Tahukah kau indonesia
belum sepenuhnya merdeka? Sadarkah kau bahwa negeri kita tercinta ini sedang
dihancur-leburkan sedikit demi sedikit? Pahamkah kau bahwa justru seolah rakyat
kita malah menikmati kehancuran ini?
Sebuah tulisan. Hasil
analisis amatiran dari diskusi dengan satu dua tiga orang dan mencuri pikiran
dari beberapa artikel dan ceramah orang.
Saya akan mulai dari
sistem penghancur-leburan negeri ini. “Oknum Penghancur” (yang selanjutnya akan
saya sebut sebagai OP) ini sangat pandai dalam mengatur strategi dan menentukan
target sasarannya. Target sasaran OP adalah para wanita dari segi individu dan
keluarga dari segi kelompok. Namun, dampaknya sungguh luar biasa. Gerakannya
sungguh sangat efektif merebak ke mana-mana hingga menyeluruh pada masyarakat
Indonesia.
Lanjut ke strategi,
strategi OP dilakukan dengan sangat teliti, teratur, dan terkoordinasi dengan
rapi. Dan kunci kesuksesan OP adalah kesabaran dengan proses strateginya.
Dimulai dari isu emansipasi wanita. Wanita ditanamkan bahwa wanita juga berhak
dalam hal-hal tertentu yang pada saat itu kurang didapatkan, seperti
pendidikan. Setelah menjiwai emansipasi tersebut, digiringlah dengan keseteraan
gender. Wanita juga berhak bekerja, punya kesempatan untuk mencari uang,
sekolah ke luar negeri, mengembangkan potensinya, dan sebagainya. Bersamaan
dengan itu, nilai-nilai tentang kecantikan dan keindahan wanita juga
digencarkan. Meski bekerja, penampilan juga tetap mempesona. Tidak hanya itu,
di sisi lain, teknologi dimajukan, gadget-gadget seperti HP dan laptop beserta
fitur-fiturnya seperti WA, BBM, Line, dan media sosial lainnya digencarkan.
Begitulah kiranya gambaran strategi yang mereka lakukan. Dan satu hal yang
pasti, satu hal yang akan mendukung semua strategi itu adalah bahwa mereka
(harus) menguasai media.
Kemudian, bagaimana
dengan dampaknya? Sungguh luar biasa. Ketika para ibu-ibu sudah menjiwai
emansipasi dan kesetaraan gender, maka dipastikan sudah mereka akan memilih
ikut bekerja mencari uang. Siapa (orang Indonesia) yang tidak tergiur ketika
diiming-imingi gaji tinggi mengingat kebutuhan keluarga yang juga tinggi (?). Apa
yang terjadi ketika bekerja? Yang berbahaya adalah ketika tempat bekerjanya
suami dan istri tidak sama. Masing-masing bisa memberikan alasan palsu dan menikmati
malam dengan orang lain yang notabene kebiasaan itu juga ditanamkan,
dibiasakan. Maka tak heran muncul kecemburuan, ketidakpuasan, prasangka, hingga
perpecahan dan perpisahan. Korban tidak langsung adalah anak mereka, bingung
sendiri dengan orangtuanya; sudah sering ditinggal pergi, saat bertemu malah terus
bertengkar.
Dampak lain, setelah
ibu-ibu sibuk dengan pekerjaannya, apalagi bapaknya, sang anak difasilitasi
dengan HP atau gadget lain (yang awalnya dengan alasan) untuk tetap
menjaga komunikasi antar keluarga. Namun, karena gengsi, mengikuti zaman,
pengen gaul, tidak diremehkan orang, gadget yang diberikan tidak hanya
yang berfungsi sebagai komunikasi. Banyak sekali fitur-fitur lain yang bisa
digunakan. Buruknya lagi, tidak ada kontrol dalam penggunaan gadget
tersebut. Padahal dalam saat yang bersamaan pula, media telah diatur sedemikian
rupa untuk mengekspos game-game online dan tentang seks. Sedangkan penguasa
media sudah sangat paham bahwa game online itu membuat candu, ketagihan.
