Saturday, January 31, 2015

Menjadi Bapak? Ah, Tidak Juga

Dua tahun yang lalu ketika amanah kuterima di atas pundakku, sebagai sekjen dalam sebuah organisasi kekeluargaan. Mungkin memang sudah digariskan. Meski sebenarnya aku siap menjadi apapun saat itu. Berbeda dengan satu tahun yang lalu, ketika kembali aku dicalonkan sebagai ketua di dalamnya. Aku merasa bukan saatnya lagi aku berada di sana, apalagi sebagai ketua. Ok kalo aku dipilih dua tahun yang lalu, bukan satu tahun lalu saat itu.
Ah sudahlah, biarkan itu menjadi cerita lain. Ada hal lain yang ingin aku ceritakan sekarang. Dua tahun, satu tahun menjadi sekjen dan satu tahun menjadi ketua di sebuah organisasi kekeluargaan. Satu hal dalam penekananku. Selain fokus pada posisi dan peran layaknya sekjen dan ketua, ada satu peran lain yang aku ambil. Aku selalu memposisikan diri sebagai kakak mereka. Bahkan ketika terpilih sebagai ketua, aku mencoba menghilangkan istilah ketua di sana yang notabene saat itu istilahnya terasa seperti kehirarkian. Namun, tak juga mengiyakan ketika ada yang mengusulkan “abi” atau “ayah” sebagai kepala organisasi, yang pada akhirnya tidak ada perubahan dan menggunakan kata ketua saja.
Ya, terlalu muluk-muluk memang jika aku disebut sebagai “abi” mereka, tapi dalam lubuk hati paling dalam, aku ingin memposisikan diri sebagai orang yang tahu bagaimana mereka dalam keluarga ini. Ya, meski tak memungkiri juga bahwa ini termasuk sebuah organisasi. Bukan secara organisasi yang ingin aku ceritakan, di sini aku hanya ingin bercerita tentang nuansa keluarga yang ada dalam organisasi ini.
Campur aduk rasanya; susah, senang, sedih, setiap emosi terungkapkan. Mendengar dan mengetahui keluhan-keluhan, tantangan-tantangan, dan setiap permasalahan yang dihadapi oleh para anggota (yang selanjutnya aku anggap sebagai adik atau saudara bagi yang seumuran). Apapun itu; akademik, keluarga, organisasi, finansial, keagamaan, kesehatan, bahkan masalah perasaan. Hampir semua memiliki masalah hidup yang luar biasa atau memiliki pengalaman hidup yang luar biasa.
Yang paling banyak permasalahannya adalah managemen waktu dengan organisasi-organisasi dan atau kepanitiaan-kepanitiaan yang diikuti dan motivasi lagi down karena banyak tekanan. Yang membedakan adalah penyebab dari turunnya motivasi itu, sesuai dengan permasalahan hidup yang mereka alami. Ada juga masalah sensitif, tentang perasaan. Ada yang jatuh cinta, ada juga yang kehilangan cinta. J
Sebagai seorang (yang berusaha menjadi) kakak, sungguh empati dan peduli tak bisa lagi dihindarkan. Sebisa mungkin, berusaha mencari suatu langkah intervensi yang bisa membantu dan cocok dengan yang bersangkutan. Akhirnya aku mencoba berbagai cara untuk membantu, entah secara langsung maupun tidak langsung, meminta izin ataupun tanpa meminta izin. Satu hal yang pasti, seorang kakak tak akan rela jika adiknya sengsara, seorang kakak tak rela jika adiknya dihina, dan seorang kakak akan merasa bersalah jika dia sama sekali tak tahu keadaan adiknya. Dia akan berusaha jangan sampai tiba-tiba adiknya terperosok, terjebak, dalam sebuah permasalahan yang luar biasa.
Dua tahun berlalu, terasa waktu berputar begitu cepatnya. Melihat proses dan dinamika mereka dengan permasalahan hidupnya. Sedikit demi sedikit ada yang sudah mulai terbuka, ada yang masih belum terbuka, dan ada juga yang sudah blak-blakan terbuka. Ada yang belum mengalami perubahan, ada yang mulai sedikit peningkatan, ada juga yang peningkatannya selalu signifikan.
Kini, mungkin sudah tiba saatnya. Sedikit demi sedikit melepas mereka. Melatih mereka untuk lebih dewasa. Menyelesaikan masalah sendiri tanpa harus dibina. Meski masih terasa berat rasanya untuk sedikit meninggalkannya. Karena selalu ada rasa ingin jumpa. Karena kita keluarga.
Tulisan ini hanya ke-GR-anku saja. Aku hanya melakukan apa yang aku bisa. Tak tahu apakah tulisan ini benar-benar menceritakan apa adanya. Hanya ke-GR-an orang yang merasa menjadi kakak. Seolah menjadi bapak. Padahal biasa saja aku melakukannya. Aku bukan siapa-siapa mereka. Hanya orang yang kebetulan mengenal, mencoba memahami, kemudian mencoba membantu sebisa mungkin yang dilakukan.
Tidak ada kata sungkan dalam keluarga. Ada momen yang berbeda bersama keluarga. Selalu ada nuansa kerinduan dalam sebuah keluarga. Karena keluarga selalu yang dicinta. Karena kita adalah keluarga.

No comments:

Post a Comment