Wednesday, December 29, 2010

RAHASIA

Tak selamanya mendung itu memberi hujan. Kadang, ia sekedar singgah di langit kita. Mengingatkan kita untuk lebih waspada. Tak selalu cerahnya hari menjanjikan gelak tawa kita. Kadang teriknya membuat kita berselisih, bertengkar memperebutkan suatu hal yang sebenarnya sepele. Apakah kau nasih tak mau menatapku, meskipun aku tak tahu apa salahku? Apakah kau masih memendan dendam, meskipun aku telah berusaha meminta maaf padamu?

Kau selalu yang memberi keputusan, merasa sudah dewasa, karena memang kaulah yang lebih tua. Tapi, terkadang aku merasa kau seperti anak kecil saat kau tak mau dianggap anak kecil. Bukankah kita sudah berjanji untuk menjadi sekokoh benteng? Bukankah kita sudah sepakat untuk setinggi bintang?

Aku yakin reruntuhan rumah itu masih menyimpan janji kita berdua, dibalik kayu-kayu yang telah lapuk, atau telah tertimbun genteng-genteng yang berlumut itu, yang menyimpan rahasia kita yang paling gila. Masih ingatkah engkau rahasia itu: setelah menyusun strategi, untuk dapat melarikan diri, lalu kita berhasil keluar, mencari kebebasan dan kepuasan, hingga akhirnya kita lalai, kurang waspada jika diintai. Dan akhirnya kita pun tertangkap, “terkurung”. Lagi.

Ah… . biarlah, rahasia itu hanya milik kita berdua. Tersimpan jauh di bawah masa kanak. Saat kita “menyesatkan” diri ke tempat yang jauh, ketika ktita diungsikan, “diabaikan”, dan “dibuang” di tempat yang asing. Tapi, aku berharap kau masih ingat rahasia itu: rahasia yang sering kita ceritakan setiap malam, mengevaluasi strategi dan memperbaruinya lagiuntuk diulangi pada esok hari. Hingga tak terasa kita tertidur di atas kasur tanpa sedikitpun mendengkur.

Sampai saat ini pun, aku tak tahu apa salahku. Atau mungkin aku tak pernah menyadari bahwa begitu banyak kesalahan dan kekeliruan yang aku lakukan padamu. Atau bahkan aku tak akan pernah sadar. Hingga padaku kau membatu geram, memendam sengkarut dendam.

Akhirnya kau tak lagi secerah matahari. Bersembunyi sendiri dalam sepi. Melisut di balik kabut. Tak ingin kutanya. Tak ingin bicara.

Ah… . sudahlah kau lupakan saja. Seharusnya tak begini. Aku tak ingin hari-hari kita menjadi suram seperi ini. Aku ingin kamu melemparkan tawa dan cahaya seperti dulu. Aku ignin kita bersama-sama lagi. Agar kita bisa berdua, melacak masa tua bersama.

Sudahlah, maafkanlah aku, kalau sempat tatap mataku tak sengaja menamparmu.

Beginilah hidup, langit mendung tak selamanya hujan, bukan? Mungkin, ia hanya ingin mengingatkan kita, untuk lebih dewasa.

1 Muharram 1432

No comments:

Post a Comment