Juni, 2013 M/Ramadhan 1434 H
Mentari mulai merangkak ke atas kepala. Jauh di bawahnya awan-awan
berbaris atau berkumpul mengikuti angin yang membawanya. Sehingga terik mentari
tak begitu membuat bumi terlalu panas menggelora. Nanti, ketika semburat jingga
mulai muncul di cakrawala. Maka akan kau dapati suasana hari yang berbeda dari
biasanya. Kenapa? Ya, karena Ramadhan telah tiba. Menjelang berbuka menjadi
momen pembeda dari hari-hari biasanya. Sejak setelah ashar, para penjual sudah mulai
menyiapkan dan membuka jualannya. Menanti orang-orang yang siap menghabiskan
dagangannya. Para pembeli beraneka macam warnanya. Ada yang sendiri, bergerombol
bersama kawan atau keluarga. Ngabuburit, begitu mereka menyebutnya.
Berada di lingkungan mahasiswa memberikan banyak sekali opsi untuk
menentukan aktivitas sehari-hari. Jika masa SD Ramadhan hanya di rumah, ketika
SMP hanya di pesantren, dan ketika SMA hanya di asrama, maka saat kuliah yang
menentukan adalah diri sendiri. Tak sedikit dari mahasiswa yang merencanakan
jauh-jauh hari. Seperti mendaftar kepanitiaan menyambut mahasiswa baru yang
akan jadi adik angkatan nanti, mendaftar kepanitian Ramadhan di kampus, memesan
tiket untuk kembali, atau i’tikaf di masjid untuk berdzikir mengingat ilahi.
Pengalaman manakah yang akan aku ambil? Saat itu, aku tak bisa
memilih. Karena jauh sebelum Ramadhan tiba, sekitar tiga bulan sebelumnya aku
sudah mendapat amanah menjadi panitia untuk menyambut mahasiswa baru. Seperti pada
tahun sebelumnya. Maka dua kali Ramadhan di awal perantauan aku berada di
lingkungan kampus saja. Tak mengapa. Seringkali manusia baru menyadari makna
setelah peristiwa berlalu di belakangnya.
Pada tahun inilah pengalaman luar biasa kulalui bersama kawan yang kukategorikan
sahabat sejati. Sebuah pengalaman yang benar-benar tak akan pernah kulakukan lagi.
Setidaknya begitulah kesimpulan setelah usai dengan ulah kami. Mau tahu ulah
apa yang kami lakukan? Kami melakukan perjalanan dari Jogja ke Klaten dengan
jalan kaki. Berangkat dari jogja siang hari dan sampai di Klaten dini hari.
Ide iseng di siang bolong itu bukan sebuah kebetulan. Terlebih lagi
dilakukan oleh dua orang yang benar-benar tahu apa yang mereka lakukan. Ide itu
bukan sekedar tiba-tiba muncul dan kemudian direalisasikan. Ada proses dari
latar belakang yang penjelasannya mungkin tak akan mudah dipahami banyak orang.
Dari perjalanan itu kami sama-sama belajar. Belajar untuk lebih mengenal
dan memahami sahabat sejati. Belajar untuk menepati janji. Belajar untuk
memaknai keteguhan hati. Belajar mempertahankan nilai-nilai hakiki. Capek itu
tentu, lelah itu pasti. Tapi bagaimanakah agar capek dan lelah itu benar-benar
hanya untuk ilahi?
Perjalanan itu hanya sebagian kecil dari perjalanan panjang menuju suatu
tujuan. Adakah kita berada di jalur yang benar? Sudahkah kita memahami
rambu-rambu lalu lintas jalan? Ataukah kita hanya sepintas berlalu dan
mengabaikan?
Manusia memang bukan unta yang diciptakan dapat menyimpan minuman
cadangan untuk perjalanan panjang. Tetapi manusia jauh memiliki kemampuan yang
lebih dibandingkan unta jika manusia mau berpikir dan menggunakan kemampuannya.
Untuk melakukan perjalanan panjang mencapai sebuah tujuan.