Mereka dapat terbang tinggi di angkasa laksana burung nazar pemakan bangkai. Mereka bahkan dapat mengubah-ubah warna kulit melebihi bunglon. Dan, yang membuat mereka menjadi kuat melebihi kekuatan harimau adalah kemampuan mereka untuk bersekongkol dalam kejahatan dengan sesamanya.”
“Tahukah kalian apa hasil persengkokolan makhluk-makhluk lemah berjiwa cacing, serigala, anjing, udang, burung nazar, belut, dan bunglon itu? Kerajaan! Negara! Itulah mkhluk pemangsa ganas yang telah mereka cipta dalam persengkokolan yang menjijikkan. Para pendusta bersekongkol membuat dongeng-dongeng palsu yang berisi gantungan harapan bagi manusia. Mereka, para pendusta itu, mendongeng tentang pemangsa ganas bernama kerajaan sebagai tatanan ciptaan Tuhanyang bakal mendatangkan keadilan, keselamatan, dan kemuliaan bagi manusia yang patuh dan setia pada sang pemangsa tersebut.”
“Sungguh, aku katakan kepada kalian, o Saudara-saudaraku, bahwa apa yang mereka dongengkan adalah dusta semua. Dibalik dongeng-dongeng itu mereka memasang jerat yang bakal memerangkap setiap orang yang mempercayai dusta mereka. Kemudian, bagaikan kawanan laba-laba yang melihat mangsa terjerat ke dalam jaring-jaringan kepentingan pribadi yang ditebarnya, para pendusta itu akan memangsa siapa saja diantara manusia yang mempercayai kebohongan mereka. Sesungguhnya para pendusta itumakhluk yang lebih rakus, lebih serakah, lebih ganas, dan lebih mengerikan daripada laba-laba. Dengan dongeng-dongeng ciptaannya para pendusta mengendalikan makhluk bernama kerajaan yang mengerikan itu untuk mencabik-cabik kehidupan manusia yang percaya pada dongen-dongeng mereka.”
“Dengan kerkusan, ketamakan, kelicikan, dan kecurangan tak terbayangkan, para pendusta itu bersekongkol atas nama kerajaan, atas nama negara. Dengan mulut-mulut yang najis mereka berkata kepada komplotannya; 'Marilah kita satukan bahasa kita unutk menetapkan benar dan salah, baik dan buruk, pahlawan dan pengkhianat, anugerah dan hukuman, sah dan tidak sah, keadilan dan kezaliman, bahasa lain yang tidak sesuai dengan kita hendaknya kita singkirkan sebagai bahasa yang rancu. Sesungguhnya, drngan bahasa kita itu, kitalah pemilik kebenaran atas nama negara.'”
“Ketahuilah, o Saudara-saudaraku, dengan bahasa persekongkolan itu para pendusta tengik akan menekuk lutut manusia untuk bersujud di hadapan makhluk ganas yang mereka cipta. Dengan bahasa hasil persekongkolan itu mereka menimbun harta benda dari para manusia taklukan. Kemudian, bagaikan monster kelaparan, mereka mngunyah dan memamah harta benda yang mereka timbun. Sungguh menjijikkan para pendusta itu bagiku. Sungguh najis mulut mereka itu. Apa pun yang keluar dari mulut itu, menurutku, akan ikut menjadi najis.”
“Lihatlah apa yang dilakukan para pendusta itu saat mereka sudah memiliki timbunan harta benda yang mereka peroleh dari sisik, bulu, rambut, dan kotoran makhluk pemangsa ciptaan mereka. Lihatlah apa yang mereka lakukan ketika perut mereka sudah kembung berisi kotoran kerajaan yang najis. Lihatlah apa yang mereka lakukan ketika mereka sudah berkerumun di sekitar tonggak kekuasaan. Dengarkan apa yang mereka ucapkan dengan bahasa dustanya. Lihat! Dengar! Renungkan! Apa yagn diperbuat para pendusta terkutuk di sana!”