Apalagi seksual. Sungguh bukan sekedar perencanaan biasa, dimulai dengan
gambar, disusul dengan video dan film porno. Maka proses yang selanjutnya yang
diharapkan adalah mempraktekkannya. Setelah banyak yang mempraktekkan, media
muncul lagi sebagai penyebar informasi, yang ternyata para pelaku mendapat
hukuman yang tak sebegitu berapa, atau malah sebagai motivasi bagi yang lain
untuk ikut melakukannya. Maka, setelah kasus-kasus tersebar di media, buka
menjadi peringatan malah semakin banyak yang terjadi.
Dan inilah target kedua
mereka. Anak-anak dan pemuda. Setelah wanita atau ibu sebagai target utama,
bahwa wanita adalah pondasi utama dalam sebuah negara, sedangkan para pemuda
dan anak-anak adalah tiangnya. Sehingga jika diibaratka sebagai rumah, sudah
banyak sekali pondasi dan tiang yang roboh dalam rumah ini. Bahkan yang
merobohkan adalah orang-orang yang tinggal di dalamnya. Maka, tinggal tunggu
saja kehancurannya.
Sementara para bapak-bapak
sudah disibukkan dengan permasalahan politik dan negara. Harta, kekuasaan, dan
wanita. Ketiga hal ini tak dipungkiri menjadi orientasi hidup. Anak-anak mereka
diarahkan untuk sekolah agar mendapat pekerjaan yang jelas, jodoh yang pas, dan
kedudukan yang dipandang. Seolah nilai pendidikan diukur dengan penghasilan dan
kekuasaan. Mereka sendiripun sibuk sendiri dengan perbutan kekuasaan. Jika ada
yang salah saling menjatuhkan. Dari posisi yang paling tinggi sampai posisi
sampai terendah sekalipun. Orang-orang diatas sibuk dengan rebutan uang yang
tidak kelihatan. Orang-orang di bawah merasakan tak mendapatkan uang sehingga
meneriakkan protes. Sementara orang-orang di tengah dibayar untuk membereskan
kericuhan.
Hampir semua aspek
dijajah; politik, pendidikan, sosial, budaya, moral, kehormatan, ekonomi,
semuanya. Tulisan ini memang sangat berlebihan. Hanya sedikit menggambarkan
aspek-aspek yang disebutkan dan ada juga yang sepertinya belum tersebutkan. Hanya
sekedar menjadi wadah pelampiasan atas kebencian terhadap penjajahan yang
sangat sistematis ini. Penjajahan yang orang yang dijajah merasa tidak sedang
dijajah. Bahkan seolah menikmati penjajahan tersebut dan malah ikut membantu
penjajahan.
Ah sudahlah, entah bagaimana
para pahlawan kemerdekaan di surga sana melihat negara yang dulu
diperjuangkannya ternyata masih saja sama, bahkan lebih parah daripada
penjajahan sebelumnya. Mungkin mereka akhirnya sudah diberi tahu oleh Tuhan bahwa
negeri ini memang ditakdirkan untuk dijajah (?). karena mungkin negeri ini
ditakdirkan untuk dijajah.
Hmmm, tidak juga. Mungkin
mereka juga sedang melihat perjuangan para calon pahlawan yang akan
menggantikan mereka. Para calon pahlawan itu sedang berproses menempa dirinya. Mereka
sedang bersiap untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Mereka sedang
bersembunyi menyusun strategi. Atau bahkan sudah memulai langkah-langkah kecil
yang juga tak terlihat yang nantinya menggempurkan penjajahan ini. Tunggu saja.
Bisa jadi pahlawan itu adalah kamu. Tergantung apakah kamu akan memposisikan
diri sebagai kawan atau lawan.
No comments:
Post a Comment