Dahulu kala
hiduplah sebuah keluarga yang bahagia di sebuah desa. Keluarga itu
beranggotakan empat orang, yakni seorang ayah, ibu beserta anaknya. Sang ayah
bernama Psikologi Sosial, ibunya bernama Psikologi Perkembangan, dan kedua anaknya
masing-maisng bernama Psikologi Industri dan Organisasi yang sering dipanggil
PIO dan Psikologi Klinis. Keluarga ini terkenal sebagai keluarga yang ramah dan
baik hati karena mereka selalu membantu menyelesaikan masalah-masalah yang
terjadi di masyarakatnya.
Di lain pihak,
ada keluarga yang merasa iri dan benci pada warga lain karena mereka belum
mempunyai anak. Mereka adalah Persepsi dan Ilusi. Mereka sangat ingin mempunyai
anak. Namun, bertahun-tahun mereka belum juga dikaruniai anak.
****************************
Suatu saat,
pasangan Persepsi dan Ilusi mulai memikirkan untuk membuat warga merasa susah. Mereka
membuat virus-virus yang membuat keluarga berantakan. Virus itu mengakibatkan
kenakalan anak dan remaja. Mereka menyebarkannya melalui sebuah keluarga. Dia
mempersepsikan cara mendidik anak dengan kekerasan menjadi persepsi yang baik
untuk dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Kemudian virus itu mulai
menyebar. Virus persepsi ini menyebar dengan cepat ke seluruh desa. Sehingga
banyak anak yang sering kabur dari rumah. Begitu juga remaja-remaja yang
semakin parah kelakuannya. Banyak remaja yang sering mabuk-mabukan, mencuri,
dan sebagainya.
Virus persepsi ini
gampang tersebar disebabkan oleh orangtua yang tidak begitu memahami kondisi
anak-anaknya. Ada orangtua yang sangat protektif terhadap anaknya, sehingga
anaknya tidak pernah diijinkan bermain bersama teman-temannya, bahkan untuk
belajar kelompokpun sang anak tidak diijinkan. Ada juga orangtua yang sering
memaksa anaknya untuk membantu pekerjaan-pekerjaan rumah. Sehingga sang anak
tidak memiliki kesempatan untuk belajar dan bermain.
Akhirnya virus
itu benar-benar menyebar ke seluruh desa. Lalu muncullah kekhawatiran
masyarakat akan virus itu. Masyarakat mulai khawatir akan masa depan anaknya.
Bahkan si Persepsi sendiri menjadi korban. Meski dia belum dikaruniai anak, dia
juga sering menjadi korban kebrutalan tingkah laku remaja yang mabuk-mabukan dan
aksi pencurian.
Satu-satunya
anak yang selamat dari virus tersebut adalah PIO. Karena dia selalu mendapat
pendidikan yang baik dari orangtuanya. Selain itu, pergaulannya di desa tidak
mempengaruhinya karena dia lebih sering bekerja di perusahaan. Perusahaan
tersebut sangat membutuhkan PIO untuk menyelesaikan masalah-masalah yang
terjadi. Mulai dari karyawan yang mogok kerja, minta kenaikan gaji, dan
sebagainya. Begitu juga Psikologi Klinis. Anak ini sedang sibuk bersksperimen
di luar kota. Sehingga dia tidak tahu masalah yang terjai di desanya.
Suatu malam,
saat PIO pulang dari kerjanya, secara tidak sengaja dia melihat teman-teman di
desanya yang mabuk-mabukan dan mencuri. Selama ini, PIO hanya mendengar isu-isu
tersebut yang dikiranya tidak nyata. PIO segera pulang dan langsung masuk
rumah. Dan dia juga langsung menutup pintu, lalu bergegas menemui orangtuanya
di ruang makan.
“PIO...!!! ada
apa dengan kamu? Mengapa kamu masuk rumah tanpa salam?” tanya ibunya.
“Iya PIO, tumben
sekali kamu pulang dengan tampang seperti itu. Kayak orang kesurupan aja.
Memangnya ada apa?” tambah ayahnya sambil meletakkan piringnya yang sudah
kosong.
Dengan
tergesa-gesa, PIO menceritakan apa yang dilihatnya. Lalu dia berkata, “Ayolah
Yah, Ma, cari solusi biar warga desa ini menjadi orang-orang yang berguna
hidupnya. Kalau dibiarkan, lama-kelamaan desa ini tidak seperti desa lagi.”
Dengan iba, PIO terus mendesak dan meminta.
“Iya PIO, kamu
benar, nanti kita akan bicarakan.” Jawab sang ayah.
Dalam kondisi
yang darurat ini, suami istri Psikologi Sosial dan Psikologi Perkembangan langsung
mengambil langkah. Mereka tidak bisa tinggal diam. Tanpa menunggu perintah dari
lurah desa, sang istri, Psikologi Perkembangan mulai melakukan bimbingan
singkat kepada orangtua-orangtua lewat obrolan ringan saat berbelanja,
bergosip, arisan dan sebagainya. Begitu juga sang suami, Psikologi Sosial. Dia
mulai merancang tiga kegiatan yang akan diajukan ke lurah desa. Dia merancang
penyuluhan yang akan diberikan kepada orangtua, kepada anak-anak dan remaja,
dan kepada seluruh warga.
Setelah
kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh Psikologi Sosial dan juga obrolan-obrolan
rutin yang dilakukan Psikologi Perkembangan, virus itu sedikit demi sedikit
mulai mereda. Desa itu kini menjadi desa yang damai dan tenteram. Setiap kali
ada permasalahan yang timbul, warga desa tersebut tak segan-segan meminta bantuan
kepada suami istri tersebut.
