Saat
kita melihat sampah berserakan, apakah kau tak mendengar hati ini menjerit,
meminta untuk membersihkannya? Tapi, apa yang kita lakukan? Sudahkah kita
memenuhi keinginan hati kita untuk membersihkannya? Atau kita terkalahkan oleh
gengsi sehingga kita membiarkan sampah-sampah itu berserakan?
Ketika
kita duduk dengan nyaman di bus, dan kita melihat nenek dan kake yang sudah tua
renta atau ibu yang sedang membawa bayi dan anaknya yang masih kecil, apa kau juga
tak mendengar hati ini bergejolak, berharap mempersilahkannya duduk dengan
tenang? Lalu, apa yang kita lakukan? Mempersilahkannya atau malah membiarkannya
“menderita”?
Dikala
kita melewati para pengemis jalanan; anak-anak yang seharusnya mengenyam
pendidikan, ibu-ibu serta nenek-nenek yang kekurangan makan, apa kau tak
mendengar jua hati ini berteriak, memohon agar kita memberi meski tak mencukupi
bagi mereka, meski sedikit yang kita punya? Dan, apakah lantas kita memberi apa
yang kita punya? Atau kita mementingkan keinginan kita yang sebenarnya tak
lebih penting dari kesejahteraan mereka?
Begitu
banyak hal-hal sepele yang baik untuk kita lakukan tapi kita melewatkannya,
apalagi hal-hal besar yang sangat bermanfaat bagi orang banyak. Namun, kita
lebih mementingkan diri kita sendiri. Meski sebenarnya apa yang kita inginkan
itu sejatinya lebih sepele dan belum tentu baik bagi diri kita.
Mari
sejenak kita berfikir, andai saja jika kita sedikit saja mau mendengar sekilas apa
yang diungkapkan hati kita. Kemudian mau melakukan apa yang dibisikkanya;
membersihkan sampah yang berserakan atau menyingkirkan duri yang ada di tengah
jalan, mempersilahkan ibu yang sedang hamil itu untuk duduk di tempat kita, dan
memberikan apa yang kita punya, meski sedikit saja, untuk mereka yang sangat
membutuhkan, maka takkan ada bakteri yang tersebar karena sampah yang
berantakan itu, yang kemudian menimbulkan penyakit yang merugikan banyak orang.
Takkan ada korban terluka hanya karena duri yang di tengah jalan. Ibu itu akan
senang, lega karena dia bisa merasa aman, perhatian terhadap bayinya tak
terduakan oleh dirinya yang juga harus menjaga keseimbangan.
Masih
banyak sekali hal-hal lainnya yang lebih menyayat hati kita, tapi sudahkah kita
mengobati sayatan-sayatan itu? Atau kita malah mengindahkannya, sehingga kita
tak pernah mengecap hati yang sehat?
Jangan
mengira dengan kita memberi sedikit waktu, uang dan kemampuan kita untuk
melakukan hal-hal tersebut, lalu kita akan merasa rugi. Justru yang terjadi
adalah sebaliknya. Kita juga akan merasa senang dan bahagia. Karena perbuatan
baik itu berlaku berkebalikan, tak hanya baik bagi yang menerima kebaikan tapi juga
bagi yang memberi kebaikan.
Dengarkanlah
suara hati, karena dia selalu menyuarakan kebenaran dan membimbing untuk meraih
kebahagiaan sejati.