“Di sekeliling tonggak kekuasaan itu mereka menyeringai dengan wajah monyet menjijikkan. Mereka memandang ke atas tonggak dengan mata serigala yang menyala penuh hasrat. Mulut mereka berbusa dan meneteskan liur menggelikan menyaksikan gemerlap singgasana yang tergantung di atas tonggak bersalut emas. Mereka tidak kuasa menahan keinginan untuk tidak naik ke atas singgasana.”
“lihat! Lihatlah para pendusta bermulut najis itu! Mereka bagaikan orang tidak waras berebut memanjat ke atas tonggak kekuasaan tempat singgasana gemerlapan tergantung. Lihat, mereka saling menignjak. Mereka saling menyikut. Saling menggigit. Mereka bahkan saling membunuh. Dan lihat, satu di antara para pendusta itu, yaitu dia yang paling kuat dan paling licik, akan sampai di atas singgasana. Dialah sang pemenang. Dialah sang raja yang berhak duduk di atas singgasana yang dikitari bangkai dan kotoran.”
“Raja yang duduk di atas singgasana itulah hasil persekongkolan para pendusta. Sang raja, menurut bahasa mereka, adalah penunggang dan pengendali makhluk pemangsa ganas bernama kerajaan. Kemudian, dengan bahasa dusta yang digunakannya, para pendusta itu berkata: 'Lihatlah, Tuhan Yang Mahakuasa telah turun ke dunia sebagai raja. Dia turun dari langit dan duduk di atas singgasana emas dengan dikelilingi bidadari dan ruh suci para leluhur yang berkata-kata memuji sang raja: Jayalah Sang Raja! Kuduslah Sang Raja! Agunglah Sang Raja! Inilah Sang Raja yang duduk di atas takhta Kebenaran. Raja yang berjalan di atas permadani ketidakbersalahan. Sang Raja yang adil dan bijaksana. Sang Raja yang agung dan mulia. Sang Raja yang menjadi pemilik segala sesuatu yang terhampar di atas bumi yang dikuasainya. Sang Raja yang wajib disembah dengan segala kepatuhan dan ketundukan. Ya, Sang Raja, jelmaan tuhan di dunia'”
“Setelah yakin dusta yang dibangun kaumnya dipercaya banyak manusia maka dengan raungan mengerikan sang raja yang menunggangi makhluk pemangsa mengerikan bernama kerajaan itu bertitah: 'Akulah yang teragung dan termulia di antara segala raja. Akulah titsan Tuhan di jagad raya. Karena itu, berlutut dan bersujudlah kalian menyembah aku! Barang siapa di antara kawula yang menghadap raja tidak berlutut, tidak bersjud, dan tidak menyembah akan dipenggala kepalanya.””
“Aku katakan kepada kalaian, semua itu adalah kepalsuan yang dirancang para pendusta dengan mengatasnamakan keberadaan kerajaan sebagai ketentuan Tuhan. Aku katakan bohong dan dusta kata-kata mereka itu. Sebab, apa yang mereka katakan sangatlah bertentangan dengan kenyataan akan asma' dan shifat Tuhan.”
“Sejak zaman awal hingga akhir nanti Dia, Yang Maha Merajai (al-Malik), tidak pernah ingkar janji dan tidak pernah menyimpang dari asma' dan shifat-Nya. Jika Dia mewajibkan hamba-Nya untuk patuh, tunduk, dan setia kepada-Nya maka Dia akan melimpahkan semua anugerah yang tak terbayangkan kepada hamba tersebut, baik di dunia maupun di akhirat. Hamba-hamba yang tunduk, patuh, dan setia akan dianugerahi-Nya pangkat takwa. Mereka akan dimuliakan dan diagungkan sepanjang masa.”
