sebuah tulisan setelah berdiskusi dengan paman dan saudara sepupu, sekaligus untuk persyaratan pendaftaran beasiswa dengan tema aku, Islam dan Indonesia
Hampir
20 tahun lamanya aku dilahirkan di dunia. Sudah menjadi kepastian bahwa suatu
saat nanti pasti akan tiba saatnya aku harus pergi meninggalkan dunia. Entah
akan berapa lama lagi masa itu akan tiba.
Aku
terlahir sebagai seorang muslim. Al-Quran yang sebagai pedoman hidup mengatur
segala aspek kehidupan dan Muhammad sebagai contoh ideal telah mencontohkan
semuanya. Namun, aku sendiri merasa sangat belum mengenali mereka dengan dalam.
Aku hanya sedikit menjalankan dan terus mencoba memahami dan meningkatkan agar
sesuai dengan pedoman dan sesuai contoh yang ditunjukkan. Lewat Al-Quran,
kehidupan ini sudah diatur oleh penciptanya. Baik untuk dunia itu sendiri
maupun penghuninya. Semua proses terbentuk dan berjalannya dunia, hukum-hukum
yang berlaku di dalamnya; gravitasi, energi, air, api, dan semuanya telah
diatur sesuai kadarnya. Begitupun hukum-hukum untuk penghuninya; politik,
sosial, ekonomi, dan semuanya juga telah diatur. Kemudian aturan itu disampaikan
dan ditunjukkan oleh seorang teladan, Muhammad.
Di
samping itu, aku lahir di salah satu pulau besar negara kepulauan Indonesia.
Negeri dengan segala kekayaaan dan keindahannya hingga seperti surga yang
digambarkan dalam Al-Quran. Negeri yang katanya mayoritas penduduknya beragama Islam
tapi mayoritas juga hanya sebatas identitas di atas kertas. Secara fisik
Indonesia memang memiliki keunikan khusus hingga hampir menyerupai surga. Indonesia
terletak di atas pertemuan tiga lempeng tektonik besar. Petemuan ketiga lempeng
itu mengakibatkan adanya peristiwa tektonik dan aktivitas magma. Sehingga menghasilkan
banyak sekali sumber daya alam dan menjadikan tanah Indonesia menjadi subur.
Letak geografis juga mempengaruhi iklim Indonesia. Dengan semua itu tampilan
fisik Indonesia menjadi sangat indah dengan segala keanekaragaman hayati dan
keanekaragaman geologinya.
Aku
sangat bangga sekaligus sedih dengan keadaan Islam dan Indonesia saat ini. Di
satu sisi, mulai berjalan gerakan-gerakan yang menanamkan pendidikan yang
dilandasi dengan niat dan adab yang lurus, kesadaran demi kesadaran muncul pada
tiap orang. Di sisi lain, kemaksiatan terus merajalela oleh siapapun dan
dimanapun. Dari yang melarat sampai konglomerat, di tempat ramai seperti pasar
hingga tempat tersembunyi seperti kamar, dari anak jalanan hingga orang
kantoran, dari yang memang benar-benar penjahat bahkan sampai tokoh agama atau
tokoh masyarakat.
Sebagai
seorang yang bersifat suka mengamati, aku memang bangga dengan mereka yang
mulai sadar. Namun, kebanggan itu hanya sementara dan lebih banyak merasakan
sedih dan sangat khawatir. Mereka yang sadar tidak atau mungkin belum berani
mengungkapkan kesadarannya untuk mengajak mereka yang belum sadar. Mereka yang
sudah tahu juga lebih banyak diam dibandingkan mereka yang terus-menerus
“mengoarkan” kemaksiatan.
Sebagai
seorang pemimpi, seharusnya negara ini dapat menjadi negara yang adidaya.
Dengan kekayaan sumber daya alam yang sangat melimpah, sumber daya manusia yang
banyak, dengan Islam sebagai agama yang dianut oleh mayoritas penduduknya.
