Saturday, December 31, 2016

Setan Bertopeng Malaikat


Tikar-tikar sudah mulai digelar depan rumah. Ayah, ibu, anak berkumpul sekeluarga menyambut hari bar di tahun baru. Beberapa ada yang sambil bakar-bakar jagung, atau hanya camilan biasa lainnya. Bom! Bum! Tar! Jdar! Suara petasan sudah sejak tadi sedikit demi sedikit merusak kesunyian malam. Kurang lebih begitulah suasana di sekitar kampung saat ini.
Sudah tentu suara-suara itu menggangguku. Karena aku sangat menyukai kesunyian dan keheningan. Tetapi yang paling mengganggu dan mengusik adalah suara-suara dalam pikiran. DUUAARRR!! BOOMM!! JDDYARR!! Suaranya lebih menggelegar. Memori-memori lama menayangkan apa yang sudah kulakukan. Dosa-dosa kesalahan dan kemaksiatan sejak kecil sebelum sekolah dulu hingga saat ini.
Sadarlah aku bahwa sejak kecil alu memiliki potensi melakukan banyak kesalahan dan kemaksiatan yang besar. Baik dalam perkataan, sikap, maupun perilaku hingga menjadi kebiasaan dan karakter ketika dewasa saat ini. Hei, bukankah sejak kecil aku sering menyakiti orang lain tanpa belas kasihan? Meski puncak terakhirnya adalah ketika kelas TK memukul wajah teman yang badannya hampir dua kali lebih besar dariku sampai menangis. Karena setelah itu aku berhasil mengendalikan amarah dan menahan untuk tidak bertengkar di SD dan SMP.
Hei, bukankan sejak SD dulu ibuku sudah pernah memberi lampu kuning, semacam peringatan yang sangat jelas, “Fuzta ki menengan, tapi nek kadung ngomong nyelekit”. Dan sudah terbukti banyak orang yang tersakiti karena omonganku. Entah dalam bentuk sindiran, ejekan, hinaan, atau guyonan yang kelewat batas.
Keusilan dan keisenganku juga sering kelewat batas dan tentu menyakiti atau paling rendah membuat jengkel orang. Baik dalam dunia nyata atapun di media sosial. Sejak zaman sms, facebook, hingga WA. Pendiam seperti air tenang yang menghanyutkan hingga menenggelamkan.
Hei, ingatkah kemaksiatan yang sampai saat ini masih kulakukan ternyata bermula sejak kelas III SD dulu? Tobat pun hanya semacam hiasan dalam kurun waktu yang panjang. Tomat atau tobat maksiat. Tobat sehari sampe tiga hari tetapi kumat berbulan-bulan, begitu seterusnya.
Sudah seberapa tinggikah tumpukan dosa dan maksiat yang telah kulakukan? Sudah tak terhitung lagi bukan? Apa aku bisa mengendalkan ibadah dan amal-amal baikku? Tentu saja tidak. Karena sebenarnya ibadah dan amal baik yang kulakukan tak lebih hanyalah topeng belaka untuk menutupi keburukan-keburukan dan setiap kemaksiatan dan dosa yang sejak kecil memang sudah menetap dalam diri ini. Apakah topeng ini efektif? Ya, bagi manusia. Tapi bagi Tuhan Yang Maha Tahu tentu tak ada gunanya bukan?
ilustrator: Bast


Manusia-manusia yang menjadi temanku mengira aku orang baik dan lurus, padahal sangatlah busuk dan lebih buruk dari bangkai sekalipun.  

No comments:

Post a Comment