“Sementara itu, jika kalain mempercayai dongengan para pendusta, dengan menganggap raja-rajamu sebagai jelmaan al-Malik di dunia, justru kesengsaraan dan kehinaan yang terbukti engkau terima. Ketundukan, kepatuhan, dan kesetiaanmu sebagai hamba dari raja-rajamu tidak mendatangkan manfaat apa-apa bagimu kecuali penderitaan. Sebab, engkau yang tunduk, patuh, dan setia kepada rajamu akan ditempatkan sebagai hamba sahaya yang selalu hidup dalam keadaan kekurangan, tertindas, teraniaya, dan dizalimi. Raja-rajamu dengan semena-mena bisa bebas merampas harta benda milikmu, bahkan merampas nyawamu. Engkau sekalian tidak diperkenankan memiliki sesuatu melebihi rajamu. Engkau ditempatkan dalam keadaan serba kekurangan, sedangkan rajamu dalam kelimpahruahan.”
“Penderitaan dan kesengsaraan kalian sebagai kawula akan semakin berat dan tak tertanggungjawawabkan ketika kalian dkuasai raja-raja yang gemar berperang. Saat makhluk pemangsa bernama kerajaan itu ditunggangi untuk menyerang makhluk pemangsa lain, yang paling menderita adalah kalian: kawula. Rumah kalian dibakar. Harta benda kalian dijarah. Anak-anak kalian dirampas untuk dijadikan budak. Nyawa kalian pun akan dirampas oleh makhluk pemangsa yang bertarung. Sehingga, sejak zaman purwakala hingga sekarang, sesungguhnya, kalian selalu jatuh di bawah kekeuasaan makhluk pemangsa satu ke makhluk pemangsa yang lain. Karena itu, o Saudara-saudaraku, salahkah aku jika mengatakan dengan jujur bahwa raja-raja yang menyatakan jelmaan Tuhan di dunia itu adalah pendusta besar? Salahkah aku jika menggambarkan keberadaan kerajaan sebagai makhluk pemangsa yang paling ganas?”
“Sekarang jelas sudah bagi kalian semua bahwa kepercayaan terhadap dongeng-dongeng tentanf raja dan kerajaan yang dirancang para pendusta itu harus diakhiri. Jangan didengar lagi mulut-mulut najis mereka yang menebarkan janji palsu tentang kemakmuran dan keadilan dari makhluk mengerikan yang mereka sebut kerajaan, tunggangan raja-raja yang dikelilingi oleh para pendusta untuk memuaskan nafsu renda mereka. Sebab, raja dan para pendusta itu adalah manusia berjiwa laba-laba ganas yang selalu merancang siasat untuk menjerat manusia-manusia berjiwa keledai, unta, kuda beban, sapi perah, kerbau, dan anjing peliharaan untuk dijadikan mangsanya.”
“Jika kalian masih percaya dengan ucapan para pendusta itu, sesungguhnya selama ini kalian semua telah memakan dusta para pendusta. Kalian telah terpesona karena para pendusta itu telah memperlihatkan kalian sebuah tontonan menakjubkan tentang sang raja yang duduk di atas singgasana emas bertabur permata. Kalian takjub melihat takhta itu memancarkan kilau indah gemerlapan karena diterangi lampu-lampu yang bercahaya. Kalian terbius karena singgasana itu tegak di tengah kepulauan dupa dan kayu gaharu yang wangi. Kalian terheran-heran menyaksikan berderet-deret pejabat dan pendeta peliharaan raja. Kalian terperangah menyaksikan para penari jelita yang melenggak-lenggok di depan sang raja. Sungguh agung dan mulia tontonan itu. Betapa megah dan mewah tontonan itu.”