Pasangan
Persepsi dan Ilusi menjadi semakin dendam. Usahanya selama ini gagal. Bahkan
malah mencelakakan diri sendiri. Kini mereka merasa benci pada keluarga
Psikologi Sosial dan Psikologi Perkembangan.
****************************
Ilusi yang juga
menguasai ilmu hipnosis mencoba mempraktikkannya pada Psikologi Perkembangan.
Dengan ilusi dan hipnosisnya Ilusi berhasil menipu dan merampas banyak harta
yang dimiliki Psikologi Perkembangan.
Beberapa hari
setelah itu, Persepsi bertemu dengan Psikologi Sosial yang sedang ngopi di
warung. Dengan berhati-hati, Persepsi berkata, “Maaf Pak Psikologi Sosial,
bukannya saya menganggu rumah tangga bapak, tapi sepertinya bapak sedang ada
masalah? Mungkin saya bisa membantu?”
Psikologi Sosial
merasa ragu-ragu untuk menceritakan. Tapi akhirnya dia berkata juga, “Iya Pak,
beberapa hari yang lalu istri saya ditipu orang, katanya dia dihipnotis, dan
dia tidak tahu siapa orang itu.” Jelas Psikolohi Sosial tanpa merasa curiga.
“Oooo.... gitu,”
kata Persepsi manggut-manggut. “Eh, Pak, sebelumnya saya minta maaf, apa Bapak
merasa percaya dengan istri bapak? Mungkin saja dia yang menipu bapak. Mungkin
saja hartanya itu dijual untuk selingkuh. Maaf kalo saya menyinggung.” Cerocos
Persepsi. Dia sangat menginginkan keluarga itu berantakan.
Psikologi Sosial
hanya diam. Dua menit kemudian dia langsung beranjak pulang tanpa kata-kata
lagi. Persepsi tersenyum sendiri. Meski dia belum yakin persepsi yang dia
berikan akan berhasil mengubah persepsinya Psikologi Sosial terhadap istrinya,
Psikologi Perkembangan.
Sesampainya di
rumah, Psikologi Sodial langsung menanyakan kejelasannya terhadap Psikologi
Perkembangan. Karena tak bisa menahan emosi terjadilah pertengkaran besar
antara keduanya. PIO yang kebetulan di rumah merasa kaget. “Ada apa Yah, Ma!”
tanya PIO. Tapi tak ada yang menjawab. Ayahnya langsung masuk kamar, sedangkan
ibunta ke dapur tanpa berkata apa-apa.
Keesokan
harinya, sarapan pagi terasa hampar. Tak ada perbincangan antara ketiganya. PIO
khawatir terhadap kondisi keluarganya itu. Tapi, dia tak bisa melakukan
apa-apa. Dia sadar bahwa psikologi itu untuk anda, bukan untuk kami. Sehingga
hampir tak mungkin jika orangtuanya bisa menyelesaikan masalahnya sendiri jika
mereka saja sudah tak mau berkomunikasi. PIO juga tak bisa membantu banyak hal.
Dia tak begitu paham dengan masalah yang akan dihadapinya.
“Aha...!!!”
teriaknya tiba-tiba. PIO langsung mengambil hp di sakunya dan menulis sms untuk
saudaranya, Psikologi Klinis yang sedang di luar kota.
Assalamu’alakum.. saudaraku,
semoga keselamatan tetap menyertaimu... sekarang orangtua kita sedang ada
masalah, aku mengharap kepulanganmu untuk dapat menyelesaikan masalah tersebut.
Tak lama
kemudian, hpnya berdering. PIO membacanya:
Wa’alaikumussalam...
ada gerangan apakah kira-kira? Ok.. insya Allah aku segera pulang
PIO mulai agak
lega. Selain itu, dia merasa aneh pada kehidupan keluarga Persepsi dan Ilusi
yang tampak kaya secara tiba-tiba. Tapi dia segera menghilangkan prasangka itu.
****************************
Setibanya di
rumah, Psikologi Klinis dan PIO mencoba mengajak kedua orangtuanya
berbincang-bincang. Kemudian sang ibu, Psikologi Perkembangan menceritakan
musibah yang telah terjadi. Kemudian sang ayah, Psikologi Sosial juga
menceritakan persepsinya atas kejadian itu. Tak lupa dia juga menyampaikan obrolannya
dengan Persepsi.
PIO terlonjak
kaget. Dia yang baru mengetahui duduk permasalahannya langsung menyampaikan
kecurigaannya pada Persepsi dan Ilusi yang diulihatnya beberapa hari yang lalu.
Bahwa kehidupan mereka ada perubahan yang signifikan. Setelah mendengar cerita dari ketiga pihak
tersebut, Psikologi Klinis mulai paham. Dia mengajak orangtuanya untuk menemui
keluarga Persepsi dan Ilusi. Meminta setiap penjelasan yang terjadi.
Akhirnya, Persepsi
dan Ilusi mengakui perbuatannya. Mereka menjelaskan semua yang dilakukan. Tak
lupa, mereka juga mengonsultasikan masalah mereka yang menyebabkan mereka
berbuat demikian. Mereka menjadi sadar meminta maaf atas kesalahannya. Mereka
juga dinasehati oleh Psikologi Klinis dalam masalah mereka.
Kini, keluarga
Psikologi Sosial dan Psikologi Perkembangan hidup rukun kembali. Begitu juga
pasangan Persepsi dan Ilusi, kini mereka dapat menerima apa yang mereka
dapatkan. Dan beberapa minggu setelah masalah itu terselesaikan, akhirnya Ilusi
mengandung juga. Dan akhirnya tak ada lagi perasaan iri dan benci diantara
mereka. Mereka hidup rukun, tenteram, dan bahagia bersama. Di desa yang semakin
indah suasananya.
No comments:
Post a Comment