Friday, August 26, 2016

Bahasa Rindu

Kapan terakhir kali kita bertemu? Ya, tanggal 3 Januari 2009. Saat itu hari Sabtu, tepatnya Malam Minggu. Di Stasiun Tawang Semarang kau mengantar kepergianku. Sayang sekali, yang kulihat ketika perpisahan itu adalah isak tangismu, bukan senyummu. Aku sangat tahu dan paham isak tangismu itu karena kau sangat benci dengan jarak yang menanamkan rindu.
Duhai, kaulah perempuan yang mengenalkanku tentang cinta dan mengajarkan bagaimana mencinta. Masih kuingat kisah-kisah yang sering kau ceritakan saat kita bersama. Kuingat juga beberapa impianmu yang belum terlaksana. Perjuangan dan perngorbananmu yang penuh ketulusan dan kesabaran.
****************************
Aku banyak membaca buku. Aku juga mulai belajar dan sering menulis. Untuk apa? Untuk ‘menyaingimu’. Untuk menanti diskusi-diskusi seru bersamamu. Aku canangkan pada diriku sendiri untuk menulis bersamamu. Kita bersama membuat sebuah karya. Namun sampai saat ini itu hanya angan-angan saja. Entah apakah karya itu dapat terlaksana. Mungkin memang aku harus berjuang sendiri. Menghadapi benang kusut yang kita coba urai bersama. Menjelajah lorong waktu dan dimensi imaji kita. Ah, sudahlah.. seperti katamu; tak ada gunanya menulis tanpa makna, bukan? Tapi setidaknya ini sangat berarti bagiku. Untuk sekedar melepas rindu.
*****************************
Kau terlalu istimewa. Meski keakraban kita hanya sekitar dua tahun saja. Kita memiliki banyak sekali kesamaan; mulai dari nilai-nilai yang kita junjung bersama, sampai hal-hal remeh temeh seperti asal orangtua, bahkan hari dan tanggal lahir kita meski berbeda delapan bulan lamanya. Sehingga pada umur yang sama, kita akan berulang tahun di hari dan tanggal yang sama pula. Begitu banyak kenangan yang tak bisa dan tak kan pernah kulupakan. Kebersamaan denganmu mengajarkan banyak hal. Bagiku kau segalanya. Seorang guru sekaligus sahabat yang tak pernah sungkan menegur dan mengingatkan ketika salah. Meski bagimu, bisa jadi aku layaknya orang-orang lain yang kutemui dalam kisah perjalananmu.
******************************

Terimakasih kalian masih (cukup sering) mengunjungiku. Meski hanya pada momen-momen tertentu. Padahal jarak sudah sangat panjang membentang. Sedakar menyapa, memberi nasehat, mengutarakan kekecewan, atau ngobrol dan bermain bersama. Layaknya kebersamaan kita dulu. Meski dalam dunia yang bagi orang lain mungkin tak bisa dipercaya. Meski kadang aku juga menyangsikan bahwa itu hanyalah karena aku terlalu rindu, hingga sampai mewujud diri kalian seolah-olah sedang bersamaku. Tapi ketika aku benar-benar membuka mata, yang tersisa hanyalah suara yang masih terngiang dan wajah yang terus membayang. Bahkan terkadang aku benar-benar lupa aktivitas apa saja yang kita lakukan bersama sebelumnya.

(Semoga) suatu saat nanti kita akan bertemu lagi. Aku akan terus menunggu dan berusaha menyiapkan masa itu. 

No comments:

Post a Comment