Wednesday, November 23, 2011

Psikologi Rumah Kita


Dahulu kala hiduplah sebuah keluarga yang bahagia di sebuah desa. Keluarga itu beranggotakan empat orang, yakni seorang ayah, ibu beserta anaknya. Sang ayah bernama Psikologi Sosial, ibunya bernama Psikologi Perkembangan, dan kedua anaknya masing-maisng bernama Psikologi Industri dan Organisasi yang sering dipanggil PIO dan Psikologi Klinis. Keluarga ini terkenal sebagai keluarga yang ramah dan baik hati karena mereka selalu membantu menyelesaikan masalah-masalah yang terjadi di masyarakatnya.
Di lain pihak, ada keluarga yang merasa iri dan benci pada warga lain karena mereka belum mempunyai anak. Mereka adalah Persepsi dan Ilusi. Mereka sangat ingin mempunyai anak. Namun, bertahun-tahun mereka belum juga dikaruniai anak.
****************************
Suatu saat, pasangan Persepsi dan Ilusi mulai memikirkan untuk membuat warga merasa susah. Mereka membuat virus-virus yang membuat keluarga berantakan. Virus itu mengakibatkan kenakalan anak dan remaja. Mereka menyebarkannya melalui sebuah keluarga. Dia mempersepsikan cara mendidik anak dengan kekerasan menjadi persepsi yang baik untuk dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Kemudian virus itu mulai menyebar. Virus persepsi ini menyebar dengan cepat ke seluruh desa. Sehingga banyak anak yang sering kabur dari rumah. Begitu juga remaja-remaja yang semakin parah kelakuannya. Banyak remaja yang sering mabuk-mabukan, mencuri, dan sebagainya.
Virus persepsi ini gampang tersebar disebabkan oleh orangtua yang tidak begitu memahami kondisi anak-anaknya. Ada orangtua yang sangat protektif terhadap anaknya, sehingga anaknya tidak pernah diijinkan bermain bersama teman-temannya, bahkan untuk belajar kelompokpun sang anak tidak diijinkan. Ada juga orangtua yang sering memaksa anaknya untuk membantu pekerjaan-pekerjaan rumah. Sehingga sang anak tidak memiliki kesempatan untuk belajar dan bermain.
Akhirnya virus itu benar-benar menyebar ke seluruh desa. Lalu muncullah kekhawatiran masyarakat akan virus itu. Masyarakat mulai khawatir akan masa depan anaknya. Bahkan si Persepsi sendiri menjadi korban. Meski dia belum dikaruniai anak, dia juga sering menjadi korban kebrutalan tingkah laku remaja yang mabuk-mabukan dan aksi pencurian.
Satu-satunya anak yang selamat dari virus tersebut adalah PIO. Karena dia selalu mendapat pendidikan yang baik dari orangtuanya. Selain itu, pergaulannya di desa tidak mempengaruhinya karena dia lebih sering bekerja di perusahaan. Perusahaan tersebut sangat membutuhkan PIO untuk menyelesaikan masalah-masalah yang terjadi. Mulai dari karyawan yang mogok kerja, minta kenaikan gaji, dan sebagainya. Begitu juga Psikologi Klinis. Anak ini sedang sibuk bersksperimen di luar kota. Sehingga dia tidak tahu masalah yang terjai di desanya.
Suatu malam, saat PIO pulang dari kerjanya, secara tidak sengaja dia melihat teman-teman di desanya yang mabuk-mabukan dan mencuri. Selama ini, PIO hanya mendengar isu-isu tersebut yang dikiranya tidak nyata. PIO segera pulang dan langsung masuk rumah. Dan dia juga langsung menutup pintu, lalu bergegas menemui orangtuanya di ruang makan.
“PIO...!!! ada apa dengan kamu? Mengapa kamu masuk rumah tanpa salam?” tanya ibunya.
“Iya PIO, tumben sekali kamu pulang dengan tampang seperti itu. Kayak orang kesurupan aja. Memangnya ada apa?” tambah ayahnya sambil meletakkan piringnya yang sudah kosong.
Dengan tergesa-gesa, PIO menceritakan apa yang dilihatnya. Lalu dia berkata, “Ayolah Yah, Ma, cari solusi biar warga desa ini menjadi orang-orang yang berguna hidupnya. Kalau dibiarkan, lama-kelamaan desa ini tidak seperti desa lagi.” Dengan iba, PIO terus mendesak dan meminta.
“Iya PIO, kamu benar, nanti kita akan bicarakan.” Jawab sang ayah.
Dalam kondisi yang darurat ini, suami istri Psikologi Sosial dan Psikologi Perkembangan langsung mengambil langkah. Mereka tidak bisa tinggal diam. Tanpa menunggu perintah dari lurah desa, sang istri, Psikologi Perkembangan mulai melakukan bimbingan singkat kepada orangtua-orangtua lewat obrolan ringan saat berbelanja, bergosip, arisan dan sebagainya. Begitu juga sang suami, Psikologi Sosial. Dia mulai merancang tiga kegiatan yang akan diajukan ke lurah desa. Dia merancang penyuluhan yang akan diberikan kepada orangtua, kepada anak-anak dan remaja, dan kepada seluruh warga.
Setelah kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh Psikologi Sosial dan juga obrolan-obrolan rutin yang dilakukan Psikologi Perkembangan, virus itu sedikit demi sedikit mulai mereda. Desa itu kini menjadi desa yang damai dan tenteram. Setiap kali ada permasalahan yang timbul, warga desa tersebut tak segan-segan meminta bantuan kepada suami istri tersebut.