Namun, sangat disayangkan data-data itu tak banyak mendukung negara ini untuk
mencapainya. Islam dengan Al-Quran dan Muhammad sebagai pedoman dan teladan
tidak benar-benar digunakan sebagai landasan untuk mengatur semua. Sumber daya
manusia hanya tinggi dalam kuantitas bukan kualitas. Sehingga sumber daya alam
yang ada justru menjadi santapan lezat bagi negara lain.
Sebagai
orang yang dianggap bisa menganilisis dengan baik, kekhawatiranku akan Islam
dan Indonesia semakin menjadi. Jika dugaanku benar tentang apa yang kutemui,
maka kemungkinan besar Indonesia akan mendapatkan bencana yang sangat besar.
Hatiku perih saat kutemui mereka yang bermaksiat justru adalah mereka yang paham
agama, kalaupun tidak kebanyakan dari mereka juga menggunakan edentitas islam
tapi benar-benar tidak mau mempelajari islam lebih dalam. Padahal sudah menjadi
kewajiban bagi orang yang tahu untuk menjalankan apa yang diketahuinya dan bagi
orang yan belum tahu untuk belajar dan mencari tahu. Namun, itu tidak
dilakukan, justru sebaliknya. Maka, melihat umat yang seperti ini, tak ubahnya
seperti umat-umat terdahulu, kaum ‘Ad, Tsamud, Madyan, Aikah, Sodom, Bani
Israil, dan Quraisy. Mereka semua telah mendapat adzab masing-masing. Sementara
itu, orang-orang yang sudah tahu dan paham tentang agama dan menjalankannya
tidak atau mungkin belum berani mengajak mereka untuk bertaubat. Atau mungkin
belum menemukan cara yang tepat untuk mengajak mereka berbuat kebaikan dan
menjalankan aturan. Atau karena memang mereka menganggap diri dan apa yang
diyakininya lah yang paling benar, sehingga masing-masing mereka merasa paling
benar dan saling menyalahkan. Selain itu, ditambah lagi letak Indonesia yang di
atas tiga lempeng tektonik tadi, selain memberikan banyak kenikmatan, juga
mengakibatkan banyak sekali kemungkinan bencana alam. Bencana alam yang
sementara ini dapat diramalkan atau sudah banyak diteliti dan sudah terbiasa
terjadi adalah seperti gunung merapi, gempa bumi, tanah longsor, dan banjir. Namun,
ada satu kemungkinan yang belum banyak orang melihat dan menelitinya; bahwa
Indonesia terletak di daerah “pinggiran” dan sebelah timurnya merupakan samudra
luas, Samudra Pasifik. Sementara itu, Indonesia juga merupakan Negara
Kepualauan. Ketidaktahuan kita akan Samudra Pasifik, tentang kemungkinan bahaya
yang ditimbulkannya, baik dari atas samudra itu maupun yang ada di bawah atau
dalamnya, bencana besar dapat terbayangkan. Kalaupun tidak, semua bencana yang
sudah diketahuipun sudah cukup mengkhawatirkan.
Melihat
data-data dan ayat-ayat yang kuamati, Islam dan Indonesia menjadi mimpi buruk
yang pastinya tidak diinginkan terjadi. Tapi sebagai manusia biasa aku tak bisa
melakukan apa-apa. Aku sadar bahwa seharusnya kekhawatiran tidak menguasaiku
melainkan aku yang harus mengendalikannya. Sebenarnya justru tidak perlu merasa
khawatir, karena memang semua telah diatur, dan aku hanya sebagai pelaksana
salah satu peran yang telah ditentukan. Saat ini aku hanya bisa melakukan yang
terbaik baik untuk diri sendiri maupun lingkungan; orang lain dan alam sekitar.
Aku akan melaksanakan peranku ini; sebagai seorang muslim dan warga Indonesia,
melalui setiap kesempatan dan bidang yang ada; keluarga, lingkungan, akademik,
organisasi, sampai saatnya nanti aku harus meninggalkan dunia. Entah kapan masa
itu akan tiba.
No comments:
Post a Comment