“Aku tidak menyalahkan kalian yang terpesona oleh tontonan para pendusta itu. Aku hanya meminta, jika kalian adalah orang-orang bijak maka hendaknya kalian bertanya kepada diri: di dalam tontonan yang menakjubkan itu, sesungguhnya di manakah letak kedudukanku? Jika pertanyaan tentang kedudukan diri sudah kalian ajukan maka kalian pun akan segera tahu jawabannya, yaitu kalian akan berkata begini: aku adalah kawula kerajaan. Aku adalah hamba sahaya sang raja. Sebagai kawula, kedudukanku di dalam tontonan agung itu tidak lebih dari sekedar batu-batu pajangan yang hidup tidak mati pun enggan. Batu-batu pajangan yang bisa menyaksikan sang raja berjalan, berlatih memanah, menunggang kuda, berburu, dan menerima sanjungan dan pujian dari kawulanya. Batu-batu pajangan yang setiap saat merelakan dirinya dijadikan alas pijakan bagi para pendusta. Ya, batu-batu pajangan yang dianggap tak bernyawa.”
“sejarang ini, o Saudara-saudaraku, aku beritakan kepada kalian bahwa telah datang zaman baru sehingga tontonan-tontonan megah dan mewah ciptaan para pendusta itu harus ditinggalkan. Pada zaman baru ini orang-orang harus berkata: 'Jangan pecaya lagi kepada para pendusta yang mengatakan dirinya abdi raja, abdi negara, hamba hukum, nayakapraja, punggawa, dan pahlawan kerajaan. Jangan percaya ucapan mereka karena mulut mereka najis. Jangan percaya pada janji-janji mereka karena semuanya mengalir dari mulut yang najis.”
“Kenapa aku katakan mulut-mulut najis? Sebab, lidah mereka palsu. Behkan, tenggorokan, jantung, limpa, dan usus mereka pun palsu. Itu sebabnya, kata-kata yang keluar dari mulut mereka palsu semua. Demikianlah, Kebenaran yang sesungguhnya tentang para pendusta itu.”
“Dengan memahami kepalsuan tubuh dan jiwa para pendusta yang bersekongkol mencipta makhluk pemangsa jahat bernama kerajaan, bukan berarti kalian memiliki hak untuk mencela dan menista, karena makhluk pemangsa jahat ciptaan mereka itu memang merupakan bagian dari kodrat kehidupan di dunia. Ibarat kawanan laba-aba bebas menebar jaring untuk mencari mangsa, begitulah para pendusta itu bebas menebar kebohongan dan janji palsu untuk memerangkap orang-orang lemah dan bodoh yang mempercayai dusta mereka. Sesungguhnya, hanya mereka yang sudah ditundukkan oleh nafsu rendah badani jua yang akan menjadi kawula taklukan pemangsa jahat bikibnan para pendusta itu.”
“Kepada kalian, o adimanusia-admanusia yang menduduki jabatan wakil Allah di muka bumi, diwajibkan bagi kalian untuk sadar diri dan tidak mempercayai dusta yang dibangun para pendusta. Ketika kalian meyakini kebenaran yang dibangun para pendusta sehingga menjadikan kalian tunduk dan patuh, berlutut dan bersujud kepada makhluk jahat bernama kerajaan itu maka 'telunjuk Sang Kebenaran' akan ditudingkan ke arah kalian dengan tuduhan: musyrik!'”
“Jika sebelum ini para 'alim yang menjadi pemimpin kalian mengatakan: jangan berlutut dan bersujud kepada batu-batu dan kayu-kayu yang dipahat! Maka sekarang aku katakan: Jangan kalian berlutut dan besujud kepada raja-rajamu! Jangan menyembah raja-rajamu seperti engkau menyembah Tuhanmu. Sesungguhnya makhluk pemangsa jahat bernama kerajaan yang ditunggangi sang raja itu adalah berhala baru yang bakal menyesatkan kalian dari jalan Kebenaran Sejati.'”


dikutip dari: Sunyoto, Agus. 2004. "Sang Pembaharu Perjuangan dan Ajaran Syaikh Siti Jenar". Yogyakarta: PT. LKiS Pelangi Aksara.

No comments:

Post a Comment