Pasangan Persepsi dan Ilusi menjadi semakin dendam. Usahanya selama ini gagal. Bahkan malah mencelakakan diri sendiri. Kini mereka merasa benci pada keluarga Psikologi Sosial dan Psikologi Perkembangan.
****************************
Ilusi yang juga menguasai ilmu hipnosis mencoba mempraktikkannya pada Psikologi Perkembangan. Dengan ilusi dan hipnosisnya Ilusi berhasil menipu dan merampas banyak harta yang dimiliki Psikologi Perkembangan.
Beberapa hari setelah itu, Persepsi bertemu dengan Psikologi Sosial yang sedang ngopi di warung. Dengan berhati-hati, Persepsi berkata, “Maaf Pak Psikologi Sosial, bukannya saya menganggu rumah tangga bapak, tapi sepertinya bapak sedang ada masalah? Mungkin saya bisa membantu?”
Psikologi Sosial merasa ragu-ragu untuk menceritakan. Tapi akhirnya dia berkata juga, “Iya Pak, beberapa hari yang lalu istri saya ditipu orang, katanya dia dihipnotis, dan dia tidak tahu siapa orang itu.” Jelas Psikolohi Sosial tanpa merasa curiga.
“Oooo.... gitu,” kata Persepsi manggut-manggut. “Eh, Pak, sebelumnya saya minta maaf, apa Bapak merasa percaya dengan istri bapak? Mungkin saja dia yang menipu bapak. Mungkin saja hartanya itu dijual untuk selingkuh. Maaf kalo saya menyinggung.” Cerocos Persepsi. Dia sangat menginginkan keluarga itu berantakan.
Psikologi Sosial hanya diam. Dua menit kemudian dia langsung beranjak pulang tanpa kata-kata lagi. Persepsi tersenyum sendiri. Meski dia belum yakin persepsi yang dia berikan akan berhasil mengubah persepsinya Psikologi Sosial terhadap istrinya, Psikologi Perkembangan.
Sesampainya di rumah, Psikologi Sodial langsung menanyakan kejelasannya terhadap Psikologi Perkembangan. Karena tak bisa menahan emosi terjadilah pertengkaran besar antara keduanya. PIO yang kebetulan di rumah merasa kaget. “Ada apa Yah, Ma!” tanya PIO. Tapi tak ada yang menjawab. Ayahnya langsung masuk kamar, sedangkan ibunta ke dapur tanpa berkata apa-apa.
Keesokan harinya, sarapan pagi terasa hampar. Tak ada perbincangan antara ketiganya. PIO khawatir terhadap kondisi keluarganya itu. Tapi, dia tak bisa melakukan apa-apa. Dia sadar bahwa psikologi itu untuk anda, bukan untuk kami. Sehingga hampir tak mungkin jika orangtuanya bisa menyelesaikan masalahnya sendiri jika mereka saja sudah tak mau berkomunikasi. PIO juga tak bisa membantu banyak hal. Dia tak begitu paham dengan masalah yang akan dihadapinya.
“Aha...!!!” teriaknya tiba-tiba. PIO langsung mengambil hp di sakunya dan menulis sms untuk saudaranya, Psikologi Klinis yang sedang di luar kota.
Assalamu’alakum.. saudaraku, semoga keselamatan tetap menyertaimu... sekarang orangtua kita sedang ada masalah, aku mengharap kepulanganmu untuk dapat menyelesaikan masalah tersebut.
Tak lama kemudian, hpnya berdering. PIO membacanya:
Wa’alaikumussalam... ada gerangan apakah kira-kira? Ok.. insya Allah aku segera pulang
PIO mulai agak lega. Selain itu, dia merasa aneh pada kehidupan keluarga Persepsi dan Ilusi yang tampak kaya secara tiba-tiba. Tapi dia segera menghilangkan prasangka itu.
****************************
Setibanya di rumah, Psikologi Klinis dan PIO mencoba mengajak kedua orangtuanya berbincang-bincang. Kemudian sang ibu, Psikologi Perkembangan menceritakan musibah yang telah terjadi. Kemudian sang ayah, Psikologi Sosial juga menceritakan persepsinya atas kejadian itu. Tak lupa dia juga menyampaikan obrolannya dengan Persepsi.
PIO terlonjak kaget. Dia yang baru mengetahui duduk permasalahannya langsung menyampaikan kecurigaannya pada Persepsi dan Ilusi yang diulihatnya beberapa hari yang lalu. Bahwa kehidupan mereka ada perubahan yang signifikan.  Setelah mendengar cerita dari ketiga pihak tersebut, Psikologi Klinis mulai paham. Dia mengajak orangtuanya untuk menemui keluarga Persepsi dan Ilusi. Meminta setiap penjelasan yang terjadi.
Akhirnya, Persepsi dan Ilusi mengakui perbuatannya. Mereka menjelaskan semua yang dilakukan. Tak lupa, mereka juga mengonsultasikan masalah mereka yang menyebabkan mereka berbuat demikian. Mereka menjadi sadar meminta maaf atas kesalahannya. Mereka juga dinasehati oleh Psikologi Klinis dalam masalah mereka.
Kini, keluarga Psikologi Sosial dan Psikologi Perkembangan hidup rukun kembali. Begitu juga pasangan Persepsi dan Ilusi, kini mereka dapat menerima apa yang mereka dapatkan. Dan beberapa minggu setelah masalah itu terselesaikan, akhirnya Ilusi mengandung juga. Dan akhirnya tak ada lagi perasaan iri dan benci diantara mereka. Mereka hidup rukun, tenteram, dan bahagia bersama. Di desa yang semakin indah suasananya.

No comments:

Post